OM Swastyastu,
--- Ya Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan perlindungan ---
A. Kasus
--- Ya Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan perlindungan ---
A. Kasus
Sering sekali kita mendengar
mengenai Archa atau pratima yang merupakan hal yang biasa dalam
kegiatan keagamaan Hindu, terutama dalam upacara pujawali, melasti dan
abhisekha atau pasupati (melaspas). Dalam khazanah ritual,
agama Hindu memiliki keistimewaan tersendiri bila dibandingkan dengan
agama lainnya terutama agama barat. Agama Hindu bila dilihat secara
kasat mata maka pandangan yang akan diterima sangatlah rumit dan
irrasional. Mengapa hal ini terjadi? Dikarenakan kita tidak mengetahui
makna dibalik kegiatan agama Hindu tersebut. Sangat banyak tidak
hanya opini dari agama non-Hindu namun juga umat Hindu sendiri yang
banyak terjebak pada pemahaman secara agama sastra atau sabda suci.
Hal ini wajar terjadi, bisa dikarenakan kurangnya pendistribusian buku
agama, hegemoni agama, penyuluhan dan pembinaaan yang kurang atau
bahkan karena guru agama atau tokoh agama yang berkecimpung di dalam
permasalahan agama tidak` memahaminya. Sehingga memiliki makna yang
tidak jelas atau nisbi mengenai hal tersebut.
Atau dikarenakan
hegemoni agama, dikarenakan sebagai minoritas maka kita mengikuti
bahkan menyamakan konsep yang ada sehingga menghilangkan sesuatu yang
ada di agama kita. Semua agama berbeda dan mata dunia melihat dengan
berbagai perspektif baik secara holistik, parsial maupun abstrak.
Dalam kasus ini penulis ingin mengangkat sebuah kasus yang selalu
ditemukan dimana saja ketika kita pergi ke sebuah pura atau mandir
juga kuil suci Hindu. Ada banyak perspektif atau sudut pandang yang
diterima oleh banyak umat Hindu saat ini. Penulis ingin membahas
mengenai Archa yang merupakan sesuatu yang terpenting dalam pemujaan
dalam agama Hindu karena berkaitan dengan keyakinan dan penghayatan
beragama.
Ketika penulis datang ke sebuah pura di
Rawamangun, penulis menemukan dua orang berbincang-bincang mengenai
Archa didalam pura tersebut. Menurut penulis, tema perbincangan tersebut
sering dibicarakan, katakanlah nama mereka Made dan Nyoman.
Perbincangan mereka sangatlah menarik karena berkaitan dengan bagaimana
mereka menginterpretasikan Archa sesuai dengan pemahamannya. Made
memiliki pemahaman bahwa Archa Dewi Saraswati hanyalah sekedar media
konsentrasi, agar kita dapat memusatkan pikiran yang selalu liar agar
terikat pada satu objek citra suci, yang memang diciptakan oleh manusia
untuk itu. Namun berbeda dengan Nyoman, ia memiliki pemahaman bahwa
Archa hanyalah sebuah simbol dan berbeda dengan Tuhan yang sulit
dipikirkan dan dilukiskan karena beliau tidak memiliki bentuk.
Mereka
membahas dan berdiskusi mengenai hal ini melalui interpretasi
pikirannya sendiri. Begitu juga paradigma yang berkembang yang memiliki
makna yang sama dengan burung garuda ataupun bendera kebangsaan
dengan Archa Tuhan. Begitu juga penafsiran mengenai perbedaan antara
foto sang ayah dengan ayah sendiri. lnterpretasi atau pemberian makna
kepada Archa sangatlah diberikan kebebasan dalam memaknai sesuatu
namun bila sesuatu tersebut berkaitan dengan apa yang disebut sebagai
tujuan umat manusia yaitu Tuhan, kita hendaknya merunut pada pandangan
sastra Veda yang merupakan sabda suci dari Tuhan.
Tampaknya kita
sebagai pemerhati dan calon pengajar agama Hindu dan akan terlibat
dengan berbagai kasus masyarakat membahas mengenai “Pemujaan Archa”
dalam masyarakat Hindu. Ini benar-benar suatu fenomena yang dapat
memberikan kejelasan pada kasus tersebut, karena pemujaan terhadap
Archa adalah bentuk praktik rohani yang banyak digemakan bahkan
disalah mengerti baik oleh umat non-Hindu bahkan umat Hindu sendiri.
Keadaan demikian sangatlah menyedihkan karena adalah orang-orang Hindu
sendiri yang akan menjelaskan dengan baik, tepat dan benar praktik
keagamaan yang telah menjadi bagian integral dalam masyarakat Hindu
sejak jaman yang tak mampu diingat lagi. Tentunya penjelasan tersebut
harus dimengerti sebagaimana seharusnya sehingga tidak memiliki suatu
pandangan yang abstrak sehingga dapat memberikan dampak yang fatal
bagi umat, bukan menurut pengertian terbatas dari paham-paham
non-Hindu yang justru telah dilampaui oleh Maharsi atau Acharya.
Dengan
demikian kita harus memiliki pandangan yang sejalur dengan mereka
yang memiliki pengetahuan yang sempuma dalam praktik ini, bukan dari
mereka yang memiliki pengetahuan parsial bahkan dari mereka yang
sedari mula tidak menerima bentuk pemujaan Archa seperti umumnya
pengikut agama Abrahamik. Sebelum memulainya maka kita perlu tahu
bahwa apa yang dikatakan sebagai “patung Hindu” atau “berhala Hindu”
oleh mereka yang tidak mengetahui apa yang dijelaskan menurut sastra
suci Hindu,Veda. Bahkan istilah-istilah yang digunakan sudah
menjelaskan hal ini dalam bahasa sanskerta, kita memiliki terminologi
yang kaya akan menyebutkan suatu ikon atau benda yang disucikan.
· Murti, yang memiliki pengertian sebagai wujud atau pengejawantahan sesuatu pada benda.
· Vigruha, sama dengan stana atau lingga dari Tuhan dan prabhawa-Nya.
· Pratima, keserupaan.
· Rupam, bentuk.
· Archa, pusat dari aktivitas pemujaan yaitu Tuhan sendiri dan dapat berarti sebagai tujuan dari pemujaan.
Selanjutnya
untuk mengetahui hal ini kita juga harus memahami mengenai pramana
atau dasar pembuktian dari kasus ini. ketika kita menjelaskan suatu
praktik dalam agama Hindu, maka kita harus menggunakan sastra yang
menjadi acuan. Adalah sastra-sastra agama yang akan menguraikan
kehidupan ritualistik sehari-hari sehingga tidak ada sudut pandang “nak mulo keto
atau dari dulu sudah demikian”. Dalam pustaka suci pula menjelaskan
secara prosedural dari kegiatan keagamaan Hindu yang menggunakan
berbagai sarana baik dilakukan dipura dan kuil bahkan dirumah.
B. Apa Yang Dikatakan Agama Sastra Tentang Archa?
Menurut
ajaran-ajaran dari pustaka Agama, Sang Ada Tertinggi atau Tuhan
berada dibalik semua konsep duniawi, melampaui semua yang dikonsepkan
dan bersifat mutlak. Tuhan berada diluar jangkauan pikiran manusia.
Namun oleh belas kasih Tuhan Yang Tak Terbatas dan Kekuatan RohaniNya
yang tak dapat dipahami, Tuhan memanifestasikan, mewujudkan,
menampilkan Diri—Nya dalam citra suci yang dibentuk melalui
aturan—aturan yang ketat dan sesuai dengan sastra suci,
dikonsentrasikan dan dipuja sesuai prosedur ritual agama Hindu
tersebut. Di dalam konsep ketuhanan Hindu dapat dipahami melalui 5
konsep yaitu:
1. Para, bentuk tertinggi atau transenden dari Tuhan beserta kemuliaannya yang tak terbatas.
2. Vyuha, bentuk ekspansi atau periuasan dari Tuhan, contohnya Vasudeva, Sankarsana, Pradyumma, Aniruddha.
3. Vaibhava, perwujudan Tuhan sebagai awatara—awatara yang memiliki misi untuk menegakan dharma.
4. Antaryami, Tuhan bersemayam dan meresapi segala ciptaan-Nya, sebagai objek meditasi.
5. Archa, Tuhan memasuki substansi yang menjadi objek pemujaan.
Dari
konsep diatas jelas walaupun Tuhan Transenden, tak terpikirkan dan
terlukiskan, namun Tuhan dapat distanakan didalam Archa atau Pratima
untuk menerima pengabdian suci dari penyembah-Nya dan menganugerahkan
mereka anugerah. Citra suci merupakan manifestasi sebagai Tuhan di bumi
yang merupakan objek dan titik pusat pemujaan yang sungguh—sungguh
hadir dihadapan para penyembah. Bagaimana kita dapat memahami doktrin
kebenaran tersebut? Pertama, Tuhan Hindu adalah Maha Ada, Meresapi
Segalanya, Maha Tahu dan Maha Sakti (Omnipresent, Omniscient dan Omnipotent).
Tidak ada sesuatu apapun di dunia ini yang melebihi kekuatan Beliau.
Pada saat Citra suci dikonsekrasikan atau di Abhisheka atau prana
pratistha (dipasupati) dengan mengikuti aturan yang ada pada sastra
dengan tepat dan benar, Tuhan dimohonkan hadir dalam Archa tersebut.
Kedua, Tuhan merupakan saksi bathin yang mengetahui semua pikiran dan
hati nurani manusia dan Tuhan pastilah akan membalas perasaan cinta
kasih manusia kepada-Nya. Hubungan antara pemuja dan yang dipuja
berlangsung dengan berbalas-balasan bukan hanya satu ‘arah. Dengan
memperhatikan hal ini maka dengan sebagian kecil dari kekuatan—Nya yang
tak terbatas. Konsep aiaran ini dengan demikian merupakan suatu
revelasi unik yang tiada duanya dan dimiliki secara khusus sampai saat
ini hanya oleh masyarakat Hindu. Contohnya pada waktu upacara
pujawali, melasti, abhiseka atau prana pratistha (pasupati).
C. Memahami Perumpamaan Secara Jelas Dan Benar
Archa
tidak hanya memiliki makna simbolis, yang memiliki makna suci atau
sakral untuk pemujaan akan tetapi Archa adalah wujud Tuhan sendiri di
Bumi. Ada beberapa interpretasi seseorang terhadap Archa yang sehingga
memiliki multi tafsir yang dapat menyebabkan makna yang keliru
terhadap pemaknaan Archa. Contohnya, Archa merupakan suatu bentuk yang
dipikirkan oleh seseorang sebagai media pemujaan, seperti halnya
bendera kebangsaan yang harus dihormati.
Dengan menganggap bahwa
Archa hanya sekedar symbol dan itu berbeda dengan Tuhan Yang Tak
Terpikirkan dan Terlukiskan. Dan berpikir bahwa semua bangsa di dunia
ini mencintai dan mengahayati bangsanya, tetapi cobalah bertanya,
bagaimana wajah bangsanya? Tidak seorangpun dapat menggambarkannya
Karena itulah membuat symbol sebagai representasi bangsanya yang besar.
Pemahaman seperti ini sesungguhnya haruslah diluruskan dengan mengacu
pada sastra yang ada yaitu: Bhagavata Purana 10.40.7 “Yajanti tvam maya vai bahu murtyeka murtikam,
meskipun Tuhan mewujudkan diri dalam berbagai macam rupa dan bentuk,
tetapi Ada tetap satu tiada dua, dan kami hanya menyembah diri-Mu saja”.
Juga dalam Bhagavad Gita 4.6 “ajo pisan avyayatma bhutanam isvaro pisan, prakrtiim svam adhistanaya sambhavamy atma mayaya——walaupun
Aku tidak dilahirkan, abadi dan penguasa segala makhluk, namun dengan
menundukan prakrti-Ku sendiri, Aku mewujudkan diri-Ku melalui
kekuatan maya-Ku” dan Bhagavad Gita 4.9 ‘janma karma ea me divyam,
kelahiran dan kegiatan-Ku sepenuhnya adalah rohani”. Maka jelas Tuhan
memiliki wujud rohani yang tidak dapat dibayangkan, dipikirkan bahkan
dilukiskan, namun hanya melalui kehendak Beliau seseorang dapat
melihat wujud rohani Tuhan walaupun hanya sebagian dari kemuliaan dan
kebesaran-Nya sesuai kemampuan seseorang yang ditunjang bhakti yang
murni. Seperti Arjuna., Narada Muni, Vyasaveda dan acharya lainnya.
Dalam pembuatan Archa pun digunakan bahan-bahan yang dibenarkan oleh sastra, yaitu:
1. Arca terbuat dari kayu.
2. Arca terbuat dari logam (emas, perak, tembaga, dsb).
3. Arca terbuat dari tanah lihat.
4. Arca terbuat dari kain dan cat.
5. Arca terbuat dari pasir.
6. Arca terbuat dari batu.
7. Arca terbuat dari permata, dan
8. Arca yang di-bayangkan dalam pikiran (Bhagavata Purana 11.27.12).
Masalahya
adalah bila perumpamaan bendera atau burung garuda disamakan dan
dijadikan tolak ukur untuk jawaban seperti itu sangatlah dapat
memberikan makna yang kering sehingga rasa bhakti dan keyakinan pun
kering, sehingga memaknai Archa hanya sebagai media kosentrasi atau
simbol seperti bendera.
Mengenai pemikiran bahwa Tuhan tidak dapat
diwujudkan atau tidak memiliki wujud dan tidak dapat digambarkan,
maka hal ini bertentangan dengan kebesaran Tuhan Yang Maha Sempurna
(Isha Upanisad, mantra pembuka juga Bhagavad Gita 10.10). Wujud Tuhan
dalam Archa bukan dibentuk 0leh sesuai angan-angan pikiran si pembuat,
akan tetapi wujud tersebut ada dalam relung hati para Maharsi dan
Acharya atau Alwar yang telah mengalami anubhavam (mengalami secara
lansung menyatakan kesetujuan untuk memperlihatkan diri-Nya) seperti,
Godai Devi, Haridasa Thakura, Narsi Mehta, Tulsidas, Appaya Diksitar,
Kanaka Dasa dan lainnya. Murti sama dengan Tuhan, karena merupakan
wahana ekspresi dari mantra Chaitanya yang merupakan Dewata (Sivananda
Svami, 2003).
Umat Hindu yang mematuhi aturan-aturan Veda dan
Agama dilarang keras untuk mengimajinasikan, menghayalkan, atau
membuat sesuatu untuk kemudian dipuja tanpa mengikuti aturan atau
prosedural sabda suci Veda. Diatas itu semua Tuhan sendiri telah
menurunkan svayam-murti, citra suci yang tidak dibentuk oleh makhluk
fana apapun, diberbagai tanah suci Hindu. Semua rupa dengan berbagai
posisi, duduk, berdiri, berbaring telah diwujudkan oleh Tuhan sendiri
sebagai model untuk pembentukan murti-murti berikutnya. Bahkan Tuhan
juga hadir dalam wujud yang penuh dengan satyam, sivam dan sundaram.
Seperti di Gandaki-sila yang ada di Thirucchalagramam-Nepal,
Daru-Brahman di Jaganatha Puri-Orissa, Sri Rangam dan Srinivasa di
Tirupati serta sebagainya.
Oleh Halfian
Penulis adalah Mahasiswa STAH DN Jakarta
Sumber : https://www.facebook.com/notes/hukum-hindu/reinterpretasi-archa-dalam-pemujaan-agama-hindu/3659OM Shanti Shanti Shanti OM
--- Ya Tuhan, Semoga Damai di Hati, Damai di Dunia, Damai untuk selamanya ---
wah... mantap bro penjelasannya... pemahamanku juga sama tentang archa seperti penjelasan di atas... cuma aku tidak bisa membahasakannya secara teratur dan berurutan seperti di atas...
ReplyDeleteget your love back by black magic specialist
ReplyDelete