Aku lahir dalam keluarga muslim dengan nama Maisah, orang tua dan
masyarakat sekitar (di Lombok) sering memanggilku Aisah. Dapat dikatakan
aku di didik dengan cukup taat khususnya dalam bidang agama, karena
orang tua merupakan seorang Haji dan Hajah yg berarti mereka sudah
pernah hijrah ke tanah suci. Selain itu bapak juga sangat menjaga
citranya di masyarakat sehingga sering terkesan memaksa aku untuk
belajar ngaji, dan mendirikan wajib sholat lima kali sehari. Yg paling
sering membuatku kesal adalah, saat dimana aku sedang tidur dengan lelap
tetapi harus bangun untuk menjalankan sholat subuh pukul 05:00 pagi.
Keadaan ini sangat berbeda dengan bapak, beliau merupakan panutan yg
baik, walau dalam keadaan sakit sekalipun tetap berusaha untuk
menunaikan sholat. Karena hal tersebut aku sering merasa malu dan
berusaha untuk patuh, minimal pada orang tua. Maka kulakukan semua
kewajiban sebagai anak dan beragama Islam sebagaimana mestinya.
Ketika SD aku tidak seperti anak-anak pada umumnya yg sangat rajin, selalu
riang jika tiba saatnya belajar ngaji. Bahkan, pada saat aku duduk
dibangku kelas 5, aku tidak diberikan rapot karena tidak begitu fasih
dalam membaca Al'quran disebabkan aku jarang kepesantren seperti
teman-teman yg lainnya. Guru agamaku sangatlah tegas sehingga akupun
sering kena hukum seperti berdiri di depan kelas dan lari mengelilingi
lapangan atau dijewer. Alhasil bapak menjadi malu karena mendengar
prestasiku yg sangat buruk khususnya dalam bidang agama. Beliau akhirnya
tidak tahan mendengar laporan dari guru agamaku tersebut yg kebetulan
kediamannya tidak terlalu jauh dengan rumah kami dan memutuskan untuk
mengobatiku dengan mengunjungi seorang uztad, darinya aku diberikan air
yg sebelumnya telah didoakan ayat-ayat suci. Tidak hanya itu, bapak juga
membawaku pada seorang dukun. Tetapi dari kesekian usaha yg dilakukan
tidak ada satupun yg membuahkan hasil, aku sama sekali tidak menunjukkan
perubahan.
Gambaran masa kecilku khususnya dalam hal
agama, kubawa hingga beranjak dewasa. Walau merupakan anak pesantren yg
sehari-hari mendapat pendidikan berbasis agama, tetapi aku tidak pernah
begitu benar-benar beriman pada Allah. Jika ada yg bertanya, aku pun
tidak tau mengapa. Mungkin aku memang tidak pantas disebut sebagai
muslimat (seseorang yg tunduk kepada Allah), karena ketidak patuhanku
memang mencerminkan diriku yg sesungguhnya.
Atas
kesadaranku sendiri, aku mulai menganalisa fenomena dalam diri.
Kesulitanku untuk dapat mengatakan (minimal pada diri sendiri) bahwa aku
seorang muslim adalah, bagaimana aku dapat memvisualisasikan Allah
dalam pikiran? Konon, "Allah tidak serupa dengan apapun", sebagai
gantinya Dia dapat dikenali melalui 99 nama/julukan Allah (asma'ul
husna) yang menggambarkan sifat ketuhanan-Nya, ketika itu aku berpikir
bahwa jika ada sifat maka terlebih dahulu harus ada sosok-Nya.
Lantas
mengapa Dia sangat berat hati untuk dapat dikenali melalui
gambar/wujud? Karena tindakan tersebut dapat berujung pada pemujaan
berhala yg justru merupakan penghinaan bagi-Nya? Perbuatan bid'ah dan
mengantarkan kepada kesyirikan? Hingga akhirnya aku berkesimpulan, bahwa
aku memang tidak dapat menerima definisi abstrak sebagaimana konsep
ketuhanan yg terkandung dalam agama Islam.
Mungkin aku
masih terlalu belia untuk memikirkan hal semacam ini, tetapi sebuah
media untuk memusatkan pikiran agar dapat focus juga merupakan kebutuhan
yg signifikan dan tidak memandang usia jika berbicara tentang
ketuhanan. Bagiku, mengosongkan pikiran merupakan sebuah kondisi yg
teramat sangat sulit, bagaimana mungkin manusia dengan segala
keterbatasannya mampu menjangkau Dia yg tidak terbatas? Walau aku
bersikukuh dan mempunyai pendirian yg kuat namun sebagai manusia yg
merasa kecil dihadapan-Nya sudah tentu aku memiliki rasa takut akan
siksa kubur ataupun azab Allah. Konon, Rasulullah bersabda: "Manusia
yang paling pedih siksanya di hari kiamat ialah yang meniru ciptaan
Allah".
Pada tahun 2008 aku memutuskan untuk ke Bali,
inilah yg menjadi awal perjalananku memeluk agama Kristen. Singkat
cerita, aku bekerja sebagai karyawati di Jalan Padma - Kuta, sebuah Art
Shop yg menjual pernak-pernik dari bahan perak. Bosku keturunan Chinese,
beliau berusia 33 tahun, memiliki seorang istri namun belum dikaruniai
seorang anak pun. Kuliah di Sekolah Tinggi Teologi Injil Philadelphia yg
dapat dikatakan cukup agresif dalam menyebarkan agama Kristen, walau
tidak tergabung dalam suatu organisasi tertentu tetapi keinginan untuk
mengkonversi non-kristen begitu terasa di lingkungan pegawai. Seperti
memberikan Alkitab secara cuma-cuma, menganjurkan untuk kegereja,
berkotbah dan lain sebagainya.
Suatu ketika beliau
memberikanku sebuah alkitab (yg hingga kini masih kusimpan), berawal
dari sana beliau pun mulai memperkenalkan agama Kristen.
Ah,
walaupun aku hanya Islam KTP, namun tak pernah sekalipun terlintas
keinginan dalam benakku untuk pindah agama, aku masih ingin terus
menggali dan mencari hal-hal yg belum kuketahui dalam agama Islam.
Kujalani semuanya bagai air, yg tanpa kusadari ternyata aku telah
membuat sebuah keputusan.
Perlahan tapi pasti, beliau
semakin intensif dalam usahanya untuk mengkonversi aku. Beliau
memperkenalkanku pada orang-orang yg bersaksi atas nama Yesus Kristus,
Sang Juru Selamat. Pada umumnya mereka bercerita tentang mukjizat Yesus
dan kedamaian yg telah mereka temukan. Mereka terlihat seperti
orang-orang yg menaruh rasa kasih yg sangat besar padaku dalam usahanya
untuk meyakinkanku bahwa Yesus Kristus merupakan juru selamat
manusia-manusia yg bergelimang dosa. Dan yg paling mengesankan, mereka
juga berceritakan tentang figur Yesus yg baik dan sabar, cinta kasih-Nya
yg teramat besar, melalui kematian-Nya di kayu salib telah menebus
seluruh dosa umat manusia. Wow...
Dalam kesempatan
berikutnya, bos memperkenalkanku pada pak Joko, orang islam yg telah
murtad dan memeluk agama kristen. Beliau adalah orang Solo yg hijrah ke
tanah Bali karena diperlakukan diskriminatif oleh keluarga serta
lingkungannya. Kemudian pak Joko menikah dengan orang Hindu Bali dan
telah dikaruniai dua orang anak. Atas anjuran dari bos, pada hari minggu
pak Joko mengajakku ke gereja dekat bandara Ngrurah Rai, setibanya
disana kami duduk sambil menunggu jemaat yang belum datang. Karena ini
merupakan pertama kalinya aku menghadiri kebhaktian aku tidak tau harus
berbuat apa. Beliau lantas memberikan aku buku panduan dan sempat
mengajariku beberapa doa, salah satu diantaranya adalah doa yg dikenal
cukup ampuh diantara doa-doa yg lainnya. "Bapa kami di surga,
dikuduskanlah nama-Mu; datanglah kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap
hari makanan kami yg secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab
kamipun mengampuni tiap orang yg bersalah kepada kami; dan janganlah
membawa kami kedalam pencobaan. Sebab Engkau yg empunya kerajaan di bumi
dan di surga. Di dalam nama Yesus kami berdoa amin." Adalah sebait doa
dalam kekristenan yg pertama kali kudengar dan kulafalkan.
Satu persatu Jemaat berdatangan dan duduk dalam barisan kursi yg mengahadap
ke altar, semuanya menyanyikan Lagu Pujian dilanjutkan dengan
mendengarkan kotbah prihal Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa. Khotbah
adalah suatu kegiatan dalam mewartakan alkitab secara bertahap dan
berkesinambungan yang dipimpin oleh seorang Pendeta didepan para jemaat.
Dan sebelum doa penutupan, kulihat ada beberapa orang yg membawa
Kantong Persembahan bertugas untuk memungut sedekah dari Jemaat yg hadir
untuk digunakan dalam merenovasi gereja atau membantu orang-orang
miskin. Setiap minggu pertama mereka (jemaat) juga diminta untuk
membayar Persepuluhan. Menurut Alkitab, persepuluh adalah persepuluh
dari hasil pekerjaan yang kita berikan pada Tuhan. Ketika kutanyakan
pada pak Joko, beliau lantas menunjukkan dalilnya yg berbunyi: " Bawalah
seluruh persembahan persepuluhan itu kedalam rumah perbendaharaan,
supaya ada persediaan makanan dirumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan
semesta alam, apakah Aku tidak membuka tingkap-tingkap langit
mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan (Maleakhi 3 :10)"
Melalui pak Joko, aku berkenalan dengan mbak Atik sepupunya. Hampir setiap hari
minggu mbak Atik mengajakku ke gereja Baithani di jalan Teuku Umar.
Berbeda dengan pak Joko, mbak Atik tidak tergabung dalam organisasi
gereja, jadi dia tidak hanya mengajakku ke satu gereja saja. Kami juga
menghadiri kebhaktian disebuah gereja yg terletak di pertokoan Clandy's
Jalan Buluh Indah, Gatzu dan dibeberapa tempat lainnya. Lambat laun,
akupun mulai terbiasa dengan suasana gereja, beradaptasi, dan mengenali
tokoh-tokoh dalam agama kristen. Suatu hari pak Joko berkunjung ke
tempatku untuk memperkenalkanku pada seorang temannya. Sebut saja
namanya pak Andre, beliau mempunyai teman seorang pendeta (pak Erick) yg
kelak membabtis aku.
Dalam beberapa kesempatan aku sering
di undang oleh bos kerumahnya untuk mendiskusikan atau memperlihatkan
kesaksian dari orang-orang yg telah menerima mukjizat Yesus Kristus
melalui vidio rekaman yg sudah dipersiapkan. Beliau juga memperlihatkan
vidio kekerasan yg di lakukan oleh orang-orang Islam. Karena menurutku
tayangan tersebut dapat dikatakan cukup kejam, spontan saja mulutku
berucap "Masya Allah". Akupun langsung dimarahi, dan sekali lagi beliau
menunjukkan sebuah rekaman di dalam Ka'bah yg ternyata terdapat
sejumblah patung-patung yg tidak diketahui oleh orang islam pada
umumnya. Selain itu dalam salah satu rekaman terdapat orang Islam yg
sedang sholat memohon agar Allah Swt menunjukkan wujud-Nya. Dalam
seketika dan sekejap mata muncul cahaya terang dengan wujud Nabi Isa yg
tiada lain adalah Yesus Kristus, semenjak saat itulah orang tersebut
menjadi murtad. Terlepas dari kebenaran mengenai vidio tersebut, akupun
semakin yakin untuk memeluk agama kristen.
Pada tanggal
25/12/2008 aku diajak ke Gereja (katolik) di Kuta bersama bos juga
istrinya dan beberapa teman mereka untuk merayakan Natal. Seperti biasa,
aku mengkuti semua orang yg hadir untuk berdoa bersama-sama. Tidak
lupa, bos juga memperkenalkanku pada pada orang-orang gereja, mereka
terlihat antusias apalagi setelah diceritakan secara singkat tentang
jati diriku yg sebenarnya sebagai seseorang yg sebelumnya beragama
islam. Disela-sela waktu yg ada bos mempertanyakan prihal kemantapanku
dalam meyakini Yesus Kristus, beliau berkata jika memang aku ingin
diselamatkan maka aku harus bersedia untuk di babtis. Namun istri bos
manasehati agar aku tidak gegabah dalam mengambil sebuah keputusan dan
memikirkan akibatnya bila kelak diketahui oleh orang tua di Lombok,
sebagaimana yg dialami pak Joko, tidak diterima oleh keluarga dan
dikucilkan masyarakat sekitar yg mayoritas beragama islam. Walaupun
demikian, beliau meyakinkanku dengan mengutip (Mazmur 27:10) yg
berbunyi: "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan
menyambut aku", yg berarti aman dalam perlindungan Allah atau Bapa di
Sorga.
Akhirnya, pada tanggal 12/04/2009 yg bertepatan
dengan hari Paskah aku di babtis dengan nama Mayshia Ruth di Gereja
Lembah Pujian jalan Gatsu Timur oleh pak Erick yg memang sering
membabtis para jemaat, baik yg lahir dalam keluarga Kristen maupun yg
pindah agama. Semua orang mendoakan, aku sangat senang atas segala
penyambutan dan keramahan dari wajah setiap orang yg hadir, selain itu
dengan kelahiranku yg baru, aku telah diselamatkan oleh Yesus Kristus
Sang Juru Selamat, seluruh dosa telah di tebus dengan darah-Nya yg kudus
melalui kematian-Nya di kayu salib. Inilah yg menjadi motif mengapa aku
sampai memutuskan memeluk agama Kristen.
Hingga suatu
hari aku merenungi semuanya, aku di babtis tanpa ijin dan tanpa
sepengetahuan orang tua juga keluarga dikampung. Takut dan bingung itu
pasti.
Tidaklah ketakutanku dikarenakan telah mengkhianati agamaku
yg sebelumnya, tetapi apa yg akan terjadi jika keluarga di Lombok
sampai tahu? Membayangkannya pun aku tidak mampu. Tetapi syukurlah,
semua kekhawatiran lenyap untuk sementara waktu karena bosku sangat
sayang dan begitu memperhatikanku. Bahkan, karena beliau belum mempunyai
keturunan aku di adopsinya, walau tidak secara hukum. Aku tinggal
bersama keluarga papa (bos yg kini menjadi orang tua angkatku), mama,
oma dan seorang PRT sebut saja namanya mbak Cantika). Tidak hanya itu,
beliau juga memenuhi semua kebutuhan hidupku, mulai dari privat bahasa
inggris, les komputer, dan beberapa fasilitas lain yg sebelumnya belum
pernah aku miliki dan rasakan. Dalam sekejap mata kehidupan rohaniku
hingga hal-hal yg menyangkut materi mengalami perubahan.
Seiring berjalannya waktu, keimananku semakin bertambah kuat bahkan melebihi
agama sebelumnya yg masih tertulis dalam KTP. Atas dukungan dari papa,
setiap minggu aku begitu semangat dan rajin ke gereja, aktif dalam
setiap kegiatan yg di selenggarakan oleh gereja. Seperti Natal di tahun
berikutnya, aku menyambut jemaat dengan tari Tamborin. Ketika Hari
Sabat, aku sebagai salah satu dari organisasi Jemaat Remaja mengadakan
pementasaan yg mengisahkan saat dimana Yesus Kristus di siksa dan
kemudian disalibkan.
Saat itu aku merasa sangat bahagia,
hidupku damai, walau terkadang perasaan itu berujung kekhawatiran bila
pikiranku tertuju ke kampung halaman, pada orang tua dan adik-adikku.
Terlebih setelah aku tahu, kalau papa tidak mencintaiku sebagai individu
yg utuh, aku dilarang berbahasa indonesia dengan logat Lombok, dilarang
mengatakan ke orang lain tentang identitasku yg sebenarnya. Kutanyakan
mengapa, papa menjawab, bahwa pandangan masyarakat pada umumnya sangat
buruk terhadap orang Lombok, kehidupannya sangat dekat dengan hal-hal yg
berbau klenik. Dalam hatiku berkata, apa yg dikatakan papa memang tidak
salah, tetapi tidak sepenuhnya benar. Ketika itu aku hanya diam saja,
karena merasa tidak mampu, tidak mempunyai keberanian untuk sedikit
meluruskan pandangan buruk tersebut, minimal kepada papa, karena papa
orangnya tidak suka di tentang. Lebih dari itu, beliau berusaha keras
agar dapat memisahkan aku dengan orang tua kandung dengan meyakinkanku
bahwa kasih sayang papa melebihi bapak di Lombok. Secara materi papa
juga lebih mampu memenuhi apa saja yg aku inginkan, tidak sebagaimana
bapak. Yg pada akhirnya aku sadar, bahwa papa ingin membuatku lupa diri
dengan bergelimang materi.
Mbak Cantika adalah orang yg
dengan setia menemani hari-hariku, darinya aku tau bahwa ada ketidak
sepakatan antara papa dan mama juga oma prihal mengadopsi aku. Sejak
awal, mereka (mama, oma dan keluarga besarnya) memang tidak begitu suka
padaku, terlebih ketika menyadari setelah kehadiranku di dalam keluarga
itu, kasih sayang papa, perhatian dan lain sebagainya menjadi terbagi.
Seiring bertumbuh besarnya kasih sayang papa, begitu juga dengan
kebencian mama. Tanpa sepengetahuan papa, mama sering menghinaku dengan
sebutan anak kampung yg tidak tau diri, ia juga pernah berkata akan
membayarku berapa saja asal aku pergi dari rumah itu. Bahkan oma tidak
segan-segan menunjukkan sikapnya yg tidak manusiawi, walau dalam keadaan
lumpuh ia berusaha meraih rambutku dan menjambak-jambaknya. Namun
berbeda ceritanya jika papa ada di rumah, semuanya bersikap sangat baik,
lemah lembut, aku di perlakukan bak seorang putri raja. Walau papa
sangat menyayangiku namun terkadang ia bersikap tempramental dengan
memukul jika aku melakukan kesalahan yg harusnya dapat dimaklumi dan
disikapi dngan bijak. Kadang aku juga di hukum berlutut hingga dua jam
lamanya, yg terjadi karena fitnah mama maupun oma. Aku ingin mengatakan
yg sebenarnya tapi tidak berani, karna setelah aku pikir-pikir terlalu
beresiko. Jika aku mengadu prihal yg sesungguhnya, perseteruan atau
bahkan perpecahan diantara kedua belah pihak tidak terelakkan. Maka
kuputuskan untuk membungkam mulutku, sambil menahan hinaan dan semua
perlakuan mereka. Aku berkomitmen, sebagaimana keharmonisan dalam
keluarga yg aku rasakan sejak pertama kali menginjakkan kaki dirumah
ini, seperti itu pula aku akan berusaha sekuat mungkin untuk menjaganya.
Aku begitu mengilhami apa yg dikatakan orang-orang gereja, atas segala
perlakuan dan ketidak adilan aku larut dalam kesedihan dan semakin
khusuk dalam doa. Aku berhasrat, bahwasanya Yesus Kristus akan
menyelamatkanku dari semua permasalahan hidup. Minimal Ia akan
menampakkan wujud-Nya, agar aku merasa tidak sendiri hadapi cobaan hidup
ini. Kadang aku merasa tidak tahan lagi dan terlintas dalam pikiran
untuk pergi, tapi kemana? Bila harus kembali ke Lombok, bagaimana aku
dapat menjalankan agama Kristen?
30 Maret 20011, tanpa sepengetahuan siapapun, diam-diam aku menjalin hubungan sebagai sepasangkekasih dengan orang Bali, sebut saja namanya krisna. Ia bukanlah sosok yg di dambakan papa, dengan syarat mutlak beragama Kristen. Maka,
kamipun sepakat untuk menjalani hubungan ini dengan backstreet, karena
jika diketahui, terlebih oleh papa, hubungan kami pasti akan ditentang.
Terlebih pandangan papa terhadap orang Bali maupun agamanya tidak
terlalu baik, seperti pemujaan berhala yg dalam kekristenan merupakan
suatu tindakan untuk menyekutukan, atau menduakan-Nya. Orang Bali yg
gila judi dan juga mabuk-mabukan.
Sudah menjadi rutinitasku bila hari minggu selalu menghadiri kebhaktian di Gereja,
kemudian pulang lebih awal untuk bertemu kekasih hati walau hanya
sesaat. Tapi ada yg tidak biasa, berbekal kotbah yg disampaikan Pendeta,
aku menemui pacarku dengan sebuah pertanyaan dikepala. Apakah benar,
karmaphala sebagai salah satu dasar keimanan dalam agama Hindu merupakan
hukum yg tidak menganal cinta kasih, hukum yg tidak mengenal ampun?
Tidak sebagaimana yg diajarkan Yesus Kristus dalam kekristenan?. Yg
ternyata, secara tidak langsung merupakan awal bagiku mempelajari agama
Hindu.
Krisna: lima dasar keimanan agama Hindu di sebut Panca Sraddha, yg meliputi: Percaya terhadap Brahman/Hyang Widdhi/Tuhan.Percaya terhadap Atman yg menghidupi setiap makhluk, termasuk binatang.Percaya terhadap hukum Karmaphala, hukum sebab akibat, dalam logika matematika dapat ditulis "jika-maka". percaya terhadap kelahiran kembali
yg disebut dg Samsara/Punarbhawa/reinkarnasi. Dan yg terakhir adalah
percaya terhadap adanya Moksa, sebagai tujuan tertinggi agama hindu,
Atman/jiwa individu mencapai pembebasan dr putaran roda kelahiran,
bersatunya Atman dengan Brahman. Ibarat air dari berbagai sumber yg pada
akhirnya kembali kesamudra luas.
Mengenai pertanyaanmu,
Karmaphala terdiri dari dua kata, yakni Karma dan Phala. Karma berarti
perbuatan, dan phala berarti hasil. Jadi Karmaphala dapat diartikan
sebagai hasil perbuatan. Karmaphala merupakan rta/hukum alam, jadi
didunia ini tidak ada satu tempat bagi seluruh makhluk untuk bersembunyi
darinya, diakui atau tidak, hukum tersebut tetap berlaku, bahkan pada
orang yg tidak percaya sekalipun. Ini bukanlah pemaksaan, tetapi
kebenaran yg hakiki, luas dan besar bahkan tak mampu dibendung oleh
tembok-tembok agama manapun. Karmaphala merupakan konsekuensi logis dr
setiap perbuatan yg dilakukan manusia, ibarat petani yg menanam padi
tidaklah mungkin jika kemudian ia memanen mutiara. Karmaphala
mendudukkan Tuhan sebagai Yang Maha Adil, kemudian melalui
Samsara/Punarbhawa/Reinkarnasi Beliau menjalankan fungsinya sebagai yang
maha pengasih dan penyayang, sekaligus "pengampun" karena senantiasa
memberikan kesempatan untuk bertobat, berbuat sesuai dengan dharma atau
kebenaran, yg meliputi hukum alam baik yg bersifat fisik, energi maupun
mental. Perlu di ingat, dalam agama Hindu tidak ada yg namanya "dosa" yg
berarti menjadi terhukum selamanya dalam kubangan api neraka.
Apa yg disampaikan Pendeta di Gereja tidak hanya salah, keliru, tetapi
sudah menjelek-jelekkan, menyesatkan. Karmaphala bereaksi melalui tiga
hal, yg di dalam Hindu disebut Tri Kaya Parisudha, meliputi Kayika -
Pikiran, Wacika - perkataan dan Manacika - perbuatan. Maka, dari sudut
pandang ini, pendeta telah membuat karmanya sendiri, yg cepat atau
lambat akan menuai phala/hasilnya.
Sempat terjadi interaksi diantara kami berdua dan akupun terus mengajukan beberapa
pertanyaan. Entah mengapa jawaban-jawaban yg aku dapat begitu mengusik
pikiran dan membuatku gelisah. Bukan hanya karena dapat diterima secara
logika tetapi selain membahas dasar keimanan hindu, dasar keimananku
pada kristen pun sedang dipertaruhkan. Namun secepat mungkin aku
menepisnya. Meski cukup memuaskan rasa ingin tauku, tidaklah kemudian
aku jadikan acuan untuk pindah agama. Berusaha "menyadarkan diri", bahwa
setiap orang pada akhirnya akan membutuhkan sosok penyelamat, atau
pengampunan dosa, seperti yg diajarkan dalam kekristenan yg menjadi
dasar keimananku pada Yesus Kristus.
Satu bulan kami mengikat diri sebagai sepasang kekasih, krisna mempertanyakan
keseriusanku dalam memperjuangkan hubungan kami. Sebagai wanita, tentu
saja aku merasa senang, tetapi menjadi berbeda ketika komitmen yg hendak
kami bangun terhalang oleh tembok pemisah yg di sebut agama. Aku merasa
sanggup untuk melakukan apa saja demi mewujudkan harapan-harapan kami
di masa depan, tetapi aku merasa tidak bisa meninggalkan agama kristen
sebab jika aku melakukan hal tersebut siapakah aku yg tahan berdiri
menghadapi geram-Nya, dan siapakah aku yg tahan tegak terhadap murka-Nya
yg bernyala-nyala? Menurut Perjanjian Lama, Tuhan itu Allah yg cemburu
dan pembalas, Tuhan itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. Tuhan itu
pembalas kepada para lawan-Nya. Dan pendendam kepada para musuh-Nya.
Dengan nada kesal lantas ia berkata: "Pernahkah km menyadari, bahwa sedari
dulu km tidak pernah di selamatkan, karena keimananmu pada-Nya di bangun
dengan kebencian. Benci yg melihat ke bawah adalah menghina (memandang
rendah), benci pada yg sederajat adalah marah dan angkuh, mengagungkan
diri. Dan terakhir, benci yg melihat keatas adalah takut. Ya... Km takut
pada Tuhan. Jika km beriman pada-Nya hanya karena rasa takut
sesungguhnya km sedang membenci-Nya! Tidaklah begitu caranya, kekudusan
Tuhan itu untuk dicintai, sehingga dengan demikian kita akan senantiasa
ingin mendekatkan diri pada-Nya dengan rasa nyaman". Saat itu aku hanya
diam dan tidak bicara apa, di satu sisi aku merasa di tampar oleh
kata-kata tersebut dan disisi lain aku juga kagum akan pemikiran yg ia
miliki.
Sebagai orang yg paling dekat dan mengerti aku,
hanya dengan krisna seorang aku berbagi dalam suka maupun duka,
menumpahkan kesedihan dan lain sebagainya. Memahamiku dalam banyak hal,
melebihi diriku sendiri. Pola pikir yg kritis, pribadinya yg baik dan
cukup bijak dalam memberikan solusi membuatku ingin selalu mendiskusikan
beberapa hal, entah yg menyangkut tentang kehidupan pribadi maupun
agama. Ketika itu, aku mengeluh psimis, bahwasanya cobaan hidupku sangat
berat, aku di belunggu oleh masalah-masalah yg sangat pelik. Konon,
Tuhan tidak akan memberikan cobaan melampaui kemampuan umatnya, tetapi
apa yg aku alami hampir membuat putus asa. Aku harus bagaimana?
Krisna: Bila aku harus membagi pemikiran denganmu, yg harus km lakukan adalah mengubah pola pikirmu. Mengapa?
Menurutku,
pernyataanmu tentang hidup adalah cobaan sungguh tidak mendasar. Apakah
Tuhan tidak punya kerjaan sehingga menguji coba ciptaan-Nya hanya untuk
memuaskan rasa ingin tau-Nya? Bukankah Tuhan sudah pasti maha tau?
Dalam kesadaran yg murni, coba km renungkan atas dasar apa Tuhan mencoba
umat-Nya?
Kenyataan hidup yg km hadapi, baik dan buruk
adalah hasil dari karma/perbuatanmu sendiri. Dari perspektif agamaku,
tidak ada kemujuran merupakan suatu kebetulan, dan tidak ada nasib buruk
sebagai takdir-Nya. Apapun yg km alami merupakan phala/hasil dari
tindakanmu semata. Dengan meyakini hukum karmaphala, berarti km telah
menjadi pribadi yg berjiwa ksatria/ksatriani, berani berbuat berani pula
untuk bertanggung jawab. Dan camkan dengan baik, seseorang yg berjiwa
ksatria/ksatriani tidak butuh pengampunan dosa, terlebih dengan
melimpahkan asubha karma/hasil perbuatan buruk pada sosok yg km sebut
sebagai penyelamat.
May: Mengapa km sangat percaya diri
dan begitu berani? Apakah km tidak pernah berpikir bahwa perbandingan
ini akan menyakiti hatiku dan mempengaruhi hubungan diantara kita?
Krisna:
Itu karena diskusi ini memaksaku untuk berkata jujur. Aku paham betul
dengan apa yg aku katakan, tapi kemudian apakah km berjalan dari hati yg
murni atau dari sikap fanatisme buta?
May: Apa hanya agamamu yg paling benar?
Krisna: Kebenaran yg hakiki harusnya tidak di belenggu oleh suatu apapun, mengapa km berpikir seperti itu?
May: Lantas apakah yg aku alami merupakan karma/perbuatanku sendiri?
Krisna: Ya... Tentu.
May: Tetapi aku merasa tidak pernah membuat kesalahan sebagaimana akibat yg telah aku terima.
Krisna:Itu hanya perasaanmu saja, menurutku dalam kehidupan ini km telah
membuat "kesalahan". Pertama, km pindah agama dengan tidak
mempelajarinya terlebih dahulu, km hanya di suguhi "pemanis" belaka.
Jika ingin mengenali suatu agama pelajarilah kitab sucinya kemudian
telaah dengan logika, juga rasa. Dan yg kedua, km dianggap sebagai anak
angkat tetapi tidak mengadakan pendekatan ke mama, dan oma serta
keluarga besar papamu.
Suatu hari aku menghadiri kebhaktian di gereja yg selama ini menjadi tempat bagiku memanjatkan doa. Semua berjalan sebagaimana biasa, usai doa pendeta berkotbah bahwa
merupakan kewajiban bagi pengikut Kristus untuk mewartakan agama
kristen. Sepulangnya dari gereja, aku menemui Krisna dengan
mendiskusikan hal tersebut. Ia berkata: "Dengan dalil bahwa di dunia
tidak ada seorangpun yg Tuhan telah pilih untuk menyelamatkan umat
manusia; keselamatan hanya ditemukan melalui Dia (Yesus), membuat agama
kristen semakin haus dan lapar serta penuh ambisi."
Saat
itu aku merasa bahwa apa yg ia katakan adalah benar, bahkan mungkin
tanpa aku sadari dahulu aku merupakan target yg papa bidik? Di dalam
gereja merupakan pemandangan yg sudah lazim kujumpai orang Hindu Bali
pindah agama. Kadang, beberapa dari mereka ada yg kerasukan,
teriak-teriak, menjerit histeris. Orang-orang gereja mengatakan bahwa
"setan" nya orang Bali sedang dikeluarkan. Dalam diskusi berikutnya
krisna mengatakan: Di dalam Hindu, tidak mengenal istilah setan atau
iblis, yg berarti eksistensi sesuatu yg "anti Tuhan", bergerak dan
bekerja melawan Tuhan. Jika Tuhan tidak ada dalam diri Setan dan Iblis
atau bahkan tempat yg dianggap maksiat sekalipun tentu Dia tidak pantas
di sebut sebagai Yang Maha Besar. Dalam mitologi hindu terdapat makhluk
kegelapan yg disebut Asura, namun merekapun tunduk pada kekuatan Tuhan
dalam manifestasinya sebagai Dewi Kali.
Pada minggu-minggu berikutnya tiba-tiba saja aku merasa malas untuk datang ke gereja dan lebih memilih untuk menghabiskan waktuku yg terbatas bersama pujaan
hati, selain dapat melampiaskan kerinduan, hubunganku dengannya telah
menumbuhkan minatku pada agama hindu untuk belajar lebih intensif. Kami
sering mendiskusikan konsep ketuhanan khususnya agama-agama yg pernah
aku imani sebelumnya dengan konsep ketuhanan didalam hindu.
Krisna: Menurut logikamu dan agama yg km imani dimanakah Tuhan berada?
May:Menurutku Tuhan ada dalam setiap hati insani, dan sejauh yg kutau Allah
bertempat di sorga. Lantas bagaimana menurutmu dan agamamu?
Krisna:Baiklah, kita akan bahas satu persatu, yg pertamana "Tuhan ada didalam
diri setiap insani" dan yg kedua "Allah bertempat di sorga". Dari
pernyataanmu itu tibul sebuah pertanyaan dalam benakku, apakah Dia hanya
ada didalam diri manusia saja? Aku meyakini bahwa Tuhan Maha Besar,
jadi keberadaan-Nya tidak dapat disangsikan. Jika Dia ada dalam dirimu,
maka sudah pasti Dia juga ada diluar dirimu, dalam diri orang lain,
setiap makhluk dan semua ciptaan-Nya. Dia ada dimana-mana.
May: Baiklah, aku paham sekarang. Lantas apakah Dia juga ada dalam bentuk sesuatu yg dianggap najis?
Krisna:Sudah tentu sayang, apa keberatannya Tuhan untuk berada dalam tubuh
anjing, babi, atau bahkan kotoran sekalipun? Tuhan didalam agama hindu
dapat dianalogikan seperti matahari. Ia tidak menjadi lebih terang
dengan menyinari tempat yg dianggap suci oleh manusia, dan kemudian
tidak menjadi lebih redup dengan menyinari kotoran, matahari tetap
meninari dengan cahaya yg sama. Matahari tidak terkontaminasi oleh benda
didunia.
May: Lantas apakah Tuhan ada dalam kotoran? Hehehe... (aku tertawa kecil).
Krisna:
Ya. Dengan tegas aku katakan Dia ada! Hanya saja kita merasa gelisah
dengan persepsi tersebut karena perasaan cinta yg senantiasa ingin
memuliakan Dia pada tempat yg istimewa.
Dan seiring berjalannya waktu, melalui bimbingannya aku juga mulai mempraktekkan
ajaran agama hindu seperti meditasi yg dalam bahasa sansekerta padanan
istilah ini adalah Dhyana, yakni memusatkan perhatian dengan terus
menerus pada sesuatu yg dijadikan objek meditasi. Ketika itu aku merasa
tertarik melihat image Dewi Kali yg kujumpai dalam folder notebooknya.
Beberapa hari kemudian, aku bermimpi di datangi oleh sosok yg sungguh
sangat menyeramkan, berpakaian serba putih dengan rambut urak-urakan,
sekilas dalam ingatanku sosoknya sedikit menyerupai Dewi Kali.
Kutanyakan pada Krisna prihal mimpiku tersebut dengan jujur dia mengatakan, "Meski
sejak lahir aku sudah memeluk agama hindu dan setelah mengalami proses
pendewasaan diri memulai praktek spiritual tapi aku tidak terlalu maju,
jadi aku tidak tau prihal mimpimu itu. Tetapi mungkin saja sosok yg
hadir dalam mimpimu itu adalah Dia, Bunda Kali, sebagai reaksi dari
Dhyana yg telah km lakukan. Km adalah bhakta-Nya, dan Beliau pasti akan
menemuimu dalam banyak cara dan juga rupa-Nya.
Kami berdua sangat jarang bertatap muka, walaupun demikian komunikasi antara kami
tidak pernah putus, entah melalui telp, sms dan facebook. Suatu hari
usai chatting aku lupa log out dan delete semua isi percakapan diantara
kami, celakanya pada saat yg sama papa memeriksa laptop dan
terbongkarlah semua rahasiaku. Papa sangat marah, dan saking emosinya ia
melempar handphoneku ke tembok hingga menjadi beberapa bagian, laptop
dan semua alat komunikasi di sita. Tidak hanya sebatas itu, papa juga
melarangku bepergian, tetapi jika harus, aku diantar papa atau sopir
pribadinya. Setelah sekian hari aku menghilang tanpa jejak dan tidak
memberi kabar pada krisna, akhirnya aku mencuri-curi waktu, saat papa
sedang tertidur aku mengambil handphonenya dan sms krisna untuk
menceritakan semuanya.
Selama masa pengasingan papa memintaku untuk melupakan krisna, terlebih setelah membaca status-statusnya yg kontroversial dalam mengkritisi agama-agama yg tidak
sesuai dengan persepsi pribadinya sehingga sering membuat gaduh. Dan ternyata papa sudah merasa ada yg berbeda dengan diriku selama beberapa bulan terakhir, karena aku mulai berani melawan (baca: membela diri) yg sering mengundang perdebatan diantara kami atau paling tidak bersikap acuh. Tidak hanya itu, papa juga berusaha menanamkan opini buruk tentang orang bali yg pada umumnya sering mabuk-mabukkan, berjudi, dan tentu saja menilai agama hindu dari perspektif agama kristen. Hampir selama
dua bulan papa berusaha keras untuk mempengaruhi aku, dan tentu saja
mempertanyakan keimananku pada agama kristen yg sesungguhnya pada saat
itu hanya mengambang, belum memudar. Karena memilih jalur aman maka aku
hanya diam saja tanpa sepatah kata.
Papa mungkin begitu sangat menyayangiku, namun ia kurang begitu paham bagaimana cara
mendidik anak. Cinta dan kasih sayangnya justru merupakan penjara
bagiku, dan ini sudah aku rasakan sekian tahun lamanya jauh sebelum
mengenal krisna. Semakin aku di kekang semakin pula aku memberontak,
terlebih jika aku memutuskan untuk pergi dari rumah aku sudah mempunyai
tujuan. Maka, atas pertimbangan tersebut, aku menghubungi krisna melalui
handphone mbak Cantika untuk membantuku kabur dari rumah papa dengan
membuat sebuah kesepakatan. Tanpa sepengetahuan siapapun, setiap subuh
aku mengemas pakaian sedikit demi sedikit untuk aku taruh di tempat
sampah depan rumah pada pukul 05:00 tepat. Selang beberapa menit, krisna
datang dan mengambil barang-barang yg telah aku letakkan.
Beberapa hari tepat sebelum meninggalkan rumah, aku mengalami konflik batin. Di
satu sisi aku merasa berat hati meninggalkan rumah tersebut, terlebih
papa yg selama beberapa tahun ini telah menjadi orang tua angkatku,
menjaga dan melindungi aku. Namun disisi lain, aku juga sudah tidak kuat
atas perlakuannya yg diktator dan semakin jauh dari arti cinta yg
sesungguhnya. Tetapi kemudian aku berkesimpulan bahwa semua yg aku cari
ada pada krisna yg menjadi tujuan hidup dan masa depanku.
Pada tanggal 07/09/2011 aku dapat meloloskan diri tanpa sepengetahuan
siapapun untuk kemudian memulai hidup baru. Senang tentu saja, tetapi
aku juga tidak dapat menafikan kesedihan bila hubunganku dengan papa
harus berakhir seperti ini. Walau bagaimanapun papa berjasa banyak hal
dalam menopang hidupku yg pada kesempatan ini tidak dapat aku sebutkan
secara mendetail. Melalui akun facebookku yg baru beliau sempat berkali
membujukku untuk kembali pulang dengan cara mengiming-imingiku cincin
berlian, Samsung Galaxi yg ketika itu sangat aku inginkan, pergi
berlibur ke Thailand, namun aku menolakknya. Mungkin kedepannya secara
finansial aku mengalami kemerosotan, merubah beberapa pola hidup mewah
dan lain sebagainya. Tetapi bagiku kebahagiaan tidak dapat di ukur
dengan materi, cinta dan kasih sayang yg tumbuh dari hati merupakan
kekayaan yg tiada terkira dan merupakan kebahagiaan sejati pada siapa
saja yg menerimanya.
Setelah terputusnya hubunganku dengan papa, aku bekerja di sebuah travel untuk menunjang kebutuhan hidup.Namun entah mengapa, dalam seminggu aku hampir dua sampai tiga kali jatuh sakit yg berlangsung hampir selama dua bulan. Selain berobat ke
dokter dan pergi ke pengobatan traditional sambil terus memotivasi diri
untuk bangkit, krisna menyarankanku untuk lebih mendekatkan diri pada
Dewi Kali, sebagai penguasa kegelapan yg mampu melenyapkan kekotoran
bathin dan menangkal pengaruh buruk dari luar. Kami juga mengunjungi
beberapa pura seperti Jagad Natha dan Uluwatu.
Tanggal 29/01/2012 yg bertepatan dengan hari Penampahan Galungan, krisna
mengajakku ikut serta pulang ke kampung halamannya di Singaraja.
Memperkenalkanku pada bapak, ibu dan adik-adik serta keluarga besarnya.
Tentu saja kehadiranku di sambut dengan hangat, terlebih ibunya yg
sangat baik, dan begitu memperhatikanku. Keesokan harinya adalah hari
suci Galungan, kami semua menghaturkan bhakti di Sanggah dan Pura Desa.
Tidak hanya itu, krisna beserta keluarganya mengajakku nangkil ke Pura
Pulaki, dan Pura Melanting. Perbedaan yg paling aku rasakan selama
prosesi persembahyangan di pura-pura tersebut dan pada saat aku masih
dalam lingkungan gereja adalah, agama merupakan urusan pribadi manusia
dan Tuhan dengan berbagai rupa dan nama-Nya. Tidak ada Tuhan eksklusif,
tidak ada kotbah maupun anjuran untuk mewartakan agama kepada yg
non-hindu, "tidak ada kitab suci" karena semuanya berbicara dengan
bahasa hati.
Libur hari raya telah usai, aku dan krisna kembali ke Denpasar untuk menjalani hari sebagaimana biasa. Dan entah mengapa sejak saat itu bahkan hingga cerita ini aku tulis, aku sama sekali tidak pernah jatuh sakit. Sekalipun tidak. Aku sendiri sangat
heran, apakah jalan ini merupakan tuntunan karma wasanaku? Dan jika
memang iya, lantas mengapa aku terpental begitu jauh ke pulau seberang?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tetap menjadi misteri hingga kini.
Melangkah di jalan dharma melalui praktek spiritual ada banyak fenomena
yg tidak logis, namun justru disana yg menjadi letak daya tariknya untuk
terus melakukan praktek dan kemudian dianalisa. Bukan hanya melafalkan
ayat-ayat dalam kitab suci hingga mulut berbusa-busa dan mengeringnya
kerongkongan.
Selama di Denpasar krisna tidak pernah
menyuruhku untuk sembahyang Tri Sandhya, menurutnya tidak ada yg wajib
selain kesadaran dari umat itu sendiri. Yg Ia tekankan sangatlah
fleksibel yakni berkarma sesuai dharma. Dan atas dasar itu juga setiap
pagi sebelum berangkat ke kantor aku selalu meluangkan waktu untuk
menyalakan dupa dan mempersembahkan sebuah canang di Pelinggih yg
terletak persis didepan kamarku.
Hingga suatu hari beberapa teman kantorku mengatakan bahwa sesungguhnya aku tidak boleh sembahyang ke pura jika belum sah memeluk agama Hindu, terlebih
bersembahyang ke Sanggahnya krisna, karena yg berstana disana bukanlah
Leluhurku, jadi sembah sujudku tidak diterima. Aku sedih sekali, dan
mengadu pada krisna, menurutnya teman-teman kantorku tersebut orang yg
masih awam akan agama jadi jangan di hiraukan. Karena tidak puas atas
jawaban yg ia berikan aku online melalui akun facebookku dan posting di
Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara yg sebelumnya sudah di invite
oleh krisna, mempertanyakan prihal tersebut. Setelah banyak yg comment
yg di antaranya adalah pinisepuh group tersebut, sebut saja bapak Nengah
Sudana yg mengirim inbox padaku bahwa ia sedang mendiskusikan rencana
upacara Sudi Wadani untukku bersama bapak Kantha Adnyana.
Jika memang melangkah di jalan dharma merupakan tujuanku, tentu aku sangat
senang dengan usul yg diajukan. Lalu aku merenungi semuanya dengan penuh
tanya, apakah aku sudah benar-benar yakin? Tiba-tiba ingatanku tertuju
pada apa yg pernah di katakan krisna, bahwa di dalam tubuh Sanathana
Dharma terdapat beberapa konsep ketuhanan seperti panteisme dan
monoteisme, atau bahkan ateisme. Karena itulah seorang umat di berikan
keleluasan untuk memuja-Nya sesuai dengan keinginginan. Karena ingin
beragama dengan "benar" dan tidak mau "salah" dalam menentukan pilihan
untuk kesekian kalinya aku mulai mencari tau apa saja yg berhubungan
dengan agama hindu di google. Sambil sesekali intospeksi diri, mencari
tau, dimana letak "kenyamanan dan potensiku" yg sesungguhnya.
Akhirnya melalui studi banding yg aku lakukan sendiri dan juga
penjelasan-penjelasan yg aku dapat dari krisna seorang, aku mengambil
beberapa kesimpulan yg diantaranya adalah, untuk menjadi seorang kristen
yg menjunjung tinggi cinta kasih berarti juga menjadi hindu, tetapi
untuk diakui menjadi anak dari yg abadi/Tuhan (amritasya putrah), tidak
bisa menjadi kristen. Karena dalam kristen Yesus Kristus merupakan
satu-satunya anak Tuhan yg kemudian mengembalakan domba-domba. Menyebut
seorang manusia sebagai domba entah dalam arti yg sesungguhnya atau
kiasan di dalam hindu justru merupakan penghinaan di dalam hindu. Dan
jika kita berbicara tentang konsep monoteisme, tidaklah berarti sama
seperti konsep monoteistik lainnya, Tuhan monoteisme dalam hindu tidak
angkuh dan bersikukuh dengan sebutan sebuah nama saja, karena di dalam
hindu orang-orang bijak menyebut-Nya dengan bayak nama. Dll...
Setelah puas dengan pemahamanku sendiri, aku mengutarakan keinginanku untuk di
Sudi Wadani kepada krisna. Walau dia sangat antusias tetapi dalam
beberapa kesempatan yg berbeda ia berkali-kali mempertanyakan
keseriusanku. Krisna, dan yg lainnya atau siapapun juga boleh tidak
percaya, itu haknya dan mereka. Meminjam kalimat yg ia pernah katakan
padaku, "seekor singa walau di penggal kepalanya ia tak kan pernah mau
makan rumput, begitulah kesetiaan".
Beberapa hari kemudian krisna mendapat sms dari bapak Nyoman Suharta bahwa upacara Sudi Wadani
untukku telah di tentukan pada hari minggu 26/02/2012 di pura Besakih.
Aku senang sekali karena semua kebutuhan upakara telah di siapkan,
sehingga aku tidak di beratkan dengan biaya sepeserpun. FDJHN merupakan
sebuah organisasi yg tidak hanya bergerak dalam bidang agama, namun juga
kemanusiaan. Keberadaannya tidak hanya sekedar eksis di dunia maya
menghabiskan banyak waktu hanya untuk diskusi, tetapi juga memberi
kontribusi langsung dalam memajukan umat dari segi tattwa dan upakara
seperti memberikan buku, pelinggih, dan semua yg dibutuhkan umat.
Uniknya lagi, jika mereka mengadakan upacara Sudi Wadani bukanlah karena
merasa menjadi "tangan-tangan Tuhan" yg harus mewartakan agama yg di
wahyukan dan kemudian meng-konversi orang yg sudah beragama dalam
keadaan bingung. Tetapi umat yg berjalan dengan keyakinan yg menuntut
pengakuanlah yg menemukan mereka. Ya... Seperti diriku ini contohnya.
Pada hari yg telah di tentukan dan aku sepakati, pukul 06:00 pagi aku dan
krisna menuju kantor sekertariat untuk berkumpul dengan member yg
lainnya dan kemudian menuju pura Besakih yg kami tempuh selama satu jam
lebih. Sampainya di Besakih, sambil menunggu Ida Pandita mempersiapkan
semuanya, aku dan krisna duduk di pinggir sebuah bale, kemudian ada
seseorang yg menghampiri, beliau juga merupakan salah satu member FDJHN
yg belakangan aku ketahui namanya bapak Arjaya STP. Tiba-tiba saja
beliau berkata dengan spontan bahwa aku disenangi oleh Bathara yg
melinggih di pura Melanting. Dalam hati aku heran, kami tidak saling
kenal dan tidak pernah bertemu sebelumnya mengungkapkan sebuah
"kebenaran". Kebenarannya adalah sejak saat aku nangkil ke pura
Melanting - Pulaki aku sehat-sehat saja dan tidak sakit-sakitan lagi.
Ingin rasanya berbincang lebih banyak dan jelas, tetapi kemudian aku di
panggil untuk segera melaksanakan upacara Sudi Wadani.
Semua berlangsung sebagaimana yg telah di rencanakan, upacara Sudi Wadani
berjalan lancar. Namun ketika hendak bersembahyang bersama member
lainnya yg turut hadir, tiba-tiba hujan turun deras sekali, aku dan
krisna sama sekali tidak bergeming meski harus basak kuyup, krisna
meyakinkanku dengan berkata "hari ini km mendapat restu yg berlimpah,
langitpun memerciki km dengan tirta". Dan setelah itu, aku lantas
memohon ijin pada bapak Kantha untuk sembahyang ke Pedharman bersama
krisna.
Aku merasa senang juga bahagia, dan istimewa
karena "terlahir" di pura Besakih, merasa terhormat karena upacara Sudi
Wadaniku di pimpin oleh seorang Ida Pandita Mpu, yg setelah semuanya
selesai dengan kemurahan dan kerendahan hatinya beliau bersedia untuk
berfoto bersama denganku. Beliau juga sempat memberikanku kartu nama
sebagai sebuah isyarat untukku mengunjunginya ke Geria dikemudian hari,
tak ada petuah apapaun, beliau hanya mengatakan, "sekarang km adalah
anak angkatku". Betapa bahagianya diriku...
Setelah semuanya ini, hari-hariku berjalan seperti biasa, berkarma dan berdoa
dijalan dharma. Hubunganku dengan krisna semakin jelas, dan tidak ada
kendala yg berarti untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kehidupan
spiritualku juga masih terus di berkahi restu seperti yg aku alami
beberapa hari yg lalu di pura Jagad Natha saat bulan purnama.
OM KRIM KALYAI NAMAH _/\_
Penulis @Mayshia Angel
Kisah yang menarik, thanks tulisannya.
ReplyDeletehttp://agamahindu9.wordpress.com/
Wah saya terharu sekali membaca kisah kehipan mbak may, mudah-mudahan segera menemuka apa yang dicita-citakan dan tidak sakit-sakitan lagi.
ReplyDeleteLuar biasa,
ReplyDeleteHyang Widhi selalu punya cara, setiap jiwa punya kisahnya masing-masing, jika saatnya tiba pasti memjadi apaya yang sudah ditakdirkan
ReplyDeleteAstungkare.....sy benar2 terharu dan merinding bc crt ini
ReplyDeleteLuar Biasa........
ReplyDeleteCerita yg sangat Luar biasa.. Bagaimana Karma itu berjalan.. Laksana matahari yg tanpa henti menyinari dunia dan semesta alam.. Dengan cerita di atas.. Semakin yakin akan garis dari kedua telapak tanganku ini adalah jalan hidupku..masa lalu-sekarang.. Dan selalu berbuat baik di Jalan-Nya untuk membuat Garis Tangan yg lebih baik di kehidupan Berikutnya.. Karena Tuhan hanya sebagai Perantara dari sebuah perbuatan di setiap mahluk.. Astungkara.. Namaste.. Sairam.. Om santhi santhi santhi..
ReplyDeleteSeumur Hidup saya hanya melakukan apa yg semestinya di lakukan, air yg menglir itulah yg hendak kita pahami, tak ada paksaan untuk mencapai yg dinamakan bahagia namun air itu tetap mengalir walau banyak bebatuan sebab rta menariknya sampai akhir aliranya ke samudra luas.
ReplyDeleteSangat luar biasa,,, Semoga Truna bisa berbincang dng mimin, sebab Truna pernah mengalami hal yg sangat tidak terlupakan dari Ibu Maha kali.
Perjalanan memang berliku, kalau niat selalu mencari pasti akan ketemu atau kembali ke jalan dharma. Renungan ini sangat menginspirasi, jangan pernah untuk menyerah menapak kehidupan ini. Bangkitlah.....sudah saatnya kita bangun.............
ReplyDeleteSuksema