Om Swastyastu
--- Ya Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan perlindungan ---
Rg-Veda telah dikenal dan diakui seluruh
dunia sebagai buku tertua yang ditulis manusia. Jika buku ini menyebut
tentang Nabi Muhammad, tentunya ini akan sangat membuat bangga Umat
Muslim. Tidak hanya itu saja, Umat Hindu juga tentunya gampang
dipengaruhi umtuk memeluk Islam. Karena itulah, mudah dimengerti mengapa
Dr. Zakir Naik sorang oknum Muslim bersusah payah mencoba mencari
pembenaran bahwasanya Nabi Muhammad disebutkan dalam Pustaka Suci Rg-Veda
dan berbagai literatur Hindu lainnya. Tetapi bukan satu kebenaran yang
kemudian disampaikan oleh Dr. Zakir Naik, namun sebuah manipulasi dan
pembohongan baik itu kepada Umat Muslim maupun Umat Hindu.
Pertama-tama, kita harus melihat apa yang disampaikan dalam Pusataka Suci Rg-Veda
tentang Muhammad. Kita harus mengetahui ada dua kata Sanskrit yang
berperang penting yang dijadikan dasar argumen Dr Naik, yakni
(1) śaṃsata ; dan
(2) narāśaṃsa .
Menurut Dr Naik, kata śaṃsata berarti orang
yang memuji. Dalam bahasa Arab, orang seperti itu disebut Ahammad, yang
merupakan nama lain dari Nabi Muhammad. Karena itu, dimanapun dia
menemukan kata śaṃsata, dia berusaha
mengartikan kata itu berkenaan dengan Nabi Muhammad. Menurut Dr Naik,
kata kedua berarti orang yang terpuji atau layak dipuji. Jadi, di
manapun dia menemukan kata narāśaṃsa, dia menganggap kata itu menyatakan Muhammad. Bukankah ini adalah satu kekeliruan logika yang fatal atau `absurd`.
Sebuah analogi berdasarkan argumennya, Dr Naik beranggapan bahwa
setiap kata Indonesia dalam kamus Indonesia yang mengandung kata “layak
dipuji,” pasti berhubungan dengan nama Muhammad. Lebih jauh lagi,
anggapan `konyol` seperti ini bisa diterapkan sebagai berikut:
kambing berjenggot dan Zakir Naik berjenggot, jadi ini berarti Zakir
Naik adalah kambing – begitulah kesimpulan berdasarkan argumennya.
Sebenarnya, literatur Sanskrit śaṃsata dan narāśaṃsa adalah kata kata yang ditujukan kepada Dewa atau Tuhan, yang memang layak dipuji. Menurut Sāyana, penulis tafsir Veda yang paling terpercaya, kata narāśaṃsa merujuk kepada Dewa atau Personalitas Tuhan (Sagunam Brahman) yang layak dipuji oleh manusia.
Untuk lebih jelasnya, mari kita bahas apa yang dikatakan Dr Naik. Menurut Dr Naik, Mantram Mantram Rg Veda (1/13/3), (1/18/9), (1/106/4), (1/142/3), (2/3/2), (5/5/2), (7/2/2), (10/64/3) dan (10/182/2) dari Pustaka Suci Rig-Veda mengandung kata narāśaṃsa dan kutipan klaim tentang Muhammad dalam Mantram (8/1/1) Rig Veda yang mengandung kata śaṃsata (Ahmmad), atau nama lain Muhammad. Berikut kutipan Matram Rig Veda (8/1/1):
Rg Veda Mandala VIII Sukta 1 Mantram 1
Mā cidanyadvi śaṃsata sakhāyo
mā riṣṇyata l
Indramitstot ā vṛṣaṇaṃ sacā sute
muhurukthā ca śaṃsata ll (8/1/1)
---
Muliakan hanya dia, wahai teman2; sehingga jangan kesedihan
menggelisahkanmu. Hanya puji Indra yang perkasa saat sari buah
dikucurkan, dan katakan pujianmu berulang-kali.
---
(terjemahan: R T H Griffith; The Hymns of the Ṛgveda, Motilal Banarsidass Publishers, Delhi; 1995, p-388).
Rg Veda Mandala I Suka 13 Mantra 3
Narāśaṃsamiha priyamasminajña upahvaye l
Madhujihvat haviṣkṛtam ll (1/13/3)
---
Wahai Narāśaṃsa, yang manis lidah, sang pemberi dari persembahan, aku sembahyang bagi persembahanku
---
(ref.ibid hal 7)
Mantram Mantram Rg Veda Mandala 1 Sukta-13 ditujukan untuk memuja Agni. Jadi Narasamsa itu merujuk kepada Dewa Agni.
Rg Veda Mandala 1 Sukta 18 Mantram 9
Narāśaṃsaṃ sudhṛṣṭamamapaśyam
saprathastam l
Divo na sadmakhasam ll (1/18/9)
---
I have seen Narāśaṃsa , him most resolute, most widely famed, as ‘twere the Household Priest of heaven
---
(tr: ibid, p-11).
The 18th Sukta, to which the verse belongs, is dedicated to Brahmaṇaspati, the Priest of heaven and hence the word narāśaṃsa (praiseworthy to man) in this verse refers to Brahmaṇaspati, the Priest of heaven.
Rg Veda Mandala I Sukta 106 Mantra 4
Narāśaṃsaṃ vajinṃ vajayinniha
kṣayadvīraṃ pūṣaṇaṃ summairī mahe l
Rathaṃ na durgādvasava sudānavo
viśvasmānno ahaṃso niṣpipartana ll (1/106/4)
---
To mighty Narāśaṃsa, strengthening his might, to Pūṣaṇa , ruler over
men, we pray with hymns. Even as a chariot from a difficult ravine,
bountiful Vasus, rescue us from all distress
---
(tr: ibid, p-69).
The 106th Sukta of 1st Mandala, to which the verse belongs, is dedicated to Viśvadevas, and hence the word narāśaṃsa (praiseworthy to man) in this verse refers to Viśvadevas.
Rg Veda Mandala I Sukta 142 Mantra 3
śuci pāvako adbhuto madhvā
yajñaṃ mimikṣati l
Narāśaṃsasthrirā divo devo
deveṣu yajñiyaḥ ll (1/142/3)
---
He wondrous, sanctifying, bright, sprinkles the sacrifice with mead, thrice, Narāśaṃsa from the heavens, a God mid Gods adorable
---
(tr: ibid, p-98).
The 142nd Sukta, to which the versae belongs, is dedicated to to deity Āprī, and hence the word narāśaṃsa in this verse refers to Āprī. Most of the scholars agree that Āprī is the other name of Agni and hence the word narāśaṃsa in this verse refers to Agni, the god of fire.
Rg Veda Mandala II Sukta 3 Mantram 2
Narāśaṃsaḥ prati dhāmānyañjan tisro div prati mahṇā svarciḥ l
Ghṛtapruṣā manasā havyamundanmūrdhanyajñasya sanamaktu devān ll (2/3/2)
---
May Narāśaṃsa lighting up the chambers, bright in his majesty through
threefold heaven, steeping the gift with oil diffusing purpose, bedew
the Gods at chiefest time of worship
---
(tr: ibid, p- 132).
Like the earler one, 142nd Sukta of 1st Mandal, this present 3rd Sukta of 2nd Mandala, is dedicated to the deity Āprī or Agni and hence the word narāśaṃsa in this verse refers to Agni the the Fire God.
Rg Veda Mandala V Sukta 5 Mantram 2
Narāśaṃsaḥ suṣūdatīmṃ yajñamadābhyaḥ l
Kavirhi madhūhastāḥ ll (5/5/2)
---
He, Narāśaṃsa, ne’er beguiled, inspiriteth this sacrifice; for sage is he, with sweets in hand
---
(tr: ibid, p- 240).
This 5th Sukta of 5th Mandala is also dedicated to Āprī or Agni and hence the word narāśaṃsa in this verse refers to Agni the Fire God.
Rg Veda Mandala VII Sukta 2 Mantram 2
Narāśaṃsasya mahimānameṣamupa
stoṣāma yajatasya yajñaiḥ l
Ye sukratavaḥ śucayo dhiyandhāḥ
svadanti devā ubhayāni havyā ll (7/2/2)
---
With sacrifice to these we men will honour the majesty of holy
Narāśaṃsa – to these the pure, most wisw, the thought-inspires, Gods who
enjoy both sorts of our oblations
---
(tr: ibid, p- 334).
Again this 2nd Sukta of 7th Mandala is dedicated to Āprī or Agni, and hence the word narāśaṃsa in this verse refers to Agni the Fire God.
Rg Veda Mandala X Sukta 64 Mantram 3
Narā vā śaṃsaṃ pūṣṇamagohyamagni
deveddhamabhyarcase girā l
Sūryāmāsā candramasā yamaṃ divi
tritaṃ vātamuṣasamaktumaśvinā ll (10/64/3)
---
To Narāśaṃsa and Pūṣaṇ I sing forth, uncocealable Agni kindled by the
Gods. To Sun and Moon, two Moons, to Yama in the heaven, to Trita,
Vāta, Dawn, Night and A śvins Twain
---
(tr: ibid, p- 578).
This 64th Sukta of 10th Mandala is dedicated to Viśvadevas, and the word narāśaṃsa in this verse refers to Viśvadevas.
Rg Veda Mandala X Sukta 182 Mantram 2
Narāśaṃso na avatu prayāje śaṃ no
astvanuyajo habeṣu l
Kṣipadaśtimapa durmati hannathā
karadyajamānāya śam ṣoḥ ll (10/182/2).
---
May Narāśaṃsa aid us at Prayāja; blest be out Anuyāja at invokings.
May he repel the curse, and chase ill-feeling, and give the sacrificer
peace and comfort
---
(tr: ibid, p- 650).
The 182nd Sukta of 10th Mandala, to which the above verse belongs, is dedicated to Vṛhaspati, and hence the word narāśaṃsa refers to Vṛhaspati, the Priest of the Gods.
Rg Veda Mandala I Sukta 53 Mantram 9
Tvametāñjanarājño dvirdaśābandhunā
suśravasopajagmaṣaḥ l
ṣaṣtiṃ sahasrā navatiṃ nava śruto ni
cakreṇa rathyā duṣpadā vṛṇak ll (1/53/9)
---
With all-outstripping chariot-wheel, O Indra, thou far-famed, hast
overthrown the twice ten Kings of men, with sixty thousand
nine-and-ninety followers, who came in arms to fight with friendless
Suśravas
---
(tr: ibid, p-36).
To narrate the incident, Sayana, the renowned commentator of
Rig-Veda, says that twenty kings with a force, 60,099 strong, attacked
the King Suśrava (Prajapati) and Indra alone defeated them and frustrated their ambition (the Vayu-Purana also narrates the incident).
---
Sebagian besar akademisi sepakat bahwa Rig-Veda dikodifikasi lebih
dari 5000 tahun SM, dan karenanya perisitiwa diceritakan dalam Mantram
Rg Veda I/53/9 terjadi lebih dari 7000 tahun yang lalu. Dan Muhammad
menaklukkan Mekah pada 630 M. Tapi Zakir Naik telah berusaha untuk
menghubungkan peristiwa tersebut dengan penaklukan Muhammad di Mekah,
yang sebenarnya merupakan bentuk usaha memalukan yang dilakukan oleh
seorang oknum Muslim. Untuk mengaburkan struktur mantramnya, Zakir Naik
telah menggantikan kata Suśrava kata dengan Suśrama dan mengatakan bahwa Suśrama
adalah kata singkatan orang yang memuji, dan karenanya disetarakan
dengan Ahammad dalam bahasa Arab, nama lain dari Muhammad. Dan dia
mengklaim bahwa Mantram tersebut menceritakan Penaklukan Mekkah oleh
Muhammad, dimana diperkirakan penduduk kota tersebut berkisar 60.000
orang dan Muhammad telah menyerbu Mekah dengan 20 pengikut terdekatnya.
Satu bentuk klaim sepihak yang sangat `absurd` kalau tidak ingin
dinyatakan sebagai tindakan `konyol` dan memalukan dari seorang yang
bernama Dr. Zakir Naik.
Rg Veda Mandala VIII Sukta 6 Mantram 10
Ahamiddhi pituṣpari
medhamṛtasya jagrabha l
Ahaṃ sūrya ivājrani ll (8/6/10)
---
I from my Father have received deep knowledge of the Holy Law:
I was born like unto the Sun
---
(Tr: ibid, p- 396).
In this verse the word ahamiddhi stands for
“I have received”. But as the word spells like Ahammad, the other name
of Muhammad, Zakir Naik claims that the verse mentions Muhammad, which
only a lunatic can do.
---
Penyelidikan terhadap kutipan Mantram Mantram Rg Veda yang dijadikan
dasar oleh Dr. Zakir Naik untuk menyebutkan Muhammad menghasilkan satu
penjelasan bahwasanya bahasa Sansekerta untuk kata Narāśaṃsa
adalah rujukan untuk para dewa atau Tuhan yang patut dipuji oleh Umat
Hindu (Sanathani) dan bukan sama sekali satu pribadi (orang per orang)
yang dipuji oleh orang lainnya atau komunitas lainnya seperti apa yang
diklaim oleh Zakir Naik.
Kesimpulan yang dapat di peroleh dari kekeliruan fatal logika Dr.
Zakir Naik adalah ketika satu kata bermakna `terpuji` dalam konteks
apapun itu maka kesemua kata `terpuji` tersebut akan merujuk kepada
Muhammad. Kekeliruan fatal logika ini dapat diperoleh dari contoh
sederhana berikut,
`jika seseorang menyatakan hewan perliharaan nya dengan satu kata
yang bermakna `terpuji` berarti hewan itu juga merujuk kepada Nabi
Muhammad? Akan kah logika ini di terima oleh Umat Muslim? Penalaraan
satu pribadi yang sehat pasti akan menolaknya.
Namun selain mengutip Mantram Rg Veda , Dr Naik juga telah mengutip kata narāśaṃsa dari literatur Pustaka Suci Veda lainnya juga seperti Atharva-Veda dan Yajurveda
yang kesemuanya itu dikait kaitkan dengan Nabi Muhammad, walaupun
sebenarnya dengan sanggahan ini klaim dalam literatur Pusataka Suci Veda yang lainnya akan gugur dengan sendirinya karena sekali lagi, kata `narasamsa` dan `samsata` adalah kata yang digunakan oleh Umat Hindu (Sanathani) untuk memuja/melakukan pujian kepada para Dewa atau Personalitas Tuhan (Sagunam Brahman) bukan kepada satu pribadi (orang per orang) yang di junjung oleh pribadi atau satu komunitas lainnya.
Akhir kata, semoga materi sanggahan ini memberikan informasi
pembanding yang sesuai dan mencerahkan agar sekiranya klaim klaim yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tersebut tidak
menyesatkan umat beragama baik itu Umat Muslim atau pun Umat Hindu.
Satyam Eva Jayate
--- pada saatnya hanya Kebenaran (Satyam) yang pasti akan menang ---
Om Tat Sat
Om Shanti Shanti Shanti Om
--- Ya Tuhan, semoga damai di hati, damai di dunia, damai untuk selamanya ---
saluteee blii
ReplyDeleteBenar salahnya harus melalui debat terbuka,,,kalau benar spt tulisan anda diatas,saya lebih senang melihat saudara mengundang Dr.Zakir Naik keindonesia utk melakukan debat,,supaya kita semua tahu siapa yg salah dan siapa yg benar.dalam hal ini tak seyokyanya saudara lalu menulis "membuat orang muslim besar kepala atau bangga " selebihnya dgn Munculnya sosok Dr zakir Naik tentu saja saya pribadi banyak mendapatkan hikmah pelajaran dari agama2 tersebut,saya rasa Dr.Zakir Naik orangnya terbuka apa adanya,klu ada kekeliruan itulah manusia, Dlm hal diatas silakan diskusikan dgn Dr zakir naik,,melalui debat terbuka akan lebih mantep
ReplyDeleteSaya kira semua harus tahu dirilah. Tuhan menciptakan keberagaman salah satunya agama. Ya masalah agama adalah masalah yang sensitif, maka bermainlah pada area keyakinan kita masing-masing. jadi sangat kurang ethis kita mengklaim keyakinan orang lain ke yakinan kita. Bahasa agama adalah bahasa Tuhan jadi kita sebagai umatnya tidak mungkin bisa memahami 100% apa yg terkandung dlm kitab suci keyakinan yang kita anut, lebih2 keyakinan orang lain. Sadarlah... jangan bikin malu
ReplyDeleteDR Zakir tdk pernah beragumen sendiri, yg anda kutip di atas adalah dalam sesi tanya jawab, dan ingat saudara, yg prnah berdialog dngn beliau bukan hanya dari pengikut agama biasa saja, bahkan dari para tokoh tinggi sprt pastor/pndeta, bahkan pandita hindu di india kagum pada Rasululloh karna berdialog dngn beliau, bayangkan...! Lantas skarg seorang anda mengatakan beliau salah ma!af wlau 'bagai katak dalam tempurung' apakah anda lebih hebat dari pandita anda?
ReplyDeleteDR Zakir tdk pernah beragumen sendiri, yg anda kutip di atas adalah dalam sesi tanya jawab, dan ingat saudara, yg prnah berdialog dngn beliau bukan hanya dari pengikut agama biasa saja, bahkan dari para tokoh tinggi sprt pastor/pndeta, bahkan pandita hindu di india kagum pada Rasululloh karna berdialog dngn beliau, bayangkan...! Lantas skarg seorang anda mengatakan beliau salah ma!af wlau 'bagai katak dalam tempurung' apakah anda lebih hebat dari pandita anda?
ReplyDeleteDR Zakir tdk pernah beragumen sendiri, yg anda kutip di atas adalah dalam sesi tanya jawab, dan ingat saudara, yg prnah berdialog dngn beliau bukan hanya dari pengikut agama biasa saja, bahkan dari para tokoh tinggi sprt pastor/pndeta, bahkan pandita hindu di india kagum pada Rasululloh karna berdialog dngn beliau, bayangkan...! Lantas skarg seorang anda mengatakan beliau salah ma!af wlau 'bagai katak dalam tempurung' apakah anda lebih hebat dari pandita anda?
ReplyDeleteDR. zakir ini orang yang luar biasa... Bila beragumen dengan konteks sperti ini saya rasa kurang fear ya... Sebernya Dr.Zakir ingin Setiap orang yg Beragama lebih meneliti lagi dan mengkaji/menafsirkan Kitab masing2... Kebanyakan Manusia Asal Ngikut Leluhur... Skrang d fikir logis Sang Leluhur Belajar dari mna??? Pastilah dari Kitab Tuhan...Leluhur itu manusia... Kalo orang awam yg logis... Seharusnya membuktikan ajaran Leluhurnya sama ngak ama yg di kitab... Contoh kecil aja... Sya prumpamakan orang Muslim... Bnyak leluhur yg salah... Contoh ada yg Ngebom bunuh diri... Itu mana ada Tuhan nyuruh ngebom trus masuk Surga... Nahh kan... Lebih di dalami... Hidup sekali Bung... Neraka Pintunya Menanti... Surga pintunya jika Anda menjalani Peraturan Tuhan dengan Benar... Banyak sekali orang yg jelas dia tau Salah tpi tetap melakukannya... Dan bnyak sekali orang percaya pada kesakralan (terutama indonesia) tidak ada manusia sakti... Kalo sakti yang sakti itu JIN dan Syetan di belakangnya... Toh kesaktian di pakek apaan??? Apa membuat anda masuk Surga... Sakti yabg sesungguhnya ya Yang menciptakan Kita dan seluruh makhluk dan alam semesta ini... Yaitu Tuhan... Banyak yg Mengagungkan, mngikuti, orang yg ktanya Sakti trus di jadikan panutan... Kalo logis brrti anda ikut panutan Syetan dan JIn... Manusia di bekali Akal Pikiran... Mulut emang gemulai... Tapi Kepastian itu Ada... Berfikirlah selama anda masih hidup... Krna Neraka dan Surga itu emang ada... Dan apapaun yang di perbuat manusia di Dunia baik/buruk... Semuaa ada balasannya... Semoga bermanfaat...Amiin...
ReplyDeleteAgama adalah sebuah keyakinan akan sebuah kebenaran,yang seyogyanya dipakai pedoman hidup untuk mewujudkan kedamai diri yang meyakini, oleh karena itulah dipandang sangat tidak perlu dan akan sangat tidak tidak berguna untuk diperdebatkan. Argumentasi hanyalah salah satu cara untuk mempertahan pendapat atas kebenaran keyakinan sendiri. Perdebatan baru bisa nyampai pada hasil bila peserta debatnya memiliki keyakinan yang yang sama, bila berbeda tentu tidak akan nyambung.
ReplyDeleteUntuk itulah tidak perlu diperdebatkan.
Maaf sebagai contoh ( ilustrasi saja)
Bangai mana burung kutilang pemakan biji2an berdebat dengan singa pemakan daging, memperdebatkan tentang enaknya rasa makanan.
Biarkan saja siburung merasakan nikmatnya biji2an demikian juga sebaliknya.
Jadikanlah tuntunan agama untuk membangun kebajikan niscaya kedamaian akan selalu bersama dan tidak pernah meninggalkan yang meresapi hakekat dari keyakinannya masing2.
Ibarat seorang arsitek pintar dan hebat dibidang pengetahuannya menggambar bangunan yng dalam gambarnya membawa hayalan kenikmatan yang sangat tinggi bila tinggal didalam bangunan tersebut, tetapi dia tidak pernah merealisasikan hayalannya didalam gambarnya dalam bentuk nyata, maka akhirnya pengetahuan tidak memberikan jawaban bila tidak direalisasikan.
Sekali lagi biarkan kami nyaman dan damai hidup dalam gubuk, demikan juga silahkanlah nikmati kenyamanan tinggal divilla yang megah.
Bahagia...nyaman...damai...hanya dalam rasa tidak dalam pikiran. Tidak perlu diperdebatkan.
Sebuah saran buat kita semua, marilah kita bersama sama mewujudkan nikmatnya sorga di dalam kehidupan sekarang ini sebagaimana gambaran nikmat yang dijanjikan dialam sana, bila kita bisa mewujudkan dan merasakan nikmatnya alam sorga dalam kehidupan ini niscaya tidak ada rasa ragu akan nikmatnya kehidupan di alam sorga nanti.
ReplyDelete