Om Swastiastu...
Dalam blog banyak terdapat kumpulan kumpulan artikel-artikel yang bermanfaat bagi kita semua terutama untuk Generasi Hindu ke depannya, silakan untuk di pelajari dalam menambah wawasan sebagai seorang Hindu di era-zaman ini. Kritikan dan Saran merupakan hal positif sebagai untuk berbenah diri dan memperbaiki diri dalam kehidupan ini, dengan begitu banyak DISKUSI yang saya lihat baik dalam forum maupun jejaring sosial saat ini yang sangat terbuka dan blak blakkan mengupas hal-hal yang menyentuh prinsip kehidupan manusia, bagaikan suatu Promosi dan Iklan yang saling menggungulkan produknya tanpa melihat efek samping dari kebenaran dan realita akan produk tersebut yang akhirnya saling menghujat dan menghina satu dengan yang lainnya. Marilah generasi Hindu yang saya banggakan bukalah mata dan bukalah hati perluas wawasan diri untuk memperkuat rasa militan kita terhadap ajaran leluhur yang telah membumi di nusantara ini, jalankan Dharma Hindu dan lakukan apa yang mesti kita lakukan untuk mencapai Generasi Hindu yang mumpuni. Mari kita memulai membahas Bagaimanakah Kedudukan Lontar dalam Sastra Weda ?
dari versi Buku Vaisnava Dharma.
Istilah lontar mungkin berawal dari
penggunaan daun “ntal” atau “ental” (sejenis pohon palem) yang dalam
bahasa Sansekerta-nya pohon ini disebut sebagai pohon “tala”, dan dalam
bahasa kawi disebut “tal” sebagai media dalam menggoreskan
tulisan-tulisan.
Leluhur bangsa
Indonesia pada jaman dahulu disamping terbiasa menuliskan suatu catatan
penting dalam batu yang selanjutnya disebut prasasti dan media-media
berbahan dasar logam, mereka juga telah terbiasa menulis karya-karya
sastra dan catatan penting di atas sebuah daun ental. Hampir semua
gubahan kitab-kitab terpenting peninggalan bangsa Indonesia ditemukan
dalam gulungan lontar yang tersimpan dalam suatu peti yang di Bali
disebut sebagai kropak. Kekawin Ramayana, Bharata Yuddha, Bhomantaka,
Arjuna Vivaha dan berbagai mantra-mantra pemujaan yang bersifat rahasia
adalah sebagian kecil contoh manuskrip kuno yang tersurat dalam lontar
dan diwarisi sampai saat ini terutama sekali oleh penerus terah
Majapahit di Bali. Lontar inilah sebenarnya dapat dikatakan sebagai
harta karun yang tidak ternilai harganya yang kita warisi dan harus
dipelihara dengan baik. Karena lewat lontar-lontar inilah sebagain besar
sejarah masa lampau leluhur kita dapat diungkap dengan baik.
Di Bali, lontar mendapat tempat terpenting dalam menjelaskan masa lalu dan perkembangan sosial budaya dan dasar kepercayaan masyarakatnya. Berbagai wisatawan mancanegara yang datang ke Bali ternyata tidak semuanya semata-mata tertarik akan keindahan alam dan eloknya seni budaya yang berkembang di pulau dewata ini, melainkan sangat banyak wisatawan yang terpesona dengan misteri yang tersimpan di dalam lontar-lontar. Lontar menyimpan segudang kearifan, cerita-cerita bernilai spiritualitas tinggi, hal-hal yang mendasari budaya yang berkembang dan juga berbagai macam ilmu-ilmu magic yang bersifat rahasia. Menyadari keberadaan lontar adalah asset yang tidak ternilai, banyak wisatawan asing dengan susah payah berburu lontar dan membelinya dengan harga sangat tinggi. Namun sayang sekali, orang Bali sebagai pewaris lontar yang sah malahan sering kali terlena dan melupakan pentingnya warisan leluhur yang satu itu.
Meskipun lontar menduduki peranan yang sangat penting dalam berbagai aspek, namun ternyata lontar memiliki suatu kelemahan dalam hal keotentikan. Prof. Dr. P. J. Zoetmulder, seorang sarjana yang ahli di bidang bahasa dan sastra Jawa Kuno secara terbuka mengakui bahwa teks yang sampai ke tangan beliau adalah salinan yang telah mengalami riwayat sangat panjang dengan berbagai macam perubahan dan penggubahan yang menyertainya. Perubahan dan pengubahan ini bisa terjadi akibat penyalin lontar yang asli belum menguasai betul bahasa lontar yang sedang disalin, salah membaca, baris-baris yang tidak tersalin karena dilewati tanpa sadar, penyalinan lontar yang sebagian sudah rusak dan sebagainya. Tentunya validasi keotentikan suatu lontar tidaklah mudah, karena sebagian besar lontar merupakan dokumen rahasia dan hanya diwariskan secara turun-temurun oleh satu generasi. Jadi bukan merupakan pengetahuan publik yang copy-annya dapat dimiliki oleh siapapun. Jika dirawat dengan baik, lontar bisa bertahan sekitar 100 – 150 tahun. Tentunya waktu 150 tahun adalah waktu yang relatif singkat jika dibandingkan dengan dokumen-dokumen yang tertulis dalam lempengan batu, emas, tembaga, perak atau logam-logam lainnya. Karena itu jugalah para arkeolog dan ahli sejarah akan lebih mengedepankan bukti yang tersirat dalam batu atau lempengan logam dari pada pada sebuah lontar.
Untuk mendapatkan lontar dengan isi yang otentik, penyeleksian terhadap lontar dan isi-isinya sangatlah penting. Kita tidak bisa menerima isi lontar begitu saja agar kita tidak terseret dan tersesat dalam kebingungan mengingat kelemahan lontar sebagaimana sudah dikemukakan pada paragraf di atas. Hal ini juga dibenarkan oleh Drs. Wayan Jendra dalam bukunya “Pengantar Ringkasan Kesusastraan Jawa Kuno dan Linguistik Sebagai Ilmu Bantu” yang mengatakan bahwa sikap kritis, selektif dan kreatif terhadap unsur budaya lama, termasuk kesusastraan Jawa Kuno dan kebudayaan asing sangat diperlukan untuk tidak menjadikan diri goyah dan mabuk”. Oleh Karena itu terdapat tiga jenis standar yang harus diikuti dalam memastikan keotentikan sebuah lontar, yaitu Guru, Sastra dan Sadhu.
Yang pertama, ajaran lontar yang kita terima harus sesuai dengan petunjuk guru spiritual. Di Bali sendiri aguron-guron (proses belajar mengajar dari seorang guru dan murid) sebenarnya sudah terpatri dalam sistem banjar dimana sebuah banjar pasti memiliki sebuah “Surya” atau junjungan orang suci yang bertempat di sebuah “Griya”. Pada Griya tersebut harus terdapat orang suci yang khusus menekuni spiritual, sastra Veda dan lontar yang selanjutnya dijadikan pegangan dalam pelaksanaan dan penyampaian tattva, susila dan upakara kepada para warganya yang disebut “Sisya”. Sistem pembelajaran yang baik dalam memahami kesusastraan lontar di suatu Griya harus melalui pengawasan setidaknya satu orang guru Nabe. Guru Nabe disini haruslah “jnaninas tattva darsinah (Bhagavad Gita 4.34). Jnani bearti ahli Veda, dan tattva darsinah berarti sudah melihat kebenaran. Dan pada waktu yang sama Guru Nabe haruslah seorang Acharya, yaitu beliau melaksanakan apa yang dijarkan dengan sempurna. Sayangnya pada jaman sekarang, posisi sentral Griya yang begitu stategis ini sering kali tidak mampu memerankan fungsinya. Griya yang harusnya memberikan pelajaran tattva dan susila kepada Sisya-nya sudah kehilangan pamor dan hanya tinggal sebagai media dalam muput upacara saja. Kedepannya seharusnya para orang suci dan penerusnya yang ada di Griya bisa melaksanakan kembali proses aguron-guron kepada Sisya-nya yang sudah lama terkubur sehingga Griya bisa kembali menjadi media penyebaran dan pembelajaran spiritual Veda yang efektif dan tempat menjaga keotentikan ajaran leluhur yang adi luhur.
Kedua, isi lontar harus sesuai dengan ajaran para sadhu (orang-orang suci) seperti ajaran Catur Kumara, Rsi Narada, Rsi Kapila, Manu, Bali Maharaj dan lain sebagainya. Salinan lontar tidak boleh menyimpang dari dasar-dasar ajaran yang mereka sampaikan. Jika terdapat penambahan-penambahan tafsir/ulasan yang tidak jelas asal-usulnya, maka lontar tersebut dapat kita tolak.
Dan yang terpenting, lontar harus sesuai dengan Sastra, yaitu Veda. Lontar pada dasarnya disarikan dari sastra Veda, jadi apapun yang merupakan penjabaran, ulasan atau perangkuman Veda yang tertuang dalam lontar haruslah memiliki sifat mampu telusur (traceable) ke sumber aslinya. Keberadaan sastra Veda sendiri sangat berbeda dibandingkan lontar. Sastra Veda lebih terbuka dan copy-annya tersebar ke banyak orang dalam berbagai garis perguruan, sehingga untuk memvalidasi suatu kitab suci Veda, dapat dilakukan dengan membandingkan Veda yang terdapat dalam suatu perguruan dengan perguruan lainnya. Sampai saat ini meskipun ada banyak usaha menyimpangkan isi Veda terutama sekali setelah masuknya kaum Indologis, namun Veda yang otentik tetap masih terpelihara pada setiap garis perguruan Veda yang bona fide. Veda sendiri menyatakan bahwa Veda diturunkan bersamaan dengan diciptakannya alam material ini. Bagaikan tercipta dan dipublikasikannya suatu produk baru, maka idealnya produk tersebut harus memiliki buku panduan yang memuat petunjuk-petunjuk pengoperasian, cara kerja produk dan bagaimana perawatannya agar dalam penggunaan produk bersangkutan tepat guna. Demikian juga keberadaan Veda dengan alam semesta ini. Alam semesta yang diciptakan sebagai sarana bagi sang atman/jiva melakukan pengembaraannya menikmati kehidupan yang terpisah dari Tuhan Yang Maha Esa dilengkapi dengan panduan berupa kitab suci Veda. Veda akan memberikan tuntunan bagi Jiva-Jiva tersebut menikmati dunia materil ini dan/atau keluar dari siklus kelahiran dan kematian (samsara) dan kembali ke dunia rohani. Untuk memudahkan mempelajari Veda oleh orang awam yang tidak pengerti bahasa sansekerta, pada jaman dahulu leluhur kita berusaha menjabarkan ajaran-ajaran Veda kedalam bahasa yang lebih membumi ke dalam sebuah lontar.
Wejangan tentang keberadaan lontar yang mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati dan kritis menerima keberadaannya telah tertuang dengan sangat baik dalam pupuh sinom dalam lontar itu sendiri yang liriknya adalah sebagai berikut:
Luih ortane ring lontar
Miwah maring buku sami
Tan puput jag mamarcaya
Tan jeg ngetelebang di hati
Reh bisa ortane sami
Nu madewek dadua pemuput
Bisa linyok lan pesaja
Sada lia
Cakepan gawen sang lobha
Artinya:
“Indah
berbunga nasehat-nasehat di lontar atau buku-buku, bukanlah orang yang
menggunakan buddhi/kecerdasan jika langsung mempercayai, langsung
memasukkan ke dalam hati. Oleh karena segala nasehat-nasehat itu bisa
benar atau tidak benar/menipu, karena masih berbadan (bermuka) dua, dan
lebih-lebih karena Kali Yuga (jaman penuh pertengkaran), terlalu banyak
cakepan/lontar buatan orang loba”
Bak
segelas susu yang sangat menyehatkan, tetapi jika susu tersebut telah
tersentuh oleh mulut ular, maka susu itupun akan menjadi berbahaya.
Demikian juga karya-karya yang digubah dari sastra suci Veda, jika
gubahan/penyalinan lontar tersebut dilakukan oleh orang yang diselimuti
oleh sifat kama, lobha dan krodha, maka ia akan
mengacaukan isi lontar tersebut. Jangan lupa bahwasanya orang gilapun
bisa mengeluarkan tutur-tutur/nasehat indah dan masuk akal, namun belum
tentu nasehat tersebut benar adanya.
Jadi
dari penjabaran di atas, dapat kita lihat bahwasanya lontar merupakan
peninggalan leluhur kita yang sangat penting dan merupakan penjabaran
yang membumi dari ajaran Veda. Lontar dapat memudahkan kita dalam
mengerti esensi Veda, tetapi karena beberapa kelemahannya, kita juga
harus selektif dalam mempelajari lontar. Oleh karena itu dalam menekuni
spiritual dan agama Hindu, sudah seharusnyalah kita meletakkan lontar
sebagai penunjang, bukan sebaliknya, yaitu lebih mengedepankan apa yang
disampaikan lontar secara membabi buta tanpa mau memandang dan
memvalidasi hal-hal yang mungkin bertentangan dengan sumbernya, Veda.
Om Shanti Shanti Shanti om
Sumber: Buku Vaisnava Dharma
om swastyastu, saya mau bertanya tentang isi lontar niti sastra yang menjelskan tentang posisi tidur umat hindu. mohon penjelasannya.
ReplyDeletesilakan baca disini
Deletehttp://kebangkitan-hindu.blogspot.com/2012/07/menjawab-mitos-umat-hindu-di-bali.html
bagus spy orang tdk membabi buta menerima seluruh isi lontar sbg benar dan patut dijadikan pedoman oleh umat Hindu. Melalui lontar umat Bisa disestkan spt lontar Rahwana tatwa, lontar Nitisatra saking niti danghyang Nirarta. misalnya
ReplyDeleteINDONESIA National Entrepreneur
ReplyDeleteDatabase Center 2015 :
BIG DATA MARKETING STRATEGY: Strategies for Using BIG DATA to WIN the Market and ENHANCE Relationships
Version 2015 UP-DATE Database Investor Indonesia 95% Valid Cocok Untuk Promosi
Berisikan DAFTAR NAMA PENGUSAHA Kepemilikan Perusahaan Berskala Multi Nasional PERIODE 2015 & GRATIS PRODUK DIGITAL SOFTWARE MARKETING.
WEBSITE OFFICIAL :
http://databasebankindonesia.blogspot.com/
http://birojualbeli.blogspot.co.id/
http://indodatabaseinvestor.indonetwork.co.id
HUBUNGI
ADMIN 1 : (62) (0) 819 1653 9805
ADMIN 2 : (62) (0) 896 9040 7771 ( WHATSAPP )
ATAU EMAIL KAMI di : ahli.database02@gmail.com
sangat bermanfaat. semoga Lontar Bali bisa tetap eksis untuk diwariskan ke generasi anak cucu kita
ReplyDelete