Renungan


Translate

REINTERPRETASI ARCHA / PATUNG dan PRATIMA DALAM PEMUJAAN AGAMA HINDU

OM Swastyastu,
--- Ya Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan perlindungan ---

A. Kasus
Sering sekali kita mendengar mengenai Archa atau pratima yang merupakan hal yang biasa dalam kegiatan keagamaan Hindu, terutama dalam upacara pujawali, melasti dan abhisekha atau pasupati (melaspas). Dalam khazanah ritual, agama Hindu memiliki keistimewaan tersendiri bila dibandingkan dengan agama lainnya terutama agama barat. Agama Hindu bila dilihat secara kasat mata maka pandangan yang akan diterima sangatlah rumit dan irrasional. Mengapa hal ini terjadi? Dikarenakan kita tidak mengetahui makna dibalik kegiatan agama Hindu tersebut. Sangat banyak tidak hanya opini dari agama non-Hindu namun juga umat Hindu sendiri yang banyak terjebak pada pemahaman secara agama sastra atau sabda suci. Hal ini wajar terjadi, bisa dikarenakan kurangnya pendistribusian buku agama, hegemoni agama, penyuluhan dan pembinaaan yang kurang atau bahkan karena guru agama atau tokoh agama yang berkecimpung di dalam permasalahan agama tidak` memahaminya. Sehingga memiliki makna yang tidak jelas atau nisbi mengenai hal tersebut.
Atau dikarenakan hegemoni agama, dikarenakan sebagai minoritas maka kita mengikuti bahkan menyamakan konsep yang ada sehingga menghilangkan sesuatu yang ada di agama kita. Semua agama berbeda dan mata dunia melihat dengan berbagai perspektif baik secara holistik, parsial maupun abstrak. Dalam kasus ini penulis ingin mengangkat sebuah kasus yang selalu ditemukan dimana saja ketika kita pergi ke sebuah pura atau mandir juga kuil suci Hindu. Ada banyak perspektif atau sudut pandang yang diterima oleh banyak umat Hindu saat ini. Penulis ingin membahas mengenai Archa yang merupakan sesuatu yang terpenting dalam pemujaan dalam agama Hindu karena berkaitan dengan keyakinan dan penghayatan beragama.

Ketika penulis datang ke sebuah pura di Rawamangun, penulis menemukan dua orang berbincang-bincang mengenai Archa didalam pura tersebut. Menurut penulis, tema perbincangan tersebut sering dibicarakan, katakanlah nama mereka Made dan Nyoman. Perbincangan mereka sangatlah menarik karena berkaitan dengan bagaimana mereka menginterpretasikan Archa sesuai dengan pemahamannya. Made memiliki pemahaman bahwa Archa Dewi Saraswati hanyalah sekedar media konsentrasi, agar kita dapat memusatkan pikiran yang selalu liar agar terikat pada satu objek citra suci, yang memang diciptakan oleh manusia untuk itu. Namun berbeda dengan Nyoman, ia memiliki pemahaman bahwa Archa hanyalah sebuah simbol dan berbeda dengan Tuhan yang sulit dipikirkan dan dilukiskan karena beliau tidak memiliki bentuk.
Mereka membahas dan berdiskusi mengenai hal ini melalui interpretasi pikirannya sendiri. Begitu juga paradigma yang berkembang yang memiliki makna yang sama dengan burung garuda ataupun bendera kebangsaan dengan Archa Tuhan. Begitu juga penafsiran mengenai perbedaan antara foto sang ayah dengan ayah sendiri. lnterpretasi atau pemberian makna kepada Archa sangatlah diberikan kebebasan dalam memaknai sesuatu namun bila sesuatu tersebut berkaitan dengan apa yang disebut sebagai tujuan umat manusia yaitu Tuhan, kita hendaknya merunut pada pandangan sastra Veda yang merupakan sabda suci dari Tuhan.
Tampaknya kita sebagai pemerhati dan calon pengajar agama Hindu dan akan terlibat dengan berbagai kasus masyarakat membahas mengenai “Pemujaan Archa” dalam masyarakat Hindu. Ini benar-benar suatu fenomena yang dapat memberikan kejelasan pada kasus tersebut, karena pemujaan terhadap Archa adalah bentuk praktik rohani yang banyak digemakan bahkan disalah mengerti baik oleh umat non-Hindu bahkan umat Hindu sendiri. Keadaan demikian sangatlah menyedihkan karena adalah orang-orang Hindu sendiri yang akan menjelaskan dengan baik, tepat dan benar praktik keagamaan yang telah menjadi bagian integral dalam masyarakat Hindu sejak jaman yang tak mampu diingat lagi. Tentunya penjelasan tersebut harus dimengerti sebagaimana seharusnya sehingga tidak memiliki suatu pandangan yang abstrak sehingga dapat memberikan dampak yang fatal bagi umat, bukan menurut pengertian terbatas dari paham-paham non-Hindu yang justru telah dilampaui oleh Maharsi atau Acharya.
Dengan demikian kita harus memiliki pandangan yang sejalur dengan mereka yang memiliki pengetahuan yang sempuma dalam praktik ini, bukan dari mereka yang memiliki pengetahuan parsial bahkan dari mereka yang sedari mula tidak menerima bentuk pemujaan Archa seperti umumnya pengikut agama Abrahamik. Sebelum memulainya maka kita perlu tahu bahwa apa yang dikatakan sebagai “patung Hindu” atau “berhala Hindu” oleh mereka yang tidak mengetahui apa yang dijelaskan menurut sastra suci Hindu,Veda. Bahkan istilah-istilah yang digunakan sudah menjelaskan hal ini dalam bahasa sanskerta, kita memiliki terminologi yang kaya akan menyebutkan suatu ikon atau benda yang disucikan.
· Murti, yang memiliki pengertian sebagai wujud atau pengejawantahan sesuatu pada benda.
· Vigruha, sama dengan stana atau lingga dari Tuhan dan prabhawa-Nya.
· Pratima, keserupaan.
· Rupam, bentuk.
· Archa, pusat dari aktivitas pemujaan yaitu Tuhan sendiri dan dapat berarti sebagai tujuan dari pemujaan.
Selanjutnya untuk mengetahui hal ini kita juga harus memahami mengenai pramana atau dasar pembuktian dari kasus ini. ketika kita menjelaskan suatu praktik dalam agama Hindu, maka kita harus menggunakan sastra yang menjadi acuan. Adalah sastra-sastra agama yang akan menguraikan kehidupan ritualistik sehari-hari sehingga tidak ada sudut pandang “nak mulo keto atau dari dulu sudah demikian”. Dalam pustaka suci pula menjelaskan secara prosedural dari kegiatan keagamaan Hindu yang menggunakan berbagai sarana baik dilakukan dipura dan kuil bahkan dirumah.

B. Apa Yang Dikatakan Agama Sastra Tentang Archa?
Menurut ajaran-ajaran dari pustaka Agama, Sang Ada Tertinggi atau Tuhan berada dibalik semua konsep duniawi, melampaui semua yang dikonsepkan dan bersifat mutlak. Tuhan berada diluar jangkauan pikiran manusia. Namun oleh belas kasih Tuhan Yang Tak Terbatas dan Kekuatan RohaniNya yang tak dapat dipahami, Tuhan memanifestasikan, mewujudkan, menampilkan Diri—Nya dalam citra suci yang dibentuk melalui aturan—aturan yang ketat dan sesuai dengan sastra suci, dikonsentrasikan dan dipuja sesuai prosedur ritual agama Hindu tersebut. Di dalam konsep ketuhanan Hindu dapat dipahami melalui 5 konsep yaitu:
1. Para, bentuk tertinggi atau transenden dari Tuhan beserta kemuliaannya yang tak terbatas.
2. Vyuha, bentuk ekspansi atau periuasan dari Tuhan, contohnya Vasudeva, Sankarsana, Pradyumma, Aniruddha.
3. Vaibhava, perwujudan Tuhan sebagai awatara—awatara yang memiliki misi untuk menegakan dharma.
4. Antaryami, Tuhan bersemayam dan meresapi segala ciptaan-Nya, sebagai objek meditasi.
5. Archa, Tuhan memasuki substansi yang menjadi objek pemujaan.
Dari konsep diatas jelas walaupun Tuhan Transenden, tak terpikirkan dan terlukiskan, namun Tuhan dapat distanakan didalam Archa atau Pratima untuk menerima pengabdian suci dari penyembah-Nya dan menganugerahkan mereka anugerah. Citra suci merupakan manifestasi sebagai Tuhan di bumi yang merupakan objek dan titik pusat pemujaan yang sungguh—sungguh hadir dihadapan para penyembah. Bagaimana kita dapat memahami doktrin kebenaran tersebut? Pertama, Tuhan Hindu adalah Maha Ada, Meresapi Segalanya, Maha Tahu dan Maha Sakti (Omnipresent, Omniscient dan Omnipotent). Tidak ada sesuatu apapun di dunia ini yang melebihi kekuatan Beliau. Pada saat Citra suci dikonsekrasikan atau di Abhisheka atau prana pratistha (dipasupati) dengan mengikuti aturan yang ada pada sastra dengan tepat dan benar, Tuhan dimohonkan hadir dalam Archa tersebut. Kedua, Tuhan merupakan saksi bathin yang mengetahui semua pikiran dan hati nurani manusia dan Tuhan pastilah akan membalas perasaan cinta kasih manusia kepada-Nya. Hubungan antara pemuja dan yang dipuja berlangsung dengan berbalas-balasan bukan hanya satu ‘arah. Dengan memperhatikan hal ini maka dengan sebagian kecil dari kekuatan—Nya yang tak terbatas. Konsep aiaran ini dengan demikian merupakan suatu revelasi unik yang tiada duanya dan dimiliki secara khusus sampai saat ini hanya oleh masyarakat Hindu. Contohnya pada waktu upacara pujawali, melasti, abhiseka atau prana pratistha (pasupati).

C. Memahami Perumpamaan Secara Jelas Dan Benar
Archa tidak hanya memiliki makna simbolis, yang memiliki makna suci atau sakral untuk pemujaan akan tetapi Archa adalah wujud Tuhan sendiri di Bumi. Ada beberapa interpretasi seseorang terhadap Archa yang sehingga memiliki multi tafsir yang dapat menyebabkan makna yang keliru terhadap pemaknaan Archa. Contohnya, Archa merupakan suatu bentuk yang dipikirkan oleh seseorang sebagai media pemujaan, seperti halnya bendera kebangsaan yang harus dihormati.
Dengan menganggap bahwa Archa hanya sekedar symbol dan itu berbeda dengan Tuhan Yang Tak Terpikirkan dan Terlukiskan. Dan berpikir bahwa semua bangsa di dunia ini mencintai dan mengahayati bangsanya, tetapi cobalah bertanya, bagaimana wajah bangsanya? Tidak seorangpun dapat menggambarkannya Karena itulah membuat symbol sebagai representasi bangsanya yang besar. Pemahaman seperti ini sesungguhnya haruslah diluruskan dengan mengacu pada sastra yang ada yaitu: Bhagavata Purana 10.40.7 “Yajanti tvam maya vai bahu murtyeka murtikam, meskipun Tuhan mewujudkan diri dalam berbagai macam rupa dan bentuk, tetapi Ada tetap satu tiada dua, dan kami hanya menyembah diri-Mu saja”. Juga dalam Bhagavad Gita 4.6 “ajo pisan avyayatma bhutanam isvaro pisan, prakrtiim svam adhistanaya sambhavamy atma mayaya——walaupun Aku tidak dilahirkan, abadi dan penguasa segala makhluk, namun dengan menundukan prakrti-Ku sendiri, Aku mewujudkan diri-Ku melalui kekuatan maya-Ku” dan Bhagavad Gita 4.9 ‘janma karma ea me divyam, kelahiran dan kegiatan-Ku sepenuhnya adalah rohani”. Maka jelas Tuhan memiliki wujud rohani yang tidak dapat dibayangkan, dipikirkan bahkan dilukiskan, namun hanya melalui kehendak Beliau seseorang dapat melihat wujud rohani Tuhan walaupun hanya sebagian dari kemuliaan dan kebesaran-Nya sesuai kemampuan seseorang yang ditunjang bhakti yang murni. Seperti Arjuna., Narada Muni, Vyasaveda dan acharya lainnya.


Dalam pembuatan Archa pun digunakan bahan-bahan yang dibenarkan oleh sastra, yaitu:
1. Arca terbuat dari kayu.
2. Arca terbuat dari logam (emas, perak, tembaga, dsb).
3. Arca terbuat dari tanah lihat.
4. Arca terbuat dari kain dan cat.
5. Arca terbuat dari pasir.
6. Arca terbuat dari batu.
7. Arca terbuat dari permata, dan
8. Arca yang di-bayangkan dalam pikiran (Bhagavata Purana 11.27.12).
Masalahya adalah bila perumpamaan bendera atau burung garuda disamakan dan dijadikan tolak ukur untuk jawaban seperti itu sangatlah dapat memberikan makna yang kering sehingga rasa bhakti dan keyakinan pun kering, sehingga memaknai Archa hanya sebagai media kosentrasi atau simbol seperti bendera.
Mengenai pemikiran bahwa Tuhan tidak dapat diwujudkan atau tidak memiliki wujud dan tidak dapat digambarkan, maka hal ini bertentangan dengan kebesaran Tuhan Yang Maha Sempurna (Isha Upanisad, mantra pembuka juga Bhagavad Gita 10.10). Wujud Tuhan dalam Archa bukan dibentuk 0leh sesuai angan-angan pikiran si pembuat, akan tetapi wujud tersebut ada dalam relung hati para Maharsi dan Acharya atau Alwar yang telah mengalami anubhavam (mengalami secara lansung menyatakan kesetujuan untuk memperlihatkan diri-Nya) seperti, Godai Devi, Haridasa Thakura, Narsi Mehta, Tulsidas, Appaya Diksitar, Kanaka Dasa dan lainnya. Murti sama dengan Tuhan, karena merupakan wahana ekspresi dari mantra Chaitanya yang merupakan Dewata (Sivananda Svami, 2003).
Umat Hindu yang mematuhi aturan-aturan Veda dan Agama dilarang keras untuk mengimajinasikan, menghayalkan, atau membuat sesuatu untuk kemudian dipuja tanpa mengikuti aturan atau prosedural sabda suci Veda. Diatas itu semua Tuhan sendiri telah menurunkan svayam-murti, citra suci yang tidak dibentuk oleh makhluk fana apapun, diberbagai tanah suci Hindu. Semua rupa dengan berbagai posisi, duduk, berdiri, berbaring telah diwujudkan oleh Tuhan sendiri sebagai model untuk pembentukan murti-murti berikutnya. Bahkan Tuhan juga hadir dalam wujud yang penuh dengan satyam, sivam dan sundaram. Seperti di Gandaki-sila yang ada di Thirucchalagramam-Nepal, Daru-Brahman di Jaganatha Puri-Orissa, Sri Rangam dan Srinivasa di Tirupati serta sebagainya.

Oleh Halfian
Penulis adalah Mahasiswa STAH DN Jakarta
Sumber : https://www.facebook.com/notes/hukum-hindu/reinterpretasi-archa-dalam-pemujaan-agama-hindu/3659

OM Shanti Shanti Shanti OM 
--- Ya Tuhan, Semoga Damai di Hati, Damai di Dunia, Damai untuk selamanya ---
Read More...

Mitos tentang Kisah Berguncangnya Naga Anantaboga dan Naga Basuki

Om Swastiastu...Salam Sejahtera


Dalam tradisi Bali jika terjadi Gempa Bumi indentik dengan Naga  Anantaboga dan Naga Basuki. Hal ini pun sering menjadi pertanyaan saya sejak kecil, apa hubunganya Gempa Bumi dengan Naga? tapi selalu saja orang tua akan memberi jawaban yang biasa menurut saya yaitu "Nak Mule Keto". Berdasrkan hal tsb saya mendapatkan sumber Kisah ini yang sangat menarik saya paparkan secara logika untuk generasi penerus Hindu sekarang ini. 

TEORI terjadinya gempa bumi dan tsunami ternyata jauh sebelumnya sudah digambarkan tetua-tetua Bali. Yang lazim dikenal manusia Bali tentu saja kisah soal gerakan bedawangnala yang membuat berguncangnya Naga Anantaboga dan Naga Basuki. Sepintas terkesan sebagai dongeng. Padahal, jika dikupas lebih jauh, gambaran itu begitu logis dan seseuai deng…an teori yang diungkapkan para ilmuwan soal terjadinya gempa bumi.

Teror yang kini tengah menghantui masyarakat di Bali, termasuk di daerah-daerah lain di belahan bumi Nusantara yakni gempa bumi dan gelombang tsunami yang tiada henti berbiak. Setelah gempa bumi ditingkahi tsunami dahsyat yang meratakan Aceh akhir tahun 2004 silam, bencana alam terus saja bermunculan. Tahun 2011 lalu kawasan Negara Jepang ditikam gempa bumi diikuti tsunami yang mengakibatkan reaktor nuklirnya mengalami Kebocoran dan sekitarnya amblas serta ratusan nyawa melayang.
Bali pun tiada luput dari amukan gempa bumi juga di tahun 2011 lalu dgn skala ricter 6,8 tapi Tak ada korban jiwa, memang, tetapi cukup membuat gundah masyarakat di Pulau Dewata.
 
Gempa bumi sejatinya merupakan fenomena alam yang normal. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), gempa bumi merupakan bagian dari dinamika bumi yang senantiasa akan muncul sepanjang zaman.
Tradisi lokal Bali pun menyuratkan gempa bumi sebagai suatu proses alami. Manusia Bali sangat mengenal mitologi bedawangnala yang menjadi dasar Gunung Mahameru. Badawangnala itu diikat oleh dua naga yakni Naga Gombang dan Naga Gini. Dalam teks-teks sastra, naga Gombang itu disebut Ananatabhoga dan naga Gini itu disebut Basuki. Ada lagi naga Taksaka yang berada di angkasa.
 
“Bila Bedawangnala itu bergerak, Anantabhoga pun bergerak. Gerakan itulah yang disebut lindu atau gempa khususnya gempa tektonik. Bila gerakan bedawangnala demikian hebat, naga Basuki pun ikut bergerak sehingga timbul tsunami,” beber Ida Pedanda Putra Yoga dari Gria Tunjuk, Marga, Tabanan.
Sepintas kisah ini terkesan sebagai dongeng semata. Padahal jika dikupas lebih dalam, paparan itu sangat logis dan ilmiah. Bedawangnala, merupakan simbol dari agni (api) yang ada di dasar bumi yakni magma. Dapat juga disejajarkan sebagai lempeng bumi. Naga Anantaboga merupakan simbol tanah. Ananta berarti tidak habis-habis, sedangkan bhoga berrati makanan. Anantabhoga berarti yang tidak habis-habis memberikan makanan. Yang tidak habis-habis menyediakan makanan bagi manusia tiada lain tanah atau Ibu Pertiwi yang melahirkan berbagai pala gantung, pala wija. Sementara Naga Basuki merupakan simbol air. Basuki berarti keselamatan atau kehidupan. Yang bisa melahirkan kehidupan adalah air. Di mana ada air, maka di sana ada sumber kehidupan.
 
Para ilmuwan modern sendiri secara sederhana membahasakan terjadinya gempa bumi akibat adanya tumbukan antarlempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Saat lempeng bumi bertumbukan, tanah pun ikut berguncang. Bila tumbukan terjadi di dasar laut dengan kekuatan di atas 6 SR dan kedalaman yang dangkal, air laut pun naik yang dikenal dengan nama tsunami. Bukankah tidak jauh berbeda dengan gambaran kisah bedawangnala itu?

Kisah soal bedawangnala diikat Anantabhoga dan Basuki ini kemudian divisualisasikan dalam wujud pelinggih padmasana. Selain itu, dalam sejumlah ritual penting di Bali, visualisasi itu pun dapat dilihat dari sarana upacara yang dihaturkan.
“Pelinggih dan upacara yang kita laksanakan itu merupakan miniatur dari lapisan-lapisan bumi serta menggambarkan proses yang terjadi di alam ini,” ujar Ida Pedanda.
Hindu sendiri mengenal bumi mempunyai tujuh lapisan yang dinamai sapta patala. Sapta patala itu yakni patala, atala, witala, nitala, talatala, mahatala dan sutala. Ilmuwan modern pun menyebut bumi ini terdiri dari sejumlah lapisan bumi seperti litosfer, astenosfer serta mesosfer. Lapisan-lapisan ini senantiasa bergerak mencapai titik keseimbangannya. Dalam upaya mencapai titik keseimbangan itu tentu saja ada perubahan, pergeseran atau ada lapisan yang lepas.
 
Karenanya, budayawan Ketut Sumarta menyatakan dalam kamus alam tidak ada istilah bencana. Tak pula ada cerita soal alam yang marah. Alam tak pernah marah, malah sangat pemurah. Alam hanya berusaha mencapai keseimbangan sesuai hukum yang dimilikinya.
“Bila alam tidak seimbang, maka alam sendirilah yang akan menyeimbangkannya,” ujar Sumarta.
 
Karena itulah, tradisi beragama masyarakat bali tidak pernah lepas dari spirit untuk menjaga keseimbangan alam. Manusia sebagai bagian dari alam tidak bisa luput dari hukum keseimbangan alam itu. Untuk itu, jalan satu-satunya yang harus dipilih manusia adalah menyesuaikan diri dengan alam. Alam mestilah diakrabi, disayangi, dirawat sehingga manusia pun turut dirawat dan dijaga. Jika manusia angkuh menentang alam, maka alam akan menagihnya kembali dengan caranya sendiri.
Dalam bahasa Ida Pedanda Putra Yoga, manusia jangan hanya ingat dan bisa mengambil dari alam, tetapi juga bisa memberi. Ida Pedanda lalu mengibaratkan dengan pelinggih yang senantiasa berisi pedagingan. Jika manusia hanya mengambil terus pedagingan itu tanpa memupuk, maka dunia pun jadi guncang. Semoga bermanfaat.
Om Shanti Shanti Shanti om...


sumber : [http://pojok-bali.blogspot.com/2009/12/kisah-berguncangnya-naga-anantaboga-dan.html]
Read More...

JUAL TANAH UNTUK NGABEN

OM Swastyastu,
--- Ya Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan perlindungan ---
Banyak gadis yang lebih memilih pacar ketimbang keluarga. Kendati keluarga tak merestui, ia akhirnya menikah dengan lelaki pujaan. Tapi sesungguhnya ia tak sepenuhnya yakin akan pilihan itu. Ia masih berharap, ayah, ibu, keluarga besar, kelak akan melunak/ "Kalau nanti kami beranak pinak, ayah dan ibu pasti akan menerima aku kembali, karena mereka selalu kangen pada cucu." Begitu biasanya para gadis itu meyakinkan diri, betapa suatu saat kehangatan keluarga besar akan ia nikmati kembali.

Tak seorang pun sudi terlempar dari keluarga yang berpuluh tahun memberinya cinta dan kehangatan. Tak seorang pun sungguh-sungguh berani dibuang dari keluarga. Tapi, alam selalu memberi jalan bagi keluarga itu untuk bersatu kembali. Kisah-kisah tragis gadis yang terbuang dari lingkungan keluarga karena memilih menikah dengan lelaki pilihan, namun tak direstui keluarga, terjadi di semua bangsa di dunia. Kisah seperti itu dialami oleh keluarga kaya dan miskin, keluarga bangsawan dan orang-orang kebanyakan. Kendati kisah itu terjadi berulang-ulang, selalu saja menarik perhatian, dan tak bosan-bosan orang menggunjingkannya.

Di SIngaraja, kisah itu dialami oleh Nyoman Rai Srimben, ketika ia memutuskan menerima elusan cinta R. Soekeni, seorang gurudari Blitar, Jawa TImur, yang mengajar di SD No. 1 Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Singaraja. Oleh gejolak cinta yang berkobar dan keyakinan meniti hidup bersama ke masa depan, mereka sepakat kawin lari.

Keluarga Srimben tentu murka, karena gadis-gadis mereka sepantasnya dipetik oleh lanang yang berasal dari clan yang sama. Mereka tidak mengenal kawin ke luar. Tapi, Srimben, lewat bimbingan Soekeni, telah melakukan pendobrakan. Srimben rela meninggalkan Bali, ikut suaminya pindah ke tanah Jawa. Ia masih menyimpan hasrat, suatu hari kembali untuk mohon maaf, memperbaiki hubungan keluarga, melalui upacara melaku pelih (mohon maaf karena bersalah), dilanjutkan upacara melepeh (menyapu duka hati), diteruskan dengan melali-lali (berkunjung), sebuah upacara pembebasan bagi kedua mempelai dari beban rasa bersalah.

Kedua keluarga besar di Bali dan Blitar semakin akrab ketika 6 Juni 1901 Srimben melahirkan "putra sang fajar", Soekarno, yang kemudian menjadi Presiden Indonesia. Dulu, Srimben "dibuang" oleh keluarga, kini ia acap menerima kunjungan keluarga Baler Agung di Blitar. I sering diminta untuk memberi nasihat, karena dianggap sebagai bukan perekmpuan biasa yang melahirkan seorang proklamator kemerdekaan. Keluarga besar Baler AGung, tempat Srimben lahir dan dibesarkan, selalu menyempatkan diri untuk beranjangsana ke Blitar, mengunjungi Srimben dan mengharapkan ia memberi wejangan.

Di kalangan kerabat Baler Agung hingga kini masih beredar nasihat-nasihat Srimben. Kepada keluarganya yang datang ke Blitar, ia selalu meminta untuk merenungkan arti tindakan hidup sehari-hari. "Pilihlah jalan terbaik, dan kalu itu niatmu, silahkan jalani dengan baik," begitu biasanya ia menyampaikan wejangan.

Wejangannya yang kedua, seperti dituturkan kembali oleh Gede pastika, salah seorang keluarga Baler Agung, jangan sekali-sekali menjual tanah warisan untuk ngaben. Kalau terpaksa jual tanah, gunakanlah untuk biaya pendidikan. Dua pesan itu selalu menjadi kenangan bagi orang-orang yang pernah menyambangi Srimben di Blitar. Pesan pertama adalah pesan yang berlaku umum, untuk siapa saja, tak peduli ia berasal dari bangsa mana pun. Pesan kedua merupakan pesan istimewa, ditujukan untuk umat Bali yang beragama Hindu.

Srimben sering menerima kunjungan kerabat Baler Agung di tahun-tahun usai perang kemerdekaan, setelah suaminya meninggal 8 Mei 1945. Lontaran nasihat agar jangan menjual tanah untuk ngaben, tentu ia sampaikan karena sering menyaksikan orang Bali menyelenggarakan ngaben dari hasil menjual tanah. Sejak dulu hingga kini, masih acap terjadi umat yang menjual tanah warisan dengan alasan untuk biaya mengabenkan kakek, nenek, ayah atau ibu. Tanah yang dijual memberikan uang berpuluh juta hingga ratusan juta rupiah, padahal uang uang yang digunakan untuk ngaben kurang dari seperlimanya. Kemana perginya sisa uang? Biasanya sisa uang itu pergi ke dealer mobil atau motor, sebagian jalan-jalan ke tempat judi tajen, yang lain pergi ke swalayan dan aml.

Upacara Ngaben

Menjual tanah warisan buat ngaben sering menjadi jalan pintas untuk menikmati langsung harta leluhur. Proses penjualan akan semakin cepat jika keluarga tersebut tediri dari beberapa saudara laki. Mereka berharap uang sisa penjualan setelah dipakai ngaben bisa mereka bagi. Toh, akhirnya tanah waris pasti mereka bagi. Tak heran, jika muncuk kesan, orang Bali lebih gesit menjual tanah ketimbang membeli..

OM Shanti Shanti Shanti OM
--- Ya Tuhan, Semoga Damai di Hati, Damai di Dunia, Damai untuk selamanya ---
Penerbit Buku Kompas, November 2011
PT. Kompas Media Nusantara.
Jl. Palmerah Selatan 26-28
Jakarta 10270
e-mail: buku@kompas.com
Read More...

Memaknai Sloka Weda dengan Renungan Diri

Om swatiastu...Salam Sejahtera

Banyak sloka dalam kitab Weda yang membuat kita jadikan renungan diri akan kehidupan ini. Maka dari itu saya ingin berbagi kumpulan sloka Weda yang menurut saya patut untuk saya maknai.Semoga teman teman se umat dapat Memaknainya dan Merenungkannya untuk Kebangkitan Hindu dalam diri kita...
Wasita nimitanta manemu laksmi, wasita nimitanta pati kapangguh, wasita nimitanta manemu duhka, wasita nimitanta manemu mitra
(Nitisastra, Sargah V. bait 3).
Artinya :
Karena berbicara engkau menemukan kebahagiaan,
karena berbicara engkau mendapat kematian, karena berbicara engkau akan menemukan kesusahan, dan karena berbicara pula engkau mendapat sahabat.

Mitrasya ma caksusa sarvani bhutani samiksantam,
Mitrasyaham caksusa sarvani bhutani samikse,
Mitrasya caksusa samiksamahe
Yayur Weda XXXVI.18
Artinya :
Semoga semua mahluk memandang kami dengan pandangan mata seorang sahabat,
semoga saya memandang semua makluk sebagai seorang sahabat,
semoga kami berpandangan penuh persahabatan.

Man mana bhava madbhakto madyaji mam namaskuru, mam evai syasitbai vam atmanan matparayanah
(Bhagavad Gita IX.34)
Artinya :
Pusatkan pikiranmu kepada-Ku, berbakti kepada-Ku,  dan setelah kau mendisiplinkan jiwamu, maka Aku akan menjadi tujuanmu yang tertinggi dan kau akan tiba kepada-Ku

Nacyanti nawyah kawyani naranama wijanatam, bhasmi bhutesu wipresu mohad dattani datrbhih
(Manava Dharma Sastra III.97)
Artinya:
Persembahan yang dilakukan tanpa diketahui maknanya adalah sia-sia, sama dengan mempersembahkan kebodohannya dan persembahan itu tak ada bedanya dengan segenggam abu....


O cit sakhyam sakhya vavrtyam
Reg Weda X.10.1

Artinya : Kita harus memperlakukan seseorang dengan ramah

Guha nidhim parivitam asmani anante
Rgveda 1.130.3
Artinya :
Bahwa di gunung-gunung mengandung harta benda yang amat bernilai.
Maka dari itu mari kita lestarikan alam di sekitar kita. Jangan membuang sampah sembarangan di alam terbuka (gunung, hutan, sungai, danau, laut)

Sekare pinaka ketulusang pikayunanga suci
Lontar Yadnya Prakerti
Arti:
Bunga adalah lambang ketulusan dan keikhlasan pikiran yang suci.

Patram pushpam phalam toyam yo me bhaktya prayacchati
tad aham bhakty-upahritam ashnami prayatatmanah
Bhagavad Gita IX.26
Artinya :
Siapapun yang sujud kepada-Ku dengan persembahan setangkai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, atau seteguk air, akan Aku terima sebagai bakti persembahan dari orang yang berhati suci.

Adbhirgatrani cuddhyanti manah satyena cuddhyati, widyatapobhyam bhutatma, buddhir jnanena cuddhyati.
Manawa Dharmasastra Buku V. 109
Artinya:
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa disucikan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan pengetahuan yang benar.

Rigveda (Pengetahuan Puji-pujian) Khanda 10: Visvedevas (Kuasa Tuhan – 165). 5
रचा कपोतं नुदत परणोदमिषं मदन्तः परि गांनयध्वम | संयोपयन्तो दुरितानि विश्वा हित्वा न ऊर्जं परपतात पतिष्थः ||
re ca kapotamm nudata… prannodamisyamm madantah pari… ghamnayadhvam… samyopayanto duritani visva… hitva na… urjamm prapatat patisythah..
“terciptanya kendaraan merpati… mengejar dengan ayat-ayat suci… sukacita… memberikan ternakmu makanan… melawan semua kesedihan dan kesulitan…. biarkan burung terbang cepat… meninggalkan kami… maju dan semangat…”

Yajurveda (Pengetahuan Pengorbanan) Khanda 4: 7.1.b
मुज्हे सौम्प् सकता है ताकत प्रोत्साहन प्रभावित हो प्रवृत्तियोन विचार खुलासे प्रसिद्धि शोहरत मानदन्द् प्रकाश स्वर्ग सानस मन अधिगम ध्वनि मन आनकः कान कौशल शक्ति बिजली जीवन बुधापे शरीर संरक्षन शरीर हद्दी जोदोन शरीर के सदस्योन के लिए ध्यान
mujhe saump sakata… hai takat protsahan prabhavit ho pravruttiyon vikhar khulase prasiddhi syoharat manada prakasy svarga sanas man adhigam dhvani man anakah kan kaushal syakti bijali jivan budhape syarir sanraksyan syarir haddi jodon syarir ke sadasyon ke lie dhyan
“semoga tercurahkan untukku… kekuatan, dorongan, pengaruh, kecenderungan, pemikiran, wahyu, ketenaran, kemasyhuran, norma, cahaya, surga, napas, pikiran, pembelajaran, suara, akal, mata, telinga, keterampilan, kekuatan, kekuatan, kehidupan, usia tua, tubuh, perlindungan, penjagaan bagi anggota tubuh, tulang, sendi, tubuh (kemakmuran melalui pengorbanan)”

Bhagavad Gita (Nyanyian Berkat Tuhan): Moksa-Opadesa Yoga (Wahyu Terakhir Kebenaran – 18). 70
अधयषत च य इअं धरय सअंवदम: | झञनयन तआहइतअः षमइत म मत: ||
adhyesyate ca.. ya imaṃ.. dharmamyamm samvadamm avyoh… | jnyanyajnynen… tenaham… isytahaa syamiti me… matih… ||
“Aku memaklumkan bahwa orang yang mempelajari percakapan kita yang suci ini… bersembahyang kepada-Ku dengan kecerdasannya…”

Upanishad – Mundaka Upanishad: Mundaka 1.2.8-9
अविदयायमअंतरे वर्तमानः स्वयं धीरः पंडितम मन्यमानः | जन्घंयामानानः परियन्ति मुधा अन्धेनैव नीयमाना यथान्धाः ||
avidyayam antare vartamanah svayam dhirah… panditam manyamanaḥ | janghanyamanah pariyanti mudhah… andhenaiva niyamana yathandhah
“ketika kebodohan tinggal dalam kegelapan, bijaksana dalam kesombongan mereka sendiri, dan kesombongan dengan pengetahuan yang sia-sia berputar-putar sempoyongan ke sana kemari, seperti orang buta yang dipimpin oleh orang buta”
अविद्यायं बहुधा वर्तमाना वयं क्र्तार्था इत्य अभीमन्यंती ब्लाह: | यात कर्मिनो न प्रवेदयन्ति रगत तेनातुरह क्सिनालोकास च्यवन्ते: ||
avidyayam bahudha vartamana vayam krtartha ity abhi-manyanti balah | yat karmino na pravedayanti ragat tenaturah ksinalokas cyavante
“ketika mereka telah lama hidup dalam kebodohan, mereka menganggap diri mereka bahagia karena orang-orang yang bergantung pada perbuatan baik | karena nafsu boros mereka, mereka jatuh dan menjadi sengsara ketika hidup mereka (di dunia yang mereka peroleh dengan perbuatan baik mereka) sudah selesai”


Atharvaveda (Pengetahuan Atharwa) 7.53.4
नहीन सानस क्या उसे च्होद दिया यहान तक कि सानस बन्द कर दिया और जाओ मैन उसके लिए सात र्रिषि से प्रार्थना करती हून: | मुज्हे आशा है कि वे स्वास्थ्य मेन उसके बुधापे मेन हून: ||
nahin sanas kya us khhod diya yahan tak ki sanas bankar diya aur jao main usak lie sat rrishi se prarthana karathi huna: | mujhe asya hai ki ve svasti men usak budhape men huna: ||
“Janganlah napasmu meninggalkan-Nya, sekalipun berhenti bernapas dan pergi! Aku mendoakan dia ke Tujuh Resi: semoga mereka sampaikan kepada-Nya dalam kesehatan untuk usia tua!”


samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah
ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham
(Bhagavad Gītā, IX. 29)
Arti:
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula

Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,
mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah
(Bhagavad Gītā, 4.11)
Arti:
Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku
dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)


Selamat Merenungi...
Om Shanti Shanti Shanti om...


Read More...

Kutemukan Cinta (Sebuah Perjalanan, Proses Pencarian Jati Diri: Islam, Kristen, Hindu)

Aku lahir dalam keluarga muslim dengan nama Maisah, orang tua dan masyarakat sekitar (di Lombok) sering memanggilku Aisah. Dapat dikatakan aku di didik dengan cukup taat khususnya dalam bidang agama, karena orang tua merupakan seorang Haji dan Hajah yg berarti mereka sudah pernah hijrah ke tanah suci. Selain itu bapak juga sangat menjaga citranya di masyarakat sehingga sering terkesan memaksa aku untuk belajar ngaji, dan mendirikan wajib sholat lima kali sehari. Yg paling sering membuatku kesal adalah, saat dimana aku sedang tidur dengan lelap tetapi harus bangun untuk menjalankan sholat subuh pukul 05:00 pagi. Keadaan ini sangat berbeda dengan bapak, beliau merupakan panutan yg baik, walau dalam keadaan sakit sekalipun tetap berusaha untuk menunaikan sholat. Karena hal tersebut aku sering merasa malu dan berusaha untuk patuh, minimal pada orang tua. Maka kulakukan semua kewajiban sebagai anak dan beragama Islam sebagaimana mestinya.

Ketika SD aku tidak seperti anak-anak pada umumnya yg sangat rajin, selalu riang jika tiba saatnya belajar ngaji. Bahkan, pada saat aku duduk dibangku kelas 5, aku tidak diberikan rapot karena tidak begitu fasih dalam membaca Al'quran disebabkan aku jarang kepesantren seperti teman-teman yg lainnya. Guru agamaku sangatlah tegas sehingga akupun sering kena hukum seperti berdiri di depan kelas dan lari mengelilingi lapangan atau dijewer. Alhasil bapak menjadi malu karena mendengar prestasiku yg sangat buruk khususnya dalam bidang agama. Beliau akhirnya tidak tahan mendengar laporan dari guru agamaku tersebut yg kebetulan kediamannya tidak terlalu jauh dengan rumah kami dan memutuskan untuk mengobatiku dengan mengunjungi seorang uztad, darinya aku diberikan air yg sebelumnya telah didoakan ayat-ayat suci. Tidak hanya itu, bapak juga membawaku pada seorang dukun. Tetapi dari kesekian usaha yg dilakukan tidak ada satupun yg membuahkan hasil, aku sama sekali tidak menunjukkan perubahan.

Gambaran masa kecilku khususnya dalam hal agama, kubawa hingga beranjak dewasa. Walau merupakan anak pesantren yg sehari-hari mendapat pendidikan berbasis agama, tetapi aku tidak pernah begitu benar-benar beriman pada Allah. Jika ada yg bertanya, aku pun tidak tau mengapa. Mungkin aku memang tidak pantas disebut sebagai muslimat (seseorang yg tunduk kepada Allah), karena ketidak patuhanku memang mencerminkan diriku yg sesungguhnya.

Atas kesadaranku sendiri, aku mulai menganalisa fenomena dalam diri. Kesulitanku untuk dapat mengatakan (minimal pada diri sendiri) bahwa aku seorang muslim adalah, bagaimana aku dapat memvisualisasikan Allah dalam pikiran? Konon, "Allah tidak serupa dengan apapun", sebagai gantinya Dia dapat dikenali  melalui 99 nama/julukan Allah (asma'ul husna) yang menggambarkan sifat ketuhanan-Nya, ketika itu aku berpikir bahwa jika ada sifat maka terlebih dahulu harus ada sosok-Nya.

Lantas mengapa Dia sangat berat hati untuk dapat dikenali melalui gambar/wujud? Karena tindakan tersebut dapat berujung pada pemujaan berhala yg justru merupakan penghinaan bagi-Nya? Perbuatan bid'ah dan mengantarkan kepada kesyirikan? Hingga akhirnya aku berkesimpulan, bahwa aku memang tidak dapat menerima definisi abstrak sebagaimana konsep ketuhanan yg terkandung dalam agama Islam.

Mungkin aku masih terlalu belia untuk memikirkan hal semacam ini, tetapi sebuah media untuk memusatkan pikiran agar dapat focus juga merupakan kebutuhan yg signifikan dan tidak memandang usia jika berbicara tentang ketuhanan. Bagiku, mengosongkan pikiran merupakan sebuah kondisi yg teramat sangat sulit, bagaimana mungkin manusia dengan segala keterbatasannya mampu menjangkau Dia yg tidak terbatas? Walau aku bersikukuh dan mempunyai pendirian yg kuat namun sebagai manusia yg merasa kecil dihadapan-Nya sudah tentu aku memiliki rasa takut akan siksa kubur ataupun azab Allah. Konon, Rasulullah bersabda: "Manusia yang paling pedih siksanya di hari kiamat ialah yang meniru ciptaan Allah".

Pada tahun 2008 aku memutuskan untuk ke Bali, inilah yg menjadi awal perjalananku memeluk agama Kristen. Singkat cerita, aku bekerja sebagai karyawati di Jalan Padma - Kuta, sebuah Art Shop yg menjual pernak-pernik dari bahan perak. Bosku keturunan Chinese, beliau berusia 33 tahun, memiliki seorang istri namun belum dikaruniai seorang anak pun. Kuliah di Sekolah Tinggi Teologi Injil Philadelphia yg dapat dikatakan cukup agresif dalam menyebarkan agama Kristen, walau tidak tergabung dalam suatu organisasi tertentu tetapi keinginan untuk mengkonversi non-kristen begitu terasa di lingkungan pegawai. Seperti memberikan Alkitab secara cuma-cuma, menganjurkan untuk kegereja, berkotbah dan lain sebagainya.

Suatu ketika beliau memberikanku sebuah alkitab (yg hingga kini masih kusimpan), berawal dari sana beliau pun mulai memperkenalkan agama Kristen.
Ah, walaupun aku hanya Islam KTP, namun tak pernah sekalipun terlintas keinginan dalam benakku untuk pindah agama, aku masih ingin terus menggali dan mencari hal-hal yg belum kuketahui dalam agama Islam. Kujalani semuanya bagai air, yg tanpa kusadari ternyata aku telah membuat sebuah keputusan.

Perlahan tapi pasti, beliau semakin intensif dalam usahanya untuk mengkonversi aku. Beliau memperkenalkanku pada orang-orang yg bersaksi atas nama Yesus Kristus, Sang Juru Selamat. Pada umumnya mereka bercerita tentang mukjizat Yesus dan kedamaian yg telah mereka temukan. Mereka terlihat seperti orang-orang yg menaruh rasa kasih yg sangat besar padaku dalam usahanya untuk meyakinkanku bahwa Yesus Kristus merupakan juru selamat manusia-manusia yg bergelimang dosa. Dan yg paling mengesankan, mereka juga berceritakan tentang figur Yesus yg baik dan sabar, cinta kasih-Nya yg teramat besar, melalui kematian-Nya di kayu salib telah menebus seluruh dosa umat manusia. Wow...

Dalam kesempatan berikutnya, bos memperkenalkanku pada  pak Joko, orang islam yg telah murtad dan memeluk agama kristen. Beliau adalah orang Solo yg hijrah ke tanah Bali karena diperlakukan diskriminatif oleh keluarga serta lingkungannya. Kemudian pak Joko menikah dengan orang Hindu Bali dan telah dikaruniai dua orang anak. Atas anjuran dari bos, pada hari minggu pak Joko mengajakku ke gereja dekat bandara Ngrurah Rai, setibanya disana kami duduk sambil menunggu jemaat yang belum datang. Karena ini merupakan pertama kalinya aku menghadiri kebhaktian aku tidak tau harus berbuat apa. Beliau lantas memberikan aku buku panduan dan sempat mengajariku beberapa doa, salah satu diantaranya adalah doa yg dikenal cukup ampuh diantara doa-doa yg lainnya. "Bapa kami di surga, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yg secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni tiap orang yg bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami kedalam pencobaan. Sebab Engkau yg empunya kerajaan di bumi dan di surga. Di dalam nama Yesus kami berdoa amin." Adalah sebait doa dalam kekristenan yg pertama kali kudengar dan kulafalkan.

Satu persatu Jemaat berdatangan dan duduk dalam barisan kursi yg mengahadap ke altar, semuanya menyanyikan Lagu Pujian dilanjutkan dengan mendengarkan kotbah prihal Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa. Khotbah adalah suatu kegiatan dalam mewartakan alkitab secara bertahap dan berkesinambungan yang dipimpin oleh seorang Pendeta didepan para jemaat. Dan sebelum doa penutupan, kulihat ada beberapa orang yg membawa Kantong Persembahan bertugas untuk memungut sedekah dari Jemaat yg hadir untuk digunakan dalam merenovasi gereja atau membantu orang-orang miskin. Setiap minggu pertama mereka (jemaat) juga diminta untuk membayar Persepuluhan. Menurut Alkitab, persepuluh adalah persepuluh dari hasil pekerjaan yang kita berikan pada Tuhan. Ketika kutanyakan pada pak Joko, beliau lantas menunjukkan dalilnya yg berbunyi: " Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu kedalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan dirumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membuka tingkap-tingkap langit mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan (Maleakhi 3 :10)"

Melalui pak Joko, aku berkenalan dengan mbak Atik sepupunya. Hampir setiap hari minggu mbak Atik mengajakku ke gereja Baithani di jalan Teuku Umar. Berbeda dengan pak Joko, mbak Atik tidak tergabung dalam organisasi gereja, jadi dia tidak hanya mengajakku ke satu gereja saja. Kami juga menghadiri kebhaktian disebuah gereja yg terletak di pertokoan Clandy's Jalan Buluh Indah, Gatzu dan dibeberapa tempat lainnya. Lambat laun, akupun mulai terbiasa dengan suasana gereja, beradaptasi, dan mengenali tokoh-tokoh dalam agama kristen. Suatu hari pak Joko berkunjung ke tempatku untuk memperkenalkanku pada seorang temannya. Sebut saja namanya pak Andre, beliau mempunyai teman seorang pendeta (pak Erick) yg kelak membabtis aku.

Dalam beberapa kesempatan aku sering di undang oleh bos kerumahnya untuk mendiskusikan atau memperlihatkan kesaksian dari orang-orang yg telah menerima mukjizat Yesus Kristus melalui vidio rekaman yg sudah dipersiapkan. Beliau juga memperlihatkan vidio kekerasan yg di lakukan oleh orang-orang Islam. Karena menurutku tayangan tersebut dapat dikatakan cukup kejam, spontan saja mulutku berucap "Masya Allah". Akupun langsung dimarahi, dan sekali lagi beliau menunjukkan sebuah rekaman di dalam Ka'bah yg ternyata terdapat sejumblah patung-patung yg tidak diketahui oleh orang islam pada umumnya. Selain itu dalam salah satu rekaman terdapat orang Islam yg sedang sholat memohon agar Allah Swt menunjukkan wujud-Nya. Dalam seketika dan sekejap mata muncul cahaya terang dengan wujud Nabi Isa yg tiada lain adalah Yesus Kristus, semenjak saat itulah orang tersebut menjadi murtad. Terlepas dari kebenaran mengenai vidio tersebut, akupun semakin yakin untuk memeluk agama kristen.

Pada tanggal 25/12/2008 aku diajak ke Gereja (katolik) di Kuta bersama bos juga istrinya dan beberapa teman mereka untuk merayakan Natal. Seperti biasa, aku mengkuti semua orang yg hadir untuk berdoa bersama-sama. Tidak lupa, bos juga memperkenalkanku pada pada orang-orang gereja, mereka terlihat antusias apalagi setelah diceritakan secara singkat tentang jati diriku yg sebenarnya sebagai seseorang yg sebelumnya beragama islam. Disela-sela waktu yg ada bos mempertanyakan prihal kemantapanku dalam meyakini Yesus Kristus, beliau berkata jika memang aku ingin diselamatkan maka aku harus bersedia untuk di babtis. Namun istri bos manasehati agar aku tidak gegabah dalam mengambil sebuah keputusan dan memikirkan akibatnya bila kelak diketahui oleh orang tua di Lombok, sebagaimana yg dialami pak Joko, tidak diterima oleh keluarga dan dikucilkan masyarakat sekitar yg mayoritas beragama islam. Walaupun demikian, beliau meyakinkanku dengan mengutip (Mazmur 27:10) yg berbunyi: "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyambut aku", yg berarti aman dalam perlindungan Allah atau Bapa di Sorga.

Akhirnya, pada tanggal 12/04/2009 yg bertepatan dengan hari Paskah aku di babtis dengan nama Mayshia Ruth di Gereja Lembah Pujian jalan Gatsu Timur oleh pak Erick yg memang sering membabtis para jemaat, baik yg lahir dalam keluarga Kristen maupun yg pindah agama. Semua orang mendoakan, aku sangat senang atas segala penyambutan dan keramahan dari wajah setiap orang yg hadir, selain itu dengan kelahiranku yg baru, aku telah diselamatkan oleh Yesus Kristus Sang Juru Selamat, seluruh dosa telah di tebus dengan darah-Nya yg kudus melalui kematian-Nya di kayu salib. Inilah yg menjadi motif mengapa aku sampai memutuskan memeluk agama Kristen.

Hingga suatu hari aku merenungi semuanya, aku di babtis tanpa ijin dan tanpa sepengetahuan orang tua juga keluarga dikampung. Takut dan bingung itu pasti.
Tidaklah ketakutanku dikarenakan telah mengkhianati agamaku yg sebelumnya, tetapi apa yg akan terjadi jika keluarga di Lombok sampai tahu? Membayangkannya pun aku tidak mampu. Tetapi syukurlah, semua kekhawatiran lenyap untuk sementara waktu karena bosku sangat sayang dan begitu memperhatikanku. Bahkan, karena beliau belum mempunyai keturunan aku di adopsinya, walau tidak secara hukum. Aku tinggal bersama keluarga papa (bos yg kini menjadi orang tua angkatku), mama, oma dan seorang PRT sebut saja namanya mbak Cantika). Tidak hanya itu, beliau juga memenuhi semua kebutuhan hidupku, mulai dari privat bahasa inggris, les komputer, dan beberapa fasilitas lain yg sebelumnya belum pernah aku miliki dan rasakan. Dalam sekejap mata kehidupan rohaniku hingga hal-hal yg menyangkut materi mengalami perubahan.

Seiring berjalannya waktu, keimananku semakin bertambah kuat bahkan melebihi agama sebelumnya yg masih tertulis dalam KTP. Atas dukungan dari papa, setiap minggu aku begitu semangat dan rajin ke gereja, aktif dalam setiap kegiatan yg di selenggarakan oleh gereja. Seperti Natal di tahun berikutnya, aku menyambut jemaat dengan tari Tamborin. Ketika Hari Sabat, aku sebagai salah satu dari organisasi Jemaat Remaja mengadakan pementasaan yg mengisahkan saat dimana Yesus Kristus di siksa dan kemudian disalibkan.

Saat itu aku merasa sangat bahagia, hidupku damai, walau terkadang perasaan itu berujung kekhawatiran bila pikiranku tertuju ke kampung halaman, pada orang tua dan adik-adikku. Terlebih setelah aku tahu, kalau papa tidak mencintaiku sebagai individu yg utuh, aku dilarang berbahasa indonesia dengan logat Lombok, dilarang mengatakan ke orang lain tentang identitasku yg sebenarnya. Kutanyakan mengapa, papa menjawab, bahwa pandangan masyarakat pada umumnya sangat buruk terhadap orang Lombok, kehidupannya sangat dekat dengan hal-hal yg berbau klenik. Dalam hatiku berkata, apa yg dikatakan papa memang tidak salah, tetapi tidak sepenuhnya benar. Ketika itu aku hanya diam saja, karena merasa tidak mampu, tidak mempunyai keberanian untuk sedikit meluruskan pandangan buruk tersebut, minimal kepada papa, karena papa orangnya tidak suka di tentang. Lebih dari itu, beliau berusaha keras agar dapat memisahkan aku dengan orang tua kandung dengan meyakinkanku bahwa kasih sayang papa melebihi bapak di Lombok. Secara materi papa juga lebih mampu memenuhi apa saja yg aku inginkan, tidak sebagaimana bapak. Yg pada akhirnya aku sadar, bahwa papa ingin membuatku lupa diri dengan bergelimang materi.

Mbak Cantika adalah orang yg dengan setia menemani hari-hariku, darinya aku tau bahwa ada ketidak sepakatan antara papa dan mama juga oma prihal mengadopsi aku. Sejak awal, mereka (mama, oma dan keluarga besarnya) memang tidak begitu suka padaku, terlebih ketika menyadari setelah kehadiranku di dalam keluarga itu, kasih sayang papa, perhatian dan lain sebagainya menjadi terbagi. Seiring bertumbuh besarnya kasih sayang papa, begitu juga dengan kebencian mama. Tanpa sepengetahuan papa, mama sering menghinaku dengan sebutan anak kampung yg tidak tau diri, ia juga pernah berkata akan membayarku berapa saja asal aku pergi dari rumah itu. Bahkan oma tidak segan-segan menunjukkan sikapnya yg tidak manusiawi, walau dalam keadaan lumpuh ia berusaha meraih rambutku dan menjambak-jambaknya. Namun berbeda ceritanya jika papa ada di rumah, semuanya bersikap sangat baik, lemah lembut, aku di perlakukan bak seorang putri raja. Walau papa sangat menyayangiku namun terkadang ia bersikap tempramental dengan memukul jika aku melakukan kesalahan yg harusnya dapat dimaklumi dan disikapi dngan bijak. Kadang aku juga di hukum berlutut hingga dua jam lamanya, yg terjadi karena fitnah mama maupun oma. Aku ingin mengatakan yg sebenarnya tapi tidak berani, karna setelah aku pikir-pikir terlalu beresiko. Jika aku mengadu prihal yg sesungguhnya, perseteruan atau bahkan perpecahan diantara kedua belah pihak tidak terelakkan. Maka kuputuskan untuk membungkam mulutku, sambil menahan hinaan dan semua perlakuan mereka. Aku berkomitmen, sebagaimana keharmonisan dalam keluarga yg aku rasakan sejak pertama kali menginjakkan kaki dirumah ini, seperti itu pula aku akan berusaha sekuat mungkin untuk menjaganya.

Aku begitu mengilhami apa yg dikatakan orang-orang gereja, atas segala perlakuan dan ketidak adilan aku larut dalam kesedihan dan semakin khusuk dalam doa. Aku berhasrat, bahwasanya Yesus Kristus akan menyelamatkanku dari semua permasalahan hidup. Minimal Ia akan menampakkan wujud-Nya, agar aku merasa tidak sendiri hadapi cobaan hidup ini. Kadang aku merasa tidak tahan lagi dan terlintas dalam pikiran untuk pergi, tapi kemana? Bila harus kembali ke Lombok, bagaimana aku dapat menjalankan agama Kristen?

30 Maret 20011, tanpa sepengetahuan siapapun, diam-diam aku menjalin hubungan sebagai sepasangkekasih dengan orang Bali, sebut saja namanya krisna. Ia bukanlah sosok yg di dambakan papa, dengan syarat mutlak beragama Kristen. Maka, kamipun sepakat untuk menjalani hubungan ini dengan backstreet, karena jika diketahui, terlebih oleh papa, hubungan kami pasti akan ditentang. Terlebih pandangan papa terhadap orang Bali maupun agamanya tidak terlalu baik, seperti pemujaan berhala yg dalam kekristenan merupakan suatu tindakan untuk menyekutukan, atau menduakan-Nya. Orang Bali yg gila judi dan juga mabuk-mabukan.

Sudah menjadi rutinitasku bila hari minggu selalu menghadiri kebhaktian di Gereja, kemudian pulang lebih awal untuk bertemu kekasih hati walau hanya sesaat. Tapi ada yg tidak biasa, berbekal kotbah yg disampaikan Pendeta, aku menemui pacarku dengan sebuah pertanyaan dikepala. Apakah benar, karmaphala sebagai salah satu dasar keimanan dalam agama Hindu merupakan hukum yg tidak menganal cinta kasih, hukum yg tidak mengenal ampun? Tidak sebagaimana yg diajarkan Yesus Kristus dalam kekristenan?. Yg ternyata, secara tidak langsung merupakan awal bagiku mempelajari agama Hindu.

Krisna: lima dasar keimanan agama Hindu di sebut Panca Sraddha, yg meliputi: Percaya terhadap Brahman/Hyang Widdhi/Tuhan.Percaya terhadap Atman yg menghidupi setiap makhluk, termasuk binatang.Percaya terhadap hukum Karmaphala, hukum sebab akibat, dalam logika matematika dapat ditulis "jika-maka". percaya terhadap kelahiran kembali yg disebut dg Samsara/Punarbhawa/reinkarnasi. Dan yg terakhir adalah percaya terhadap adanya Moksa, sebagai tujuan tertinggi agama hindu, Atman/jiwa individu mencapai pembebasan dr putaran roda kelahiran, bersatunya Atman dengan Brahman. Ibarat air dari berbagai sumber yg pada akhirnya kembali kesamudra luas.

Mengenai pertanyaanmu, Karmaphala terdiri dari dua kata, yakni Karma dan Phala. Karma berarti perbuatan, dan phala berarti hasil. Jadi Karmaphala dapat diartikan sebagai hasil perbuatan. Karmaphala merupakan rta/hukum alam, jadi didunia ini tidak ada satu tempat bagi seluruh makhluk untuk bersembunyi darinya, diakui atau tidak, hukum tersebut tetap berlaku, bahkan pada orang yg tidak percaya sekalipun. Ini bukanlah pemaksaan, tetapi kebenaran yg hakiki, luas dan besar bahkan tak mampu dibendung oleh tembok-tembok agama manapun. Karmaphala merupakan konsekuensi logis dr setiap perbuatan yg dilakukan manusia, ibarat petani yg menanam padi tidaklah mungkin jika kemudian ia memanen mutiara. Karmaphala mendudukkan Tuhan sebagai Yang Maha Adil, kemudian melalui Samsara/Punarbhawa/Reinkarnasi Beliau menjalankan fungsinya sebagai yang maha pengasih dan penyayang, sekaligus "pengampun" karena senantiasa memberikan kesempatan untuk bertobat, berbuat sesuai dengan dharma atau kebenaran, yg meliputi hukum alam baik yg bersifat fisik, energi maupun mental. Perlu di ingat, dalam agama Hindu tidak ada yg namanya "dosa" yg berarti menjadi terhukum selamanya dalam kubangan api neraka.

Apa yg disampaikan Pendeta di Gereja tidak hanya salah, keliru, tetapi sudah menjelek-jelekkan, menyesatkan. Karmaphala bereaksi melalui tiga hal, yg di dalam Hindu disebut Tri Kaya Parisudha, meliputi Kayika - Pikiran, Wacika - perkataan dan Manacika - perbuatan. Maka, dari sudut pandang ini, pendeta telah membuat karmanya sendiri, yg cepat atau lambat akan menuai phala/hasilnya.

Sempat terjadi interaksi diantara kami berdua dan akupun terus mengajukan beberapa pertanyaan. Entah mengapa jawaban-jawaban yg aku dapat begitu mengusik pikiran dan membuatku gelisah. Bukan hanya karena dapat diterima secara logika tetapi selain membahas dasar keimanan hindu, dasar keimananku pada kristen pun sedang dipertaruhkan. Namun secepat mungkin aku menepisnya. Meski cukup memuaskan rasa ingin tauku, tidaklah kemudian aku jadikan acuan untuk pindah agama. Berusaha "menyadarkan diri", bahwa setiap orang pada akhirnya akan membutuhkan sosok penyelamat, atau pengampunan dosa, seperti yg diajarkan dalam kekristenan yg menjadi  dasar keimananku pada Yesus Kristus.

Satu bulan kami mengikat diri sebagai sepasang kekasih, krisna mempertanyakan keseriusanku dalam memperjuangkan hubungan kami. Sebagai wanita, tentu saja aku merasa senang, tetapi menjadi berbeda ketika komitmen yg hendak kami bangun terhalang oleh tembok pemisah yg di sebut agama. Aku merasa sanggup untuk melakukan apa saja demi mewujudkan harapan-harapan kami di masa depan, tetapi aku merasa tidak bisa meninggalkan agama kristen sebab jika aku melakukan hal tersebut siapakah aku yg tahan berdiri menghadapi geram-Nya, dan siapakah aku yg tahan tegak terhadap murka-Nya yg bernyala-nyala? Menurut Perjanjian Lama, Tuhan itu Allah yg cemburu dan pembalas, Tuhan itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. Tuhan itu pembalas kepada para lawan-Nya. Dan pendendam kepada para musuh-Nya.

Dengan nada kesal lantas ia berkata: "Pernahkah km menyadari, bahwa sedari dulu km tidak pernah di selamatkan, karena keimananmu pada-Nya di bangun dengan kebencian. Benci yg melihat ke bawah adalah menghina (memandang rendah), benci pada yg sederajat adalah marah dan angkuh, mengagungkan diri. Dan terakhir, benci yg melihat keatas adalah takut. Ya... Km takut pada Tuhan. Jika km beriman pada-Nya hanya karena rasa takut sesungguhnya km sedang membenci-Nya! Tidaklah begitu caranya, kekudusan Tuhan itu untuk dicintai, sehingga dengan demikian kita akan senantiasa ingin mendekatkan diri pada-Nya dengan rasa nyaman". Saat itu aku hanya diam dan tidak bicara apa, di satu sisi aku merasa di tampar oleh kata-kata tersebut dan disisi lain aku juga kagum akan pemikiran yg ia miliki.

Sebagai orang yg paling dekat dan mengerti aku, hanya dengan krisna seorang aku berbagi dalam suka maupun duka, menumpahkan kesedihan dan lain sebagainya. Memahamiku dalam banyak hal, melebihi diriku sendiri. Pola pikir yg kritis, pribadinya yg baik dan cukup bijak dalam memberikan solusi membuatku ingin selalu mendiskusikan beberapa hal, entah yg menyangkut tentang kehidupan pribadi maupun agama. Ketika itu, aku mengeluh psimis, bahwasanya cobaan hidupku sangat berat, aku di belunggu oleh masalah-masalah yg sangat pelik. Konon, Tuhan tidak akan memberikan cobaan melampaui kemampuan umatnya, tetapi apa yg aku alami hampir membuat putus asa. Aku harus bagaimana?

Krisna: Bila aku harus membagi pemikiran denganmu, yg harus km lakukan adalah mengubah pola pikirmu. Mengapa?
Menurutku, pernyataanmu tentang hidup adalah cobaan sungguh tidak mendasar. Apakah Tuhan tidak punya kerjaan sehingga menguji coba ciptaan-Nya hanya untuk memuaskan rasa ingin tau-Nya? Bukankah Tuhan sudah pasti maha tau? Dalam kesadaran yg murni, coba km renungkan atas dasar apa Tuhan mencoba umat-Nya?

Kenyataan hidup yg km hadapi, baik dan buruk adalah hasil dari karma/perbuatanmu sendiri. Dari perspektif agamaku, tidak ada kemujuran merupakan suatu kebetulan, dan tidak ada nasib buruk sebagai takdir-Nya. Apapun yg km alami merupakan phala/hasil dari tindakanmu semata. Dengan meyakini hukum karmaphala, berarti km telah menjadi pribadi yg berjiwa ksatria/ksatriani, berani berbuat berani pula untuk bertanggung jawab. Dan camkan dengan baik, seseorang yg berjiwa ksatria/ksatriani tidak butuh pengampunan dosa, terlebih dengan melimpahkan asubha karma/hasil perbuatan buruk pada sosok yg km sebut sebagai penyelamat.

May: Mengapa km sangat percaya diri dan begitu berani? Apakah km tidak pernah berpikir bahwa perbandingan ini akan menyakiti hatiku dan mempengaruhi hubungan diantara kita?
Krisna: Itu karena diskusi ini memaksaku untuk berkata jujur. Aku paham betul dengan apa yg aku katakan, tapi kemudian apakah km berjalan dari hati yg murni atau dari sikap fanatisme buta?
May: Apa hanya agamamu yg paling benar?
Krisna: Kebenaran yg hakiki harusnya tidak di belenggu oleh suatu apapun, mengapa km berpikir seperti itu?

May: Lantas apakah yg aku alami merupakan karma/perbuatanku sendiri?
Krisna: Ya... Tentu.
May: Tetapi aku merasa tidak pernah membuat kesalahan sebagaimana akibat yg telah aku terima.
Krisna:Itu hanya perasaanmu saja, menurutku dalam kehidupan ini km telah membuat "kesalahan". Pertama, km pindah agama dengan tidak mempelajarinya terlebih dahulu, km hanya di suguhi "pemanis" belaka. Jika ingin mengenali suatu agama pelajarilah kitab sucinya kemudian telaah dengan logika, juga rasa. Dan yg kedua, km dianggap sebagai anak angkat tetapi tidak mengadakan pendekatan ke mama, dan oma serta keluarga besar papamu.

Suatu hari aku menghadiri kebhaktian di gereja yg selama ini menjadi tempat bagiku memanjatkan doa. Semua berjalan sebagaimana biasa, usai doa pendeta berkotbah bahwa merupakan kewajiban bagi pengikut Kristus untuk mewartakan agama kristen. Sepulangnya dari gereja, aku menemui Krisna dengan mendiskusikan hal tersebut. Ia berkata: "Dengan dalil bahwa di dunia tidak ada seorangpun yg Tuhan telah pilih untuk menyelamatkan umat manusia; keselamatan hanya ditemukan melalui Dia (Yesus), membuat agama kristen semakin haus dan lapar serta penuh ambisi."

Saat itu aku merasa bahwa apa yg ia katakan adalah benar, bahkan mungkin tanpa aku sadari dahulu aku merupakan target yg papa bidik? Di dalam gereja merupakan pemandangan yg sudah lazim kujumpai orang Hindu Bali pindah agama. Kadang, beberapa dari mereka ada yg kerasukan, teriak-teriak, menjerit histeris. Orang-orang gereja mengatakan bahwa "setan" nya orang Bali sedang dikeluarkan. Dalam diskusi berikutnya krisna mengatakan: Di dalam Hindu, tidak mengenal istilah setan atau iblis, yg berarti eksistensi sesuatu yg "anti Tuhan", bergerak dan bekerja melawan Tuhan. Jika Tuhan tidak ada dalam diri Setan dan Iblis atau bahkan tempat yg dianggap maksiat sekalipun tentu Dia tidak pantas di sebut sebagai Yang Maha Besar. Dalam mitologi hindu terdapat makhluk kegelapan yg disebut Asura, namun merekapun tunduk pada kekuatan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewi Kali.

Pada minggu-minggu berikutnya tiba-tiba saja aku merasa malas untuk datang ke gereja dan lebih memilih untuk menghabiskan waktuku yg terbatas bersama pujaan hati, selain dapat melampiaskan kerinduan, hubunganku dengannya telah menumbuhkan minatku pada agama hindu untuk belajar lebih intensif. Kami sering mendiskusikan konsep ketuhanan khususnya agama-agama yg pernah aku imani sebelumnya dengan konsep ketuhanan didalam hindu.

Krisna: Menurut logikamu dan agama yg km imani dimanakah Tuhan berada?
May:Menurutku Tuhan ada dalam setiap hati insani, dan sejauh yg kutau Allah bertempat di sorga. Lantas bagaimana menurutmu dan agamamu?
Krisna:Baiklah, kita akan bahas satu persatu, yg pertamana "Tuhan ada didalam diri setiap insani" dan yg kedua "Allah bertempat di sorga". Dari pernyataanmu itu tibul sebuah pertanyaan dalam benakku, apakah Dia hanya ada didalam diri manusia saja? Aku meyakini bahwa Tuhan Maha Besar, jadi keberadaan-Nya tidak dapat disangsikan. Jika Dia ada dalam dirimu, maka sudah pasti Dia juga ada diluar dirimu, dalam diri orang lain, setiap makhluk dan semua ciptaan-Nya. Dia ada dimana-mana.
May: Baiklah, aku paham sekarang. Lantas apakah Dia juga ada dalam bentuk sesuatu yg dianggap najis?
Krisna:Sudah tentu sayang, apa keberatannya Tuhan untuk berada dalam tubuh anjing, babi, atau bahkan kotoran sekalipun? Tuhan didalam agama hindu dapat dianalogikan seperti matahari. Ia tidak menjadi lebih terang dengan menyinari tempat yg dianggap suci oleh manusia, dan kemudian tidak menjadi lebih redup dengan menyinari kotoran, matahari tetap meninari dengan cahaya yg sama. Matahari tidak terkontaminasi oleh benda didunia.
May: Lantas apakah Tuhan ada dalam kotoran? Hehehe... (aku tertawa kecil).
Krisna: Ya. Dengan tegas aku katakan Dia ada! Hanya saja kita merasa gelisah dengan persepsi tersebut karena perasaan cinta yg senantiasa ingin memuliakan Dia pada tempat yg istimewa.

Dan seiring berjalannya waktu, melalui bimbingannya aku juga mulai mempraktekkan ajaran agama hindu seperti meditasi yg dalam bahasa sansekerta padanan istilah ini adalah Dhyana, yakni memusatkan perhatian dengan terus menerus pada sesuatu yg dijadikan objek meditasi. Ketika itu aku merasa tertarik melihat image Dewi Kali yg kujumpai dalam folder notebooknya. Beberapa hari kemudian, aku bermimpi di datangi oleh sosok yg sungguh sangat menyeramkan, berpakaian serba putih dengan rambut urak-urakan, sekilas dalam ingatanku sosoknya sedikit menyerupai Dewi Kali.

Kutanyakan pada Krisna prihal mimpiku tersebut dengan jujur dia mengatakan, "Meski sejak lahir aku sudah memeluk agama hindu dan setelah mengalami proses pendewasaan diri memulai praktek spiritual tapi aku tidak terlalu maju, jadi aku tidak tau prihal mimpimu itu. Tetapi mungkin saja sosok yg hadir dalam mimpimu itu adalah Dia, Bunda Kali, sebagai reaksi dari Dhyana yg telah km lakukan. Km adalah bhakta-Nya, dan Beliau pasti akan menemuimu dalam banyak cara dan juga rupa-Nya.

Kami berdua sangat jarang bertatap muka, walaupun demikian komunikasi antara kami tidak pernah putus, entah melalui telp, sms dan facebook. Suatu hari usai chatting aku lupa log out dan delete semua isi percakapan diantara kami, celakanya pada saat yg sama papa memeriksa laptop dan terbongkarlah semua rahasiaku. Papa sangat marah, dan saking emosinya ia melempar handphoneku ke tembok hingga menjadi beberapa bagian, laptop dan semua alat komunikasi di sita. Tidak hanya sebatas itu, papa juga melarangku bepergian, tetapi jika harus, aku diantar papa atau sopir pribadinya. Setelah sekian hari aku menghilang tanpa jejak dan tidak memberi kabar pada krisna, akhirnya aku mencuri-curi waktu, saat papa sedang tertidur aku mengambil handphonenya dan sms krisna untuk menceritakan semuanya.

Selama masa pengasingan papa memintaku untuk melupakan krisna, terlebih setelah membaca status-statusnya yg kontroversial dalam mengkritisi agama-agama yg tidak sesuai dengan persepsi pribadinya sehingga sering membuat gaduh. Dan ternyata papa sudah merasa ada yg berbeda dengan diriku selama beberapa bulan terakhir, karena aku mulai berani melawan (baca: membela diri) yg sering mengundang perdebatan diantara kami atau paling tidak bersikap acuh. Tidak hanya itu, papa juga berusaha menanamkan opini buruk tentang orang bali yg pada umumnya sering mabuk-mabukkan, berjudi, dan tentu saja menilai agama hindu dari perspektif agama kristen. Hampir selama dua bulan papa berusaha keras untuk mempengaruhi aku, dan tentu saja mempertanyakan keimananku pada agama kristen yg sesungguhnya pada saat itu hanya mengambang, belum memudar. Karena memilih jalur aman maka aku hanya diam saja tanpa sepatah kata.

Papa mungkin begitu sangat menyayangiku, namun ia kurang begitu paham bagaimana cara mendidik anak. Cinta dan kasih sayangnya justru merupakan penjara bagiku, dan ini sudah aku rasakan sekian tahun lamanya jauh sebelum mengenal krisna. Semakin aku di kekang semakin pula aku memberontak, terlebih jika aku memutuskan untuk pergi dari rumah aku sudah mempunyai tujuan. Maka, atas pertimbangan tersebut, aku menghubungi krisna melalui handphone mbak Cantika untuk membantuku kabur dari rumah papa dengan membuat sebuah kesepakatan. Tanpa sepengetahuan siapapun, setiap subuh aku mengemas pakaian sedikit demi sedikit untuk aku taruh di tempat sampah depan rumah pada pukul 05:00 tepat. Selang beberapa menit, krisna datang dan mengambil barang-barang yg telah aku letakkan.

Beberapa hari tepat sebelum meninggalkan rumah, aku mengalami konflik batin. Di satu sisi aku merasa berat hati meninggalkan rumah tersebut, terlebih papa yg selama beberapa tahun ini telah menjadi orang tua angkatku, menjaga dan melindungi aku. Namun disisi lain, aku juga sudah tidak kuat atas perlakuannya yg diktator dan semakin jauh dari arti cinta yg sesungguhnya. Tetapi kemudian aku berkesimpulan bahwa semua yg aku cari ada pada krisna yg menjadi tujuan hidup dan masa depanku.

Pada tanggal 07/09/2011 aku dapat meloloskan diri tanpa sepengetahuan siapapun untuk kemudian memulai hidup baru. Senang tentu saja, tetapi aku juga tidak dapat menafikan kesedihan bila hubunganku dengan papa harus berakhir seperti ini. Walau bagaimanapun papa berjasa banyak hal dalam menopang hidupku yg pada kesempatan ini tidak dapat aku sebutkan secara mendetail. Melalui akun facebookku yg baru beliau sempat berkali membujukku untuk kembali pulang dengan cara mengiming-imingiku cincin berlian, Samsung Galaxi yg ketika itu sangat aku inginkan, pergi berlibur ke Thailand, namun aku menolakknya. Mungkin kedepannya secara finansial aku mengalami kemerosotan, merubah beberapa pola hidup mewah dan lain sebagainya. Tetapi bagiku kebahagiaan tidak dapat di ukur dengan materi, cinta dan kasih sayang yg tumbuh dari hati merupakan kekayaan yg tiada terkira dan merupakan kebahagiaan sejati pada siapa saja yg menerimanya.

Setelah terputusnya hubunganku dengan papa, aku bekerja di sebuah travel untuk menunjang kebutuhan hidup.Namun entah mengapa, dalam seminggu aku hampir dua sampai tiga kali jatuh sakit yg berlangsung hampir selama dua bulan. Selain berobat ke dokter dan pergi ke pengobatan traditional sambil terus memotivasi diri untuk bangkit, krisna menyarankanku untuk lebih mendekatkan diri pada Dewi Kali, sebagai penguasa kegelapan yg mampu melenyapkan kekotoran bathin dan menangkal pengaruh buruk dari luar. Kami juga mengunjungi beberapa pura seperti Jagad Natha dan Uluwatu.

Tanggal 29/01/2012 yg bertepatan dengan hari Penampahan Galungan, krisna mengajakku ikut serta pulang ke kampung halamannya di Singaraja. Memperkenalkanku pada bapak, ibu dan adik-adik serta keluarga besarnya. Tentu saja kehadiranku di sambut dengan hangat, terlebih ibunya yg sangat baik, dan begitu memperhatikanku. Keesokan harinya adalah hari suci Galungan, kami semua menghaturkan bhakti di Sanggah dan Pura Desa. Tidak hanya itu, krisna beserta keluarganya mengajakku nangkil ke Pura Pulaki, dan Pura Melanting. Perbedaan yg paling aku rasakan selama prosesi persembahyangan di pura-pura tersebut dan pada saat aku masih dalam lingkungan gereja adalah, agama merupakan urusan pribadi manusia dan Tuhan dengan berbagai rupa dan nama-Nya. Tidak ada Tuhan eksklusif, tidak ada kotbah maupun anjuran untuk mewartakan agama kepada yg non-hindu, "tidak ada kitab suci" karena semuanya berbicara dengan bahasa hati.

Libur hari raya telah usai, aku dan krisna kembali ke Denpasar untuk menjalani hari sebagaimana biasa. Dan entah mengapa sejak saat itu bahkan hingga cerita ini aku tulis, aku sama sekali tidak pernah jatuh sakit. Sekalipun tidak. Aku sendiri sangat heran, apakah jalan ini merupakan tuntunan karma wasanaku? Dan jika memang iya, lantas mengapa aku terpental begitu jauh ke pulau seberang? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tetap menjadi misteri hingga kini. Melangkah di jalan dharma melalui praktek spiritual ada banyak fenomena yg tidak logis, namun justru disana yg menjadi letak daya tariknya untuk terus melakukan praktek dan kemudian dianalisa. Bukan hanya melafalkan ayat-ayat dalam kitab suci hingga mulut berbusa-busa dan mengeringnya kerongkongan.

Selama di Denpasar krisna tidak pernah menyuruhku untuk sembahyang Tri Sandhya, menurutnya tidak ada yg wajib selain kesadaran dari umat itu sendiri. Yg Ia tekankan sangatlah fleksibel yakni berkarma sesuai dharma. Dan atas dasar itu juga setiap pagi sebelum berangkat ke kantor aku selalu meluangkan waktu untuk menyalakan dupa dan mempersembahkan sebuah canang di Pelinggih yg terletak persis didepan kamarku.

Hingga suatu hari beberapa teman kantorku mengatakan bahwa sesungguhnya aku tidak boleh sembahyang ke pura jika belum sah memeluk agama Hindu, terlebih bersembahyang ke Sanggahnya krisna, karena yg berstana disana bukanlah Leluhurku, jadi sembah sujudku tidak diterima. Aku sedih sekali, dan mengadu pada krisna, menurutnya teman-teman kantorku tersebut orang yg masih awam akan agama jadi jangan di hiraukan. Karena tidak puas atas jawaban yg ia berikan aku online melalui akun facebookku dan posting di Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara yg sebelumnya sudah di invite oleh krisna, mempertanyakan prihal tersebut. Setelah banyak yg comment yg di antaranya adalah pinisepuh group tersebut, sebut saja bapak Nengah Sudana yg mengirim inbox padaku bahwa ia sedang mendiskusikan rencana upacara Sudi Wadani untukku bersama bapak Kantha Adnyana.

Jika memang melangkah di jalan dharma merupakan tujuanku, tentu aku sangat senang dengan usul yg diajukan. Lalu aku merenungi semuanya dengan penuh tanya, apakah aku sudah benar-benar yakin? Tiba-tiba ingatanku tertuju pada apa yg pernah di katakan krisna, bahwa di dalam tubuh Sanathana Dharma terdapat beberapa konsep ketuhanan seperti panteisme dan monoteisme, atau bahkan ateisme. Karena itulah seorang umat di berikan keleluasan untuk memuja-Nya sesuai dengan keinginginan. Karena ingin beragama dengan "benar" dan tidak mau "salah" dalam menentukan pilihan untuk kesekian kalinya aku mulai mencari tau apa saja yg berhubungan dengan agama hindu di google. Sambil sesekali intospeksi diri, mencari tau, dimana letak "kenyamanan dan potensiku" yg sesungguhnya.

Akhirnya melalui studi banding yg aku lakukan sendiri dan juga penjelasan-penjelasan yg aku dapat dari krisna seorang, aku mengambil beberapa kesimpulan yg diantaranya adalah, untuk menjadi seorang kristen yg menjunjung tinggi cinta kasih berarti juga menjadi hindu, tetapi untuk diakui menjadi anak dari yg abadi/Tuhan (amritasya putrah), tidak bisa menjadi kristen. Karena dalam kristen Yesus Kristus merupakan satu-satunya anak Tuhan yg kemudian mengembalakan domba-domba. Menyebut seorang manusia sebagai domba entah dalam arti yg sesungguhnya atau kiasan di dalam hindu justru merupakan penghinaan di dalam hindu. Dan jika kita berbicara tentang konsep monoteisme, tidaklah berarti sama seperti konsep monoteistik lainnya, Tuhan monoteisme dalam hindu tidak angkuh dan bersikukuh dengan sebutan sebuah nama saja, karena di dalam hindu orang-orang bijak menyebut-Nya dengan bayak nama. Dll...

Setelah puas dengan pemahamanku sendiri, aku mengutarakan keinginanku untuk di Sudi Wadani kepada krisna. Walau dia sangat antusias tetapi dalam beberapa kesempatan yg berbeda ia berkali-kali mempertanyakan keseriusanku. Krisna, dan yg lainnya atau siapapun juga boleh tidak percaya, itu haknya dan mereka. Meminjam kalimat yg ia pernah katakan padaku, "seekor singa walau di penggal kepalanya ia tak kan pernah mau makan rumput, begitulah kesetiaan".

Beberapa hari kemudian krisna mendapat sms dari bapak Nyoman Suharta bahwa upacara Sudi Wadani untukku telah di tentukan pada hari minggu 26/02/2012 di pura Besakih. Aku senang sekali karena semua kebutuhan upakara telah di siapkan, sehingga aku tidak di beratkan dengan biaya sepeserpun. FDJHN merupakan sebuah organisasi yg tidak hanya bergerak dalam bidang agama, namun juga kemanusiaan. Keberadaannya tidak hanya sekedar eksis di dunia maya menghabiskan banyak waktu hanya untuk diskusi, tetapi juga memberi kontribusi langsung dalam memajukan umat dari segi tattwa dan upakara seperti memberikan buku, pelinggih, dan semua yg dibutuhkan umat. Uniknya lagi, jika mereka mengadakan upacara Sudi Wadani bukanlah karena merasa menjadi "tangan-tangan Tuhan" yg harus mewartakan agama yg di wahyukan dan kemudian meng-konversi orang yg sudah beragama dalam keadaan bingung. Tetapi umat yg berjalan dengan keyakinan yg menuntut pengakuanlah yg menemukan mereka. Ya... Seperti diriku ini contohnya.

Pada hari yg telah di tentukan dan aku sepakati, pukul 06:00 pagi aku dan krisna menuju kantor sekertariat untuk berkumpul dengan member yg lainnya dan kemudian menuju pura Besakih yg kami tempuh selama satu jam lebih. Sampainya di Besakih, sambil menunggu Ida Pandita mempersiapkan semuanya, aku dan krisna duduk di pinggir sebuah bale, kemudian ada seseorang yg menghampiri, beliau juga merupakan salah satu member FDJHN yg belakangan aku ketahui namanya bapak Arjaya STP. Tiba-tiba saja beliau berkata dengan spontan bahwa aku disenangi oleh Bathara yg melinggih di pura Melanting. Dalam hati aku heran, kami tidak saling kenal dan tidak pernah bertemu sebelumnya mengungkapkan sebuah "kebenaran". Kebenarannya adalah sejak saat aku nangkil ke pura Melanting - Pulaki aku sehat-sehat saja dan tidak sakit-sakitan lagi. Ingin rasanya berbincang lebih banyak dan jelas, tetapi kemudian aku di panggil untuk segera melaksanakan upacara Sudi Wadani.

Semua berlangsung sebagaimana yg telah di rencanakan, upacara Sudi Wadani berjalan lancar. Namun ketika hendak bersembahyang bersama member lainnya yg turut hadir, tiba-tiba hujan turun deras sekali, aku dan krisna sama sekali tidak bergeming meski harus basak kuyup, krisna meyakinkanku dengan berkata "hari ini km mendapat restu yg berlimpah, langitpun memerciki km dengan tirta". Dan setelah itu, aku lantas memohon ijin pada bapak Kantha untuk sembahyang ke Pedharman bersama krisna.

Aku merasa senang juga bahagia, dan istimewa karena "terlahir" di pura Besakih, merasa terhormat karena upacara Sudi Wadaniku di pimpin oleh seorang Ida Pandita Mpu, yg setelah semuanya selesai dengan kemurahan dan kerendahan hatinya beliau bersedia untuk berfoto bersama denganku. Beliau juga sempat memberikanku kartu nama sebagai sebuah isyarat untukku mengunjunginya ke Geria dikemudian hari, tak ada petuah apapaun, beliau hanya mengatakan, "sekarang km adalah anak angkatku". Betapa bahagianya diriku...

Setelah semuanya ini, hari-hariku berjalan seperti biasa, berkarma dan berdoa dijalan dharma. Hubunganku dengan krisna semakin jelas, dan tidak ada kendala yg berarti untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kehidupan spiritualku juga masih terus di berkahi restu seperti yg aku alami beberapa hari yg lalu di pura Jagad Natha saat bulan purnama.

OM KRIM KALYAI NAMAH _/\_

Penulis @Mayshia Angel
Read More...