Renungan


Translate

Kutemukan Cinta (Sebuah Perjalanan, Proses Pencarian Jati Diri: Islam, Kristen, Hindu)

Aku lahir dalam keluarga muslim dengan nama Maisah, orang tua dan masyarakat sekitar (di Lombok) sering memanggilku Aisah. Dapat dikatakan aku di didik dengan cukup taat khususnya dalam bidang agama, karena orang tua merupakan seorang Haji dan Hajah yg berarti mereka sudah pernah hijrah ke tanah suci. Selain itu bapak juga sangat menjaga citranya di masyarakat sehingga sering terkesan memaksa aku untuk belajar ngaji, dan mendirikan wajib sholat lima kali sehari. Yg paling sering membuatku kesal adalah, saat dimana aku sedang tidur dengan lelap tetapi harus bangun untuk menjalankan sholat subuh pukul 05:00 pagi. Keadaan ini sangat berbeda dengan bapak, beliau merupakan panutan yg baik, walau dalam keadaan sakit sekalipun tetap berusaha untuk menunaikan sholat. Karena hal tersebut aku sering merasa malu dan berusaha untuk patuh, minimal pada orang tua. Maka kulakukan semua kewajiban sebagai anak dan beragama Islam sebagaimana mestinya.

Ketika SD aku tidak seperti anak-anak pada umumnya yg sangat rajin, selalu riang jika tiba saatnya belajar ngaji. Bahkan, pada saat aku duduk dibangku kelas 5, aku tidak diberikan rapot karena tidak begitu fasih dalam membaca Al'quran disebabkan aku jarang kepesantren seperti teman-teman yg lainnya. Guru agamaku sangatlah tegas sehingga akupun sering kena hukum seperti berdiri di depan kelas dan lari mengelilingi lapangan atau dijewer. Alhasil bapak menjadi malu karena mendengar prestasiku yg sangat buruk khususnya dalam bidang agama. Beliau akhirnya tidak tahan mendengar laporan dari guru agamaku tersebut yg kebetulan kediamannya tidak terlalu jauh dengan rumah kami dan memutuskan untuk mengobatiku dengan mengunjungi seorang uztad, darinya aku diberikan air yg sebelumnya telah didoakan ayat-ayat suci. Tidak hanya itu, bapak juga membawaku pada seorang dukun. Tetapi dari kesekian usaha yg dilakukan tidak ada satupun yg membuahkan hasil, aku sama sekali tidak menunjukkan perubahan.

Gambaran masa kecilku khususnya dalam hal agama, kubawa hingga beranjak dewasa. Walau merupakan anak pesantren yg sehari-hari mendapat pendidikan berbasis agama, tetapi aku tidak pernah begitu benar-benar beriman pada Allah. Jika ada yg bertanya, aku pun tidak tau mengapa. Mungkin aku memang tidak pantas disebut sebagai muslimat (seseorang yg tunduk kepada Allah), karena ketidak patuhanku memang mencerminkan diriku yg sesungguhnya.

Atas kesadaranku sendiri, aku mulai menganalisa fenomena dalam diri. Kesulitanku untuk dapat mengatakan (minimal pada diri sendiri) bahwa aku seorang muslim adalah, bagaimana aku dapat memvisualisasikan Allah dalam pikiran? Konon, "Allah tidak serupa dengan apapun", sebagai gantinya Dia dapat dikenali  melalui 99 nama/julukan Allah (asma'ul husna) yang menggambarkan sifat ketuhanan-Nya, ketika itu aku berpikir bahwa jika ada sifat maka terlebih dahulu harus ada sosok-Nya.

Lantas mengapa Dia sangat berat hati untuk dapat dikenali melalui gambar/wujud? Karena tindakan tersebut dapat berujung pada pemujaan berhala yg justru merupakan penghinaan bagi-Nya? Perbuatan bid'ah dan mengantarkan kepada kesyirikan? Hingga akhirnya aku berkesimpulan, bahwa aku memang tidak dapat menerima definisi abstrak sebagaimana konsep ketuhanan yg terkandung dalam agama Islam.

Mungkin aku masih terlalu belia untuk memikirkan hal semacam ini, tetapi sebuah media untuk memusatkan pikiran agar dapat focus juga merupakan kebutuhan yg signifikan dan tidak memandang usia jika berbicara tentang ketuhanan. Bagiku, mengosongkan pikiran merupakan sebuah kondisi yg teramat sangat sulit, bagaimana mungkin manusia dengan segala keterbatasannya mampu menjangkau Dia yg tidak terbatas? Walau aku bersikukuh dan mempunyai pendirian yg kuat namun sebagai manusia yg merasa kecil dihadapan-Nya sudah tentu aku memiliki rasa takut akan siksa kubur ataupun azab Allah. Konon, Rasulullah bersabda: "Manusia yang paling pedih siksanya di hari kiamat ialah yang meniru ciptaan Allah".

Pada tahun 2008 aku memutuskan untuk ke Bali, inilah yg menjadi awal perjalananku memeluk agama Kristen. Singkat cerita, aku bekerja sebagai karyawati di Jalan Padma - Kuta, sebuah Art Shop yg menjual pernak-pernik dari bahan perak. Bosku keturunan Chinese, beliau berusia 33 tahun, memiliki seorang istri namun belum dikaruniai seorang anak pun. Kuliah di Sekolah Tinggi Teologi Injil Philadelphia yg dapat dikatakan cukup agresif dalam menyebarkan agama Kristen, walau tidak tergabung dalam suatu organisasi tertentu tetapi keinginan untuk mengkonversi non-kristen begitu terasa di lingkungan pegawai. Seperti memberikan Alkitab secara cuma-cuma, menganjurkan untuk kegereja, berkotbah dan lain sebagainya.

Suatu ketika beliau memberikanku sebuah alkitab (yg hingga kini masih kusimpan), berawal dari sana beliau pun mulai memperkenalkan agama Kristen.
Ah, walaupun aku hanya Islam KTP, namun tak pernah sekalipun terlintas keinginan dalam benakku untuk pindah agama, aku masih ingin terus menggali dan mencari hal-hal yg belum kuketahui dalam agama Islam. Kujalani semuanya bagai air, yg tanpa kusadari ternyata aku telah membuat sebuah keputusan.

Perlahan tapi pasti, beliau semakin intensif dalam usahanya untuk mengkonversi aku. Beliau memperkenalkanku pada orang-orang yg bersaksi atas nama Yesus Kristus, Sang Juru Selamat. Pada umumnya mereka bercerita tentang mukjizat Yesus dan kedamaian yg telah mereka temukan. Mereka terlihat seperti orang-orang yg menaruh rasa kasih yg sangat besar padaku dalam usahanya untuk meyakinkanku bahwa Yesus Kristus merupakan juru selamat manusia-manusia yg bergelimang dosa. Dan yg paling mengesankan, mereka juga berceritakan tentang figur Yesus yg baik dan sabar, cinta kasih-Nya yg teramat besar, melalui kematian-Nya di kayu salib telah menebus seluruh dosa umat manusia. Wow...

Dalam kesempatan berikutnya, bos memperkenalkanku pada  pak Joko, orang islam yg telah murtad dan memeluk agama kristen. Beliau adalah orang Solo yg hijrah ke tanah Bali karena diperlakukan diskriminatif oleh keluarga serta lingkungannya. Kemudian pak Joko menikah dengan orang Hindu Bali dan telah dikaruniai dua orang anak. Atas anjuran dari bos, pada hari minggu pak Joko mengajakku ke gereja dekat bandara Ngrurah Rai, setibanya disana kami duduk sambil menunggu jemaat yang belum datang. Karena ini merupakan pertama kalinya aku menghadiri kebhaktian aku tidak tau harus berbuat apa. Beliau lantas memberikan aku buku panduan dan sempat mengajariku beberapa doa, salah satu diantaranya adalah doa yg dikenal cukup ampuh diantara doa-doa yg lainnya. "Bapa kami di surga, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yg secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni tiap orang yg bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami kedalam pencobaan. Sebab Engkau yg empunya kerajaan di bumi dan di surga. Di dalam nama Yesus kami berdoa amin." Adalah sebait doa dalam kekristenan yg pertama kali kudengar dan kulafalkan.

Satu persatu Jemaat berdatangan dan duduk dalam barisan kursi yg mengahadap ke altar, semuanya menyanyikan Lagu Pujian dilanjutkan dengan mendengarkan kotbah prihal Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa. Khotbah adalah suatu kegiatan dalam mewartakan alkitab secara bertahap dan berkesinambungan yang dipimpin oleh seorang Pendeta didepan para jemaat. Dan sebelum doa penutupan, kulihat ada beberapa orang yg membawa Kantong Persembahan bertugas untuk memungut sedekah dari Jemaat yg hadir untuk digunakan dalam merenovasi gereja atau membantu orang-orang miskin. Setiap minggu pertama mereka (jemaat) juga diminta untuk membayar Persepuluhan. Menurut Alkitab, persepuluh adalah persepuluh dari hasil pekerjaan yang kita berikan pada Tuhan. Ketika kutanyakan pada pak Joko, beliau lantas menunjukkan dalilnya yg berbunyi: " Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu kedalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan dirumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membuka tingkap-tingkap langit mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan (Maleakhi 3 :10)"

Melalui pak Joko, aku berkenalan dengan mbak Atik sepupunya. Hampir setiap hari minggu mbak Atik mengajakku ke gereja Baithani di jalan Teuku Umar. Berbeda dengan pak Joko, mbak Atik tidak tergabung dalam organisasi gereja, jadi dia tidak hanya mengajakku ke satu gereja saja. Kami juga menghadiri kebhaktian disebuah gereja yg terletak di pertokoan Clandy's Jalan Buluh Indah, Gatzu dan dibeberapa tempat lainnya. Lambat laun, akupun mulai terbiasa dengan suasana gereja, beradaptasi, dan mengenali tokoh-tokoh dalam agama kristen. Suatu hari pak Joko berkunjung ke tempatku untuk memperkenalkanku pada seorang temannya. Sebut saja namanya pak Andre, beliau mempunyai teman seorang pendeta (pak Erick) yg kelak membabtis aku.

Dalam beberapa kesempatan aku sering di undang oleh bos kerumahnya untuk mendiskusikan atau memperlihatkan kesaksian dari orang-orang yg telah menerima mukjizat Yesus Kristus melalui vidio rekaman yg sudah dipersiapkan. Beliau juga memperlihatkan vidio kekerasan yg di lakukan oleh orang-orang Islam. Karena menurutku tayangan tersebut dapat dikatakan cukup kejam, spontan saja mulutku berucap "Masya Allah". Akupun langsung dimarahi, dan sekali lagi beliau menunjukkan sebuah rekaman di dalam Ka'bah yg ternyata terdapat sejumblah patung-patung yg tidak diketahui oleh orang islam pada umumnya. Selain itu dalam salah satu rekaman terdapat orang Islam yg sedang sholat memohon agar Allah Swt menunjukkan wujud-Nya. Dalam seketika dan sekejap mata muncul cahaya terang dengan wujud Nabi Isa yg tiada lain adalah Yesus Kristus, semenjak saat itulah orang tersebut menjadi murtad. Terlepas dari kebenaran mengenai vidio tersebut, akupun semakin yakin untuk memeluk agama kristen.

Pada tanggal 25/12/2008 aku diajak ke Gereja (katolik) di Kuta bersama bos juga istrinya dan beberapa teman mereka untuk merayakan Natal. Seperti biasa, aku mengkuti semua orang yg hadir untuk berdoa bersama-sama. Tidak lupa, bos juga memperkenalkanku pada pada orang-orang gereja, mereka terlihat antusias apalagi setelah diceritakan secara singkat tentang jati diriku yg sebenarnya sebagai seseorang yg sebelumnya beragama islam. Disela-sela waktu yg ada bos mempertanyakan prihal kemantapanku dalam meyakini Yesus Kristus, beliau berkata jika memang aku ingin diselamatkan maka aku harus bersedia untuk di babtis. Namun istri bos manasehati agar aku tidak gegabah dalam mengambil sebuah keputusan dan memikirkan akibatnya bila kelak diketahui oleh orang tua di Lombok, sebagaimana yg dialami pak Joko, tidak diterima oleh keluarga dan dikucilkan masyarakat sekitar yg mayoritas beragama islam. Walaupun demikian, beliau meyakinkanku dengan mengutip (Mazmur 27:10) yg berbunyi: "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyambut aku", yg berarti aman dalam perlindungan Allah atau Bapa di Sorga.

Akhirnya, pada tanggal 12/04/2009 yg bertepatan dengan hari Paskah aku di babtis dengan nama Mayshia Ruth di Gereja Lembah Pujian jalan Gatsu Timur oleh pak Erick yg memang sering membabtis para jemaat, baik yg lahir dalam keluarga Kristen maupun yg pindah agama. Semua orang mendoakan, aku sangat senang atas segala penyambutan dan keramahan dari wajah setiap orang yg hadir, selain itu dengan kelahiranku yg baru, aku telah diselamatkan oleh Yesus Kristus Sang Juru Selamat, seluruh dosa telah di tebus dengan darah-Nya yg kudus melalui kematian-Nya di kayu salib. Inilah yg menjadi motif mengapa aku sampai memutuskan memeluk agama Kristen.

Hingga suatu hari aku merenungi semuanya, aku di babtis tanpa ijin dan tanpa sepengetahuan orang tua juga keluarga dikampung. Takut dan bingung itu pasti.
Tidaklah ketakutanku dikarenakan telah mengkhianati agamaku yg sebelumnya, tetapi apa yg akan terjadi jika keluarga di Lombok sampai tahu? Membayangkannya pun aku tidak mampu. Tetapi syukurlah, semua kekhawatiran lenyap untuk sementara waktu karena bosku sangat sayang dan begitu memperhatikanku. Bahkan, karena beliau belum mempunyai keturunan aku di adopsinya, walau tidak secara hukum. Aku tinggal bersama keluarga papa (bos yg kini menjadi orang tua angkatku), mama, oma dan seorang PRT sebut saja namanya mbak Cantika). Tidak hanya itu, beliau juga memenuhi semua kebutuhan hidupku, mulai dari privat bahasa inggris, les komputer, dan beberapa fasilitas lain yg sebelumnya belum pernah aku miliki dan rasakan. Dalam sekejap mata kehidupan rohaniku hingga hal-hal yg menyangkut materi mengalami perubahan.

Seiring berjalannya waktu, keimananku semakin bertambah kuat bahkan melebihi agama sebelumnya yg masih tertulis dalam KTP. Atas dukungan dari papa, setiap minggu aku begitu semangat dan rajin ke gereja, aktif dalam setiap kegiatan yg di selenggarakan oleh gereja. Seperti Natal di tahun berikutnya, aku menyambut jemaat dengan tari Tamborin. Ketika Hari Sabat, aku sebagai salah satu dari organisasi Jemaat Remaja mengadakan pementasaan yg mengisahkan saat dimana Yesus Kristus di siksa dan kemudian disalibkan.

Saat itu aku merasa sangat bahagia, hidupku damai, walau terkadang perasaan itu berujung kekhawatiran bila pikiranku tertuju ke kampung halaman, pada orang tua dan adik-adikku. Terlebih setelah aku tahu, kalau papa tidak mencintaiku sebagai individu yg utuh, aku dilarang berbahasa indonesia dengan logat Lombok, dilarang mengatakan ke orang lain tentang identitasku yg sebenarnya. Kutanyakan mengapa, papa menjawab, bahwa pandangan masyarakat pada umumnya sangat buruk terhadap orang Lombok, kehidupannya sangat dekat dengan hal-hal yg berbau klenik. Dalam hatiku berkata, apa yg dikatakan papa memang tidak salah, tetapi tidak sepenuhnya benar. Ketika itu aku hanya diam saja, karena merasa tidak mampu, tidak mempunyai keberanian untuk sedikit meluruskan pandangan buruk tersebut, minimal kepada papa, karena papa orangnya tidak suka di tentang. Lebih dari itu, beliau berusaha keras agar dapat memisahkan aku dengan orang tua kandung dengan meyakinkanku bahwa kasih sayang papa melebihi bapak di Lombok. Secara materi papa juga lebih mampu memenuhi apa saja yg aku inginkan, tidak sebagaimana bapak. Yg pada akhirnya aku sadar, bahwa papa ingin membuatku lupa diri dengan bergelimang materi.

Mbak Cantika adalah orang yg dengan setia menemani hari-hariku, darinya aku tau bahwa ada ketidak sepakatan antara papa dan mama juga oma prihal mengadopsi aku. Sejak awal, mereka (mama, oma dan keluarga besarnya) memang tidak begitu suka padaku, terlebih ketika menyadari setelah kehadiranku di dalam keluarga itu, kasih sayang papa, perhatian dan lain sebagainya menjadi terbagi. Seiring bertumbuh besarnya kasih sayang papa, begitu juga dengan kebencian mama. Tanpa sepengetahuan papa, mama sering menghinaku dengan sebutan anak kampung yg tidak tau diri, ia juga pernah berkata akan membayarku berapa saja asal aku pergi dari rumah itu. Bahkan oma tidak segan-segan menunjukkan sikapnya yg tidak manusiawi, walau dalam keadaan lumpuh ia berusaha meraih rambutku dan menjambak-jambaknya. Namun berbeda ceritanya jika papa ada di rumah, semuanya bersikap sangat baik, lemah lembut, aku di perlakukan bak seorang putri raja. Walau papa sangat menyayangiku namun terkadang ia bersikap tempramental dengan memukul jika aku melakukan kesalahan yg harusnya dapat dimaklumi dan disikapi dngan bijak. Kadang aku juga di hukum berlutut hingga dua jam lamanya, yg terjadi karena fitnah mama maupun oma. Aku ingin mengatakan yg sebenarnya tapi tidak berani, karna setelah aku pikir-pikir terlalu beresiko. Jika aku mengadu prihal yg sesungguhnya, perseteruan atau bahkan perpecahan diantara kedua belah pihak tidak terelakkan. Maka kuputuskan untuk membungkam mulutku, sambil menahan hinaan dan semua perlakuan mereka. Aku berkomitmen, sebagaimana keharmonisan dalam keluarga yg aku rasakan sejak pertama kali menginjakkan kaki dirumah ini, seperti itu pula aku akan berusaha sekuat mungkin untuk menjaganya.

Aku begitu mengilhami apa yg dikatakan orang-orang gereja, atas segala perlakuan dan ketidak adilan aku larut dalam kesedihan dan semakin khusuk dalam doa. Aku berhasrat, bahwasanya Yesus Kristus akan menyelamatkanku dari semua permasalahan hidup. Minimal Ia akan menampakkan wujud-Nya, agar aku merasa tidak sendiri hadapi cobaan hidup ini. Kadang aku merasa tidak tahan lagi dan terlintas dalam pikiran untuk pergi, tapi kemana? Bila harus kembali ke Lombok, bagaimana aku dapat menjalankan agama Kristen?

30 Maret 20011, tanpa sepengetahuan siapapun, diam-diam aku menjalin hubungan sebagai sepasangkekasih dengan orang Bali, sebut saja namanya krisna. Ia bukanlah sosok yg di dambakan papa, dengan syarat mutlak beragama Kristen. Maka, kamipun sepakat untuk menjalani hubungan ini dengan backstreet, karena jika diketahui, terlebih oleh papa, hubungan kami pasti akan ditentang. Terlebih pandangan papa terhadap orang Bali maupun agamanya tidak terlalu baik, seperti pemujaan berhala yg dalam kekristenan merupakan suatu tindakan untuk menyekutukan, atau menduakan-Nya. Orang Bali yg gila judi dan juga mabuk-mabukan.

Sudah menjadi rutinitasku bila hari minggu selalu menghadiri kebhaktian di Gereja, kemudian pulang lebih awal untuk bertemu kekasih hati walau hanya sesaat. Tapi ada yg tidak biasa, berbekal kotbah yg disampaikan Pendeta, aku menemui pacarku dengan sebuah pertanyaan dikepala. Apakah benar, karmaphala sebagai salah satu dasar keimanan dalam agama Hindu merupakan hukum yg tidak menganal cinta kasih, hukum yg tidak mengenal ampun? Tidak sebagaimana yg diajarkan Yesus Kristus dalam kekristenan?. Yg ternyata, secara tidak langsung merupakan awal bagiku mempelajari agama Hindu.

Krisna: lima dasar keimanan agama Hindu di sebut Panca Sraddha, yg meliputi: Percaya terhadap Brahman/Hyang Widdhi/Tuhan.Percaya terhadap Atman yg menghidupi setiap makhluk, termasuk binatang.Percaya terhadap hukum Karmaphala, hukum sebab akibat, dalam logika matematika dapat ditulis "jika-maka". percaya terhadap kelahiran kembali yg disebut dg Samsara/Punarbhawa/reinkarnasi. Dan yg terakhir adalah percaya terhadap adanya Moksa, sebagai tujuan tertinggi agama hindu, Atman/jiwa individu mencapai pembebasan dr putaran roda kelahiran, bersatunya Atman dengan Brahman. Ibarat air dari berbagai sumber yg pada akhirnya kembali kesamudra luas.

Mengenai pertanyaanmu, Karmaphala terdiri dari dua kata, yakni Karma dan Phala. Karma berarti perbuatan, dan phala berarti hasil. Jadi Karmaphala dapat diartikan sebagai hasil perbuatan. Karmaphala merupakan rta/hukum alam, jadi didunia ini tidak ada satu tempat bagi seluruh makhluk untuk bersembunyi darinya, diakui atau tidak, hukum tersebut tetap berlaku, bahkan pada orang yg tidak percaya sekalipun. Ini bukanlah pemaksaan, tetapi kebenaran yg hakiki, luas dan besar bahkan tak mampu dibendung oleh tembok-tembok agama manapun. Karmaphala merupakan konsekuensi logis dr setiap perbuatan yg dilakukan manusia, ibarat petani yg menanam padi tidaklah mungkin jika kemudian ia memanen mutiara. Karmaphala mendudukkan Tuhan sebagai Yang Maha Adil, kemudian melalui Samsara/Punarbhawa/Reinkarnasi Beliau menjalankan fungsinya sebagai yang maha pengasih dan penyayang, sekaligus "pengampun" karena senantiasa memberikan kesempatan untuk bertobat, berbuat sesuai dengan dharma atau kebenaran, yg meliputi hukum alam baik yg bersifat fisik, energi maupun mental. Perlu di ingat, dalam agama Hindu tidak ada yg namanya "dosa" yg berarti menjadi terhukum selamanya dalam kubangan api neraka.

Apa yg disampaikan Pendeta di Gereja tidak hanya salah, keliru, tetapi sudah menjelek-jelekkan, menyesatkan. Karmaphala bereaksi melalui tiga hal, yg di dalam Hindu disebut Tri Kaya Parisudha, meliputi Kayika - Pikiran, Wacika - perkataan dan Manacika - perbuatan. Maka, dari sudut pandang ini, pendeta telah membuat karmanya sendiri, yg cepat atau lambat akan menuai phala/hasilnya.

Sempat terjadi interaksi diantara kami berdua dan akupun terus mengajukan beberapa pertanyaan. Entah mengapa jawaban-jawaban yg aku dapat begitu mengusik pikiran dan membuatku gelisah. Bukan hanya karena dapat diterima secara logika tetapi selain membahas dasar keimanan hindu, dasar keimananku pada kristen pun sedang dipertaruhkan. Namun secepat mungkin aku menepisnya. Meski cukup memuaskan rasa ingin tauku, tidaklah kemudian aku jadikan acuan untuk pindah agama. Berusaha "menyadarkan diri", bahwa setiap orang pada akhirnya akan membutuhkan sosok penyelamat, atau pengampunan dosa, seperti yg diajarkan dalam kekristenan yg menjadi  dasar keimananku pada Yesus Kristus.

Satu bulan kami mengikat diri sebagai sepasang kekasih, krisna mempertanyakan keseriusanku dalam memperjuangkan hubungan kami. Sebagai wanita, tentu saja aku merasa senang, tetapi menjadi berbeda ketika komitmen yg hendak kami bangun terhalang oleh tembok pemisah yg di sebut agama. Aku merasa sanggup untuk melakukan apa saja demi mewujudkan harapan-harapan kami di masa depan, tetapi aku merasa tidak bisa meninggalkan agama kristen sebab jika aku melakukan hal tersebut siapakah aku yg tahan berdiri menghadapi geram-Nya, dan siapakah aku yg tahan tegak terhadap murka-Nya yg bernyala-nyala? Menurut Perjanjian Lama, Tuhan itu Allah yg cemburu dan pembalas, Tuhan itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. Tuhan itu pembalas kepada para lawan-Nya. Dan pendendam kepada para musuh-Nya.

Dengan nada kesal lantas ia berkata: "Pernahkah km menyadari, bahwa sedari dulu km tidak pernah di selamatkan, karena keimananmu pada-Nya di bangun dengan kebencian. Benci yg melihat ke bawah adalah menghina (memandang rendah), benci pada yg sederajat adalah marah dan angkuh, mengagungkan diri. Dan terakhir, benci yg melihat keatas adalah takut. Ya... Km takut pada Tuhan. Jika km beriman pada-Nya hanya karena rasa takut sesungguhnya km sedang membenci-Nya! Tidaklah begitu caranya, kekudusan Tuhan itu untuk dicintai, sehingga dengan demikian kita akan senantiasa ingin mendekatkan diri pada-Nya dengan rasa nyaman". Saat itu aku hanya diam dan tidak bicara apa, di satu sisi aku merasa di tampar oleh kata-kata tersebut dan disisi lain aku juga kagum akan pemikiran yg ia miliki.

Sebagai orang yg paling dekat dan mengerti aku, hanya dengan krisna seorang aku berbagi dalam suka maupun duka, menumpahkan kesedihan dan lain sebagainya. Memahamiku dalam banyak hal, melebihi diriku sendiri. Pola pikir yg kritis, pribadinya yg baik dan cukup bijak dalam memberikan solusi membuatku ingin selalu mendiskusikan beberapa hal, entah yg menyangkut tentang kehidupan pribadi maupun agama. Ketika itu, aku mengeluh psimis, bahwasanya cobaan hidupku sangat berat, aku di belunggu oleh masalah-masalah yg sangat pelik. Konon, Tuhan tidak akan memberikan cobaan melampaui kemampuan umatnya, tetapi apa yg aku alami hampir membuat putus asa. Aku harus bagaimana?

Krisna: Bila aku harus membagi pemikiran denganmu, yg harus km lakukan adalah mengubah pola pikirmu. Mengapa?
Menurutku, pernyataanmu tentang hidup adalah cobaan sungguh tidak mendasar. Apakah Tuhan tidak punya kerjaan sehingga menguji coba ciptaan-Nya hanya untuk memuaskan rasa ingin tau-Nya? Bukankah Tuhan sudah pasti maha tau? Dalam kesadaran yg murni, coba km renungkan atas dasar apa Tuhan mencoba umat-Nya?

Kenyataan hidup yg km hadapi, baik dan buruk adalah hasil dari karma/perbuatanmu sendiri. Dari perspektif agamaku, tidak ada kemujuran merupakan suatu kebetulan, dan tidak ada nasib buruk sebagai takdir-Nya. Apapun yg km alami merupakan phala/hasil dari tindakanmu semata. Dengan meyakini hukum karmaphala, berarti km telah menjadi pribadi yg berjiwa ksatria/ksatriani, berani berbuat berani pula untuk bertanggung jawab. Dan camkan dengan baik, seseorang yg berjiwa ksatria/ksatriani tidak butuh pengampunan dosa, terlebih dengan melimpahkan asubha karma/hasil perbuatan buruk pada sosok yg km sebut sebagai penyelamat.

May: Mengapa km sangat percaya diri dan begitu berani? Apakah km tidak pernah berpikir bahwa perbandingan ini akan menyakiti hatiku dan mempengaruhi hubungan diantara kita?
Krisna: Itu karena diskusi ini memaksaku untuk berkata jujur. Aku paham betul dengan apa yg aku katakan, tapi kemudian apakah km berjalan dari hati yg murni atau dari sikap fanatisme buta?
May: Apa hanya agamamu yg paling benar?
Krisna: Kebenaran yg hakiki harusnya tidak di belenggu oleh suatu apapun, mengapa km berpikir seperti itu?

May: Lantas apakah yg aku alami merupakan karma/perbuatanku sendiri?
Krisna: Ya... Tentu.
May: Tetapi aku merasa tidak pernah membuat kesalahan sebagaimana akibat yg telah aku terima.
Krisna:Itu hanya perasaanmu saja, menurutku dalam kehidupan ini km telah membuat "kesalahan". Pertama, km pindah agama dengan tidak mempelajarinya terlebih dahulu, km hanya di suguhi "pemanis" belaka. Jika ingin mengenali suatu agama pelajarilah kitab sucinya kemudian telaah dengan logika, juga rasa. Dan yg kedua, km dianggap sebagai anak angkat tetapi tidak mengadakan pendekatan ke mama, dan oma serta keluarga besar papamu.

Suatu hari aku menghadiri kebhaktian di gereja yg selama ini menjadi tempat bagiku memanjatkan doa. Semua berjalan sebagaimana biasa, usai doa pendeta berkotbah bahwa merupakan kewajiban bagi pengikut Kristus untuk mewartakan agama kristen. Sepulangnya dari gereja, aku menemui Krisna dengan mendiskusikan hal tersebut. Ia berkata: "Dengan dalil bahwa di dunia tidak ada seorangpun yg Tuhan telah pilih untuk menyelamatkan umat manusia; keselamatan hanya ditemukan melalui Dia (Yesus), membuat agama kristen semakin haus dan lapar serta penuh ambisi."

Saat itu aku merasa bahwa apa yg ia katakan adalah benar, bahkan mungkin tanpa aku sadari dahulu aku merupakan target yg papa bidik? Di dalam gereja merupakan pemandangan yg sudah lazim kujumpai orang Hindu Bali pindah agama. Kadang, beberapa dari mereka ada yg kerasukan, teriak-teriak, menjerit histeris. Orang-orang gereja mengatakan bahwa "setan" nya orang Bali sedang dikeluarkan. Dalam diskusi berikutnya krisna mengatakan: Di dalam Hindu, tidak mengenal istilah setan atau iblis, yg berarti eksistensi sesuatu yg "anti Tuhan", bergerak dan bekerja melawan Tuhan. Jika Tuhan tidak ada dalam diri Setan dan Iblis atau bahkan tempat yg dianggap maksiat sekalipun tentu Dia tidak pantas di sebut sebagai Yang Maha Besar. Dalam mitologi hindu terdapat makhluk kegelapan yg disebut Asura, namun merekapun tunduk pada kekuatan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewi Kali.

Pada minggu-minggu berikutnya tiba-tiba saja aku merasa malas untuk datang ke gereja dan lebih memilih untuk menghabiskan waktuku yg terbatas bersama pujaan hati, selain dapat melampiaskan kerinduan, hubunganku dengannya telah menumbuhkan minatku pada agama hindu untuk belajar lebih intensif. Kami sering mendiskusikan konsep ketuhanan khususnya agama-agama yg pernah aku imani sebelumnya dengan konsep ketuhanan didalam hindu.

Krisna: Menurut logikamu dan agama yg km imani dimanakah Tuhan berada?
May:Menurutku Tuhan ada dalam setiap hati insani, dan sejauh yg kutau Allah bertempat di sorga. Lantas bagaimana menurutmu dan agamamu?
Krisna:Baiklah, kita akan bahas satu persatu, yg pertamana "Tuhan ada didalam diri setiap insani" dan yg kedua "Allah bertempat di sorga". Dari pernyataanmu itu tibul sebuah pertanyaan dalam benakku, apakah Dia hanya ada didalam diri manusia saja? Aku meyakini bahwa Tuhan Maha Besar, jadi keberadaan-Nya tidak dapat disangsikan. Jika Dia ada dalam dirimu, maka sudah pasti Dia juga ada diluar dirimu, dalam diri orang lain, setiap makhluk dan semua ciptaan-Nya. Dia ada dimana-mana.
May: Baiklah, aku paham sekarang. Lantas apakah Dia juga ada dalam bentuk sesuatu yg dianggap najis?
Krisna:Sudah tentu sayang, apa keberatannya Tuhan untuk berada dalam tubuh anjing, babi, atau bahkan kotoran sekalipun? Tuhan didalam agama hindu dapat dianalogikan seperti matahari. Ia tidak menjadi lebih terang dengan menyinari tempat yg dianggap suci oleh manusia, dan kemudian tidak menjadi lebih redup dengan menyinari kotoran, matahari tetap meninari dengan cahaya yg sama. Matahari tidak terkontaminasi oleh benda didunia.
May: Lantas apakah Tuhan ada dalam kotoran? Hehehe... (aku tertawa kecil).
Krisna: Ya. Dengan tegas aku katakan Dia ada! Hanya saja kita merasa gelisah dengan persepsi tersebut karena perasaan cinta yg senantiasa ingin memuliakan Dia pada tempat yg istimewa.

Dan seiring berjalannya waktu, melalui bimbingannya aku juga mulai mempraktekkan ajaran agama hindu seperti meditasi yg dalam bahasa sansekerta padanan istilah ini adalah Dhyana, yakni memusatkan perhatian dengan terus menerus pada sesuatu yg dijadikan objek meditasi. Ketika itu aku merasa tertarik melihat image Dewi Kali yg kujumpai dalam folder notebooknya. Beberapa hari kemudian, aku bermimpi di datangi oleh sosok yg sungguh sangat menyeramkan, berpakaian serba putih dengan rambut urak-urakan, sekilas dalam ingatanku sosoknya sedikit menyerupai Dewi Kali.

Kutanyakan pada Krisna prihal mimpiku tersebut dengan jujur dia mengatakan, "Meski sejak lahir aku sudah memeluk agama hindu dan setelah mengalami proses pendewasaan diri memulai praktek spiritual tapi aku tidak terlalu maju, jadi aku tidak tau prihal mimpimu itu. Tetapi mungkin saja sosok yg hadir dalam mimpimu itu adalah Dia, Bunda Kali, sebagai reaksi dari Dhyana yg telah km lakukan. Km adalah bhakta-Nya, dan Beliau pasti akan menemuimu dalam banyak cara dan juga rupa-Nya.

Kami berdua sangat jarang bertatap muka, walaupun demikian komunikasi antara kami tidak pernah putus, entah melalui telp, sms dan facebook. Suatu hari usai chatting aku lupa log out dan delete semua isi percakapan diantara kami, celakanya pada saat yg sama papa memeriksa laptop dan terbongkarlah semua rahasiaku. Papa sangat marah, dan saking emosinya ia melempar handphoneku ke tembok hingga menjadi beberapa bagian, laptop dan semua alat komunikasi di sita. Tidak hanya sebatas itu, papa juga melarangku bepergian, tetapi jika harus, aku diantar papa atau sopir pribadinya. Setelah sekian hari aku menghilang tanpa jejak dan tidak memberi kabar pada krisna, akhirnya aku mencuri-curi waktu, saat papa sedang tertidur aku mengambil handphonenya dan sms krisna untuk menceritakan semuanya.

Selama masa pengasingan papa memintaku untuk melupakan krisna, terlebih setelah membaca status-statusnya yg kontroversial dalam mengkritisi agama-agama yg tidak sesuai dengan persepsi pribadinya sehingga sering membuat gaduh. Dan ternyata papa sudah merasa ada yg berbeda dengan diriku selama beberapa bulan terakhir, karena aku mulai berani melawan (baca: membela diri) yg sering mengundang perdebatan diantara kami atau paling tidak bersikap acuh. Tidak hanya itu, papa juga berusaha menanamkan opini buruk tentang orang bali yg pada umumnya sering mabuk-mabukkan, berjudi, dan tentu saja menilai agama hindu dari perspektif agama kristen. Hampir selama dua bulan papa berusaha keras untuk mempengaruhi aku, dan tentu saja mempertanyakan keimananku pada agama kristen yg sesungguhnya pada saat itu hanya mengambang, belum memudar. Karena memilih jalur aman maka aku hanya diam saja tanpa sepatah kata.

Papa mungkin begitu sangat menyayangiku, namun ia kurang begitu paham bagaimana cara mendidik anak. Cinta dan kasih sayangnya justru merupakan penjara bagiku, dan ini sudah aku rasakan sekian tahun lamanya jauh sebelum mengenal krisna. Semakin aku di kekang semakin pula aku memberontak, terlebih jika aku memutuskan untuk pergi dari rumah aku sudah mempunyai tujuan. Maka, atas pertimbangan tersebut, aku menghubungi krisna melalui handphone mbak Cantika untuk membantuku kabur dari rumah papa dengan membuat sebuah kesepakatan. Tanpa sepengetahuan siapapun, setiap subuh aku mengemas pakaian sedikit demi sedikit untuk aku taruh di tempat sampah depan rumah pada pukul 05:00 tepat. Selang beberapa menit, krisna datang dan mengambil barang-barang yg telah aku letakkan.

Beberapa hari tepat sebelum meninggalkan rumah, aku mengalami konflik batin. Di satu sisi aku merasa berat hati meninggalkan rumah tersebut, terlebih papa yg selama beberapa tahun ini telah menjadi orang tua angkatku, menjaga dan melindungi aku. Namun disisi lain, aku juga sudah tidak kuat atas perlakuannya yg diktator dan semakin jauh dari arti cinta yg sesungguhnya. Tetapi kemudian aku berkesimpulan bahwa semua yg aku cari ada pada krisna yg menjadi tujuan hidup dan masa depanku.

Pada tanggal 07/09/2011 aku dapat meloloskan diri tanpa sepengetahuan siapapun untuk kemudian memulai hidup baru. Senang tentu saja, tetapi aku juga tidak dapat menafikan kesedihan bila hubunganku dengan papa harus berakhir seperti ini. Walau bagaimanapun papa berjasa banyak hal dalam menopang hidupku yg pada kesempatan ini tidak dapat aku sebutkan secara mendetail. Melalui akun facebookku yg baru beliau sempat berkali membujukku untuk kembali pulang dengan cara mengiming-imingiku cincin berlian, Samsung Galaxi yg ketika itu sangat aku inginkan, pergi berlibur ke Thailand, namun aku menolakknya. Mungkin kedepannya secara finansial aku mengalami kemerosotan, merubah beberapa pola hidup mewah dan lain sebagainya. Tetapi bagiku kebahagiaan tidak dapat di ukur dengan materi, cinta dan kasih sayang yg tumbuh dari hati merupakan kekayaan yg tiada terkira dan merupakan kebahagiaan sejati pada siapa saja yg menerimanya.

Setelah terputusnya hubunganku dengan papa, aku bekerja di sebuah travel untuk menunjang kebutuhan hidup.Namun entah mengapa, dalam seminggu aku hampir dua sampai tiga kali jatuh sakit yg berlangsung hampir selama dua bulan. Selain berobat ke dokter dan pergi ke pengobatan traditional sambil terus memotivasi diri untuk bangkit, krisna menyarankanku untuk lebih mendekatkan diri pada Dewi Kali, sebagai penguasa kegelapan yg mampu melenyapkan kekotoran bathin dan menangkal pengaruh buruk dari luar. Kami juga mengunjungi beberapa pura seperti Jagad Natha dan Uluwatu.

Tanggal 29/01/2012 yg bertepatan dengan hari Penampahan Galungan, krisna mengajakku ikut serta pulang ke kampung halamannya di Singaraja. Memperkenalkanku pada bapak, ibu dan adik-adik serta keluarga besarnya. Tentu saja kehadiranku di sambut dengan hangat, terlebih ibunya yg sangat baik, dan begitu memperhatikanku. Keesokan harinya adalah hari suci Galungan, kami semua menghaturkan bhakti di Sanggah dan Pura Desa. Tidak hanya itu, krisna beserta keluarganya mengajakku nangkil ke Pura Pulaki, dan Pura Melanting. Perbedaan yg paling aku rasakan selama prosesi persembahyangan di pura-pura tersebut dan pada saat aku masih dalam lingkungan gereja adalah, agama merupakan urusan pribadi manusia dan Tuhan dengan berbagai rupa dan nama-Nya. Tidak ada Tuhan eksklusif, tidak ada kotbah maupun anjuran untuk mewartakan agama kepada yg non-hindu, "tidak ada kitab suci" karena semuanya berbicara dengan bahasa hati.

Libur hari raya telah usai, aku dan krisna kembali ke Denpasar untuk menjalani hari sebagaimana biasa. Dan entah mengapa sejak saat itu bahkan hingga cerita ini aku tulis, aku sama sekali tidak pernah jatuh sakit. Sekalipun tidak. Aku sendiri sangat heran, apakah jalan ini merupakan tuntunan karma wasanaku? Dan jika memang iya, lantas mengapa aku terpental begitu jauh ke pulau seberang? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tetap menjadi misteri hingga kini. Melangkah di jalan dharma melalui praktek spiritual ada banyak fenomena yg tidak logis, namun justru disana yg menjadi letak daya tariknya untuk terus melakukan praktek dan kemudian dianalisa. Bukan hanya melafalkan ayat-ayat dalam kitab suci hingga mulut berbusa-busa dan mengeringnya kerongkongan.

Selama di Denpasar krisna tidak pernah menyuruhku untuk sembahyang Tri Sandhya, menurutnya tidak ada yg wajib selain kesadaran dari umat itu sendiri. Yg Ia tekankan sangatlah fleksibel yakni berkarma sesuai dharma. Dan atas dasar itu juga setiap pagi sebelum berangkat ke kantor aku selalu meluangkan waktu untuk menyalakan dupa dan mempersembahkan sebuah canang di Pelinggih yg terletak persis didepan kamarku.

Hingga suatu hari beberapa teman kantorku mengatakan bahwa sesungguhnya aku tidak boleh sembahyang ke pura jika belum sah memeluk agama Hindu, terlebih bersembahyang ke Sanggahnya krisna, karena yg berstana disana bukanlah Leluhurku, jadi sembah sujudku tidak diterima. Aku sedih sekali, dan mengadu pada krisna, menurutnya teman-teman kantorku tersebut orang yg masih awam akan agama jadi jangan di hiraukan. Karena tidak puas atas jawaban yg ia berikan aku online melalui akun facebookku dan posting di Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara yg sebelumnya sudah di invite oleh krisna, mempertanyakan prihal tersebut. Setelah banyak yg comment yg di antaranya adalah pinisepuh group tersebut, sebut saja bapak Nengah Sudana yg mengirim inbox padaku bahwa ia sedang mendiskusikan rencana upacara Sudi Wadani untukku bersama bapak Kantha Adnyana.

Jika memang melangkah di jalan dharma merupakan tujuanku, tentu aku sangat senang dengan usul yg diajukan. Lalu aku merenungi semuanya dengan penuh tanya, apakah aku sudah benar-benar yakin? Tiba-tiba ingatanku tertuju pada apa yg pernah di katakan krisna, bahwa di dalam tubuh Sanathana Dharma terdapat beberapa konsep ketuhanan seperti panteisme dan monoteisme, atau bahkan ateisme. Karena itulah seorang umat di berikan keleluasan untuk memuja-Nya sesuai dengan keinginginan. Karena ingin beragama dengan "benar" dan tidak mau "salah" dalam menentukan pilihan untuk kesekian kalinya aku mulai mencari tau apa saja yg berhubungan dengan agama hindu di google. Sambil sesekali intospeksi diri, mencari tau, dimana letak "kenyamanan dan potensiku" yg sesungguhnya.

Akhirnya melalui studi banding yg aku lakukan sendiri dan juga penjelasan-penjelasan yg aku dapat dari krisna seorang, aku mengambil beberapa kesimpulan yg diantaranya adalah, untuk menjadi seorang kristen yg menjunjung tinggi cinta kasih berarti juga menjadi hindu, tetapi untuk diakui menjadi anak dari yg abadi/Tuhan (amritasya putrah), tidak bisa menjadi kristen. Karena dalam kristen Yesus Kristus merupakan satu-satunya anak Tuhan yg kemudian mengembalakan domba-domba. Menyebut seorang manusia sebagai domba entah dalam arti yg sesungguhnya atau kiasan di dalam hindu justru merupakan penghinaan di dalam hindu. Dan jika kita berbicara tentang konsep monoteisme, tidaklah berarti sama seperti konsep monoteistik lainnya, Tuhan monoteisme dalam hindu tidak angkuh dan bersikukuh dengan sebutan sebuah nama saja, karena di dalam hindu orang-orang bijak menyebut-Nya dengan bayak nama. Dll...

Setelah puas dengan pemahamanku sendiri, aku mengutarakan keinginanku untuk di Sudi Wadani kepada krisna. Walau dia sangat antusias tetapi dalam beberapa kesempatan yg berbeda ia berkali-kali mempertanyakan keseriusanku. Krisna, dan yg lainnya atau siapapun juga boleh tidak percaya, itu haknya dan mereka. Meminjam kalimat yg ia pernah katakan padaku, "seekor singa walau di penggal kepalanya ia tak kan pernah mau makan rumput, begitulah kesetiaan".

Beberapa hari kemudian krisna mendapat sms dari bapak Nyoman Suharta bahwa upacara Sudi Wadani untukku telah di tentukan pada hari minggu 26/02/2012 di pura Besakih. Aku senang sekali karena semua kebutuhan upakara telah di siapkan, sehingga aku tidak di beratkan dengan biaya sepeserpun. FDJHN merupakan sebuah organisasi yg tidak hanya bergerak dalam bidang agama, namun juga kemanusiaan. Keberadaannya tidak hanya sekedar eksis di dunia maya menghabiskan banyak waktu hanya untuk diskusi, tetapi juga memberi kontribusi langsung dalam memajukan umat dari segi tattwa dan upakara seperti memberikan buku, pelinggih, dan semua yg dibutuhkan umat. Uniknya lagi, jika mereka mengadakan upacara Sudi Wadani bukanlah karena merasa menjadi "tangan-tangan Tuhan" yg harus mewartakan agama yg di wahyukan dan kemudian meng-konversi orang yg sudah beragama dalam keadaan bingung. Tetapi umat yg berjalan dengan keyakinan yg menuntut pengakuanlah yg menemukan mereka. Ya... Seperti diriku ini contohnya.

Pada hari yg telah di tentukan dan aku sepakati, pukul 06:00 pagi aku dan krisna menuju kantor sekertariat untuk berkumpul dengan member yg lainnya dan kemudian menuju pura Besakih yg kami tempuh selama satu jam lebih. Sampainya di Besakih, sambil menunggu Ida Pandita mempersiapkan semuanya, aku dan krisna duduk di pinggir sebuah bale, kemudian ada seseorang yg menghampiri, beliau juga merupakan salah satu member FDJHN yg belakangan aku ketahui namanya bapak Arjaya STP. Tiba-tiba saja beliau berkata dengan spontan bahwa aku disenangi oleh Bathara yg melinggih di pura Melanting. Dalam hati aku heran, kami tidak saling kenal dan tidak pernah bertemu sebelumnya mengungkapkan sebuah "kebenaran". Kebenarannya adalah sejak saat aku nangkil ke pura Melanting - Pulaki aku sehat-sehat saja dan tidak sakit-sakitan lagi. Ingin rasanya berbincang lebih banyak dan jelas, tetapi kemudian aku di panggil untuk segera melaksanakan upacara Sudi Wadani.

Semua berlangsung sebagaimana yg telah di rencanakan, upacara Sudi Wadani berjalan lancar. Namun ketika hendak bersembahyang bersama member lainnya yg turut hadir, tiba-tiba hujan turun deras sekali, aku dan krisna sama sekali tidak bergeming meski harus basak kuyup, krisna meyakinkanku dengan berkata "hari ini km mendapat restu yg berlimpah, langitpun memerciki km dengan tirta". Dan setelah itu, aku lantas memohon ijin pada bapak Kantha untuk sembahyang ke Pedharman bersama krisna.

Aku merasa senang juga bahagia, dan istimewa karena "terlahir" di pura Besakih, merasa terhormat karena upacara Sudi Wadaniku di pimpin oleh seorang Ida Pandita Mpu, yg setelah semuanya selesai dengan kemurahan dan kerendahan hatinya beliau bersedia untuk berfoto bersama denganku. Beliau juga sempat memberikanku kartu nama sebagai sebuah isyarat untukku mengunjunginya ke Geria dikemudian hari, tak ada petuah apapaun, beliau hanya mengatakan, "sekarang km adalah anak angkatku". Betapa bahagianya diriku...

Setelah semuanya ini, hari-hariku berjalan seperti biasa, berkarma dan berdoa dijalan dharma. Hubunganku dengan krisna semakin jelas, dan tidak ada kendala yg berarti untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kehidupan spiritualku juga masih terus di berkahi restu seperti yg aku alami beberapa hari yg lalu di pura Jagad Natha saat bulan purnama.

OM KRIM KALYAI NAMAH _/\_

Penulis @Mayshia Angel

Artikel Terkait

9 comments:

  1. Kisah yang menarik, thanks tulisannya.

    http://agamahindu9.wordpress.com/

    ReplyDelete
  2. Wah saya terharu sekali membaca kisah kehipan mbak may, mudah-mudahan segera menemuka apa yang dicita-citakan dan tidak sakit-sakitan lagi.

    ReplyDelete
  3. Hyang Widhi selalu punya cara, setiap jiwa punya kisahnya masing-masing, jika saatnya tiba pasti memjadi apaya yang sudah ditakdirkan

    ReplyDelete
  4. Astungkare.....sy benar2 terharu dan merinding bc crt ini

    ReplyDelete
  5. Cerita yg sangat Luar biasa.. Bagaimana Karma itu berjalan.. Laksana matahari yg tanpa henti menyinari dunia dan semesta alam.. Dengan cerita di atas.. Semakin yakin akan garis dari kedua telapak tanganku ini adalah jalan hidupku..masa lalu-sekarang.. Dan selalu berbuat baik di Jalan-Nya untuk membuat Garis Tangan yg lebih baik di kehidupan Berikutnya.. Karena Tuhan hanya sebagai Perantara dari sebuah perbuatan di setiap mahluk.. Astungkara.. Namaste.. Sairam.. Om santhi santhi santhi..

    ReplyDelete
  6. Seumur Hidup saya hanya melakukan apa yg semestinya di lakukan, air yg menglir itulah yg hendak kita pahami, tak ada paksaan untuk mencapai yg dinamakan bahagia namun air itu tetap mengalir walau banyak bebatuan sebab rta menariknya sampai akhir aliranya ke samudra luas.

    Sangat luar biasa,,, Semoga Truna bisa berbincang dng mimin, sebab Truna pernah mengalami hal yg sangat tidak terlupakan dari Ibu Maha kali.

    ReplyDelete
  7. Perjalanan memang berliku, kalau niat selalu mencari pasti akan ketemu atau kembali ke jalan dharma. Renungan ini sangat menginspirasi, jangan pernah untuk menyerah menapak kehidupan ini. Bangkitlah.....sudah saatnya kita bangun.............

    Suksema

    ReplyDelete

Boleh berkomentar panjang lebar, silahkan!Tulisan ini mungkin sinis tapi mudah-mudahan bisa memberi pengertian dan kesadaran untuk lebih mencintai Agama,Tanah Air, Bangsa dan Nusantara. Mencintai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa, budaya serta peninggalan-peninggalan leluhur seperti Candi-candi, Pura, Puri, Purana ataupun yang lainnya.