Renungan


Translate

Analogi Sumur dan Rakit.

OM Swastyastu,
--- Ya Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan perlindungan ---

Pernahkan anda mendengar pepatah:

"kalo ada sumur di ladang boleh kita menumpang mandi"

Coba anda renungkan Kata-kata di bawah ini, yang saya dapatkan di salah satu media HINDU !! dan saya sangat salut sekali...

Analogi Sumur dan Rakit.

Seorang penganjur bahwa semua agama adalah sama, pernah menulis di Media Hindu, justru karena semua agama sama maka orang tidak perlu pindah-pindah agama. Secara logika pernyataan ini tepat. Kalau semua agama sama buat apa pindah agama? Tetapi ia memberikan argumen yang menarik. Ibarat orang menggali sumur; baru menggali lima meter tidak menemukan air, lalu pindah ke tempat lain, di tempat baru ini ia menggali lima meter, tidak juga bertemu air. Bila terus demikian, maka penggali sumur itu akan sia-sia saja. Oleh karena itu setiap orang seharusnya terus menggali sedalam mungkin, sampai ia menemukan air yang dicarinya.
Di dalam praktek tidaklah demikian. Kalau setelah menggali sedalam 10 meter, lalu yang ditemukan batu karang, untuk apa diteruskan? Atau bertemu air, tetapi baunya busuk, tentu orang akan pindah mencari lokasi lain untuk digali.


Tetapi secara analogi ini juga tidak tepat. .Seorang teman saya, orang Protestan, dengan gelar master dobel, satu dari AS, satu dari Australia, berkata kepada saya. "Bapak akan puas, bila dapat menundukkan diri sendiri. Karena agama bapak meminta bapak melihat ke dalam. Kalau saya lain lagi. Saya baru akan puas, ketika saya dapat menundukkan bapak agar ikut agama saya."


Dia adalah orang awam sama seperti saya. Tetapi pendapatnya itu ada dasarnya dalam Injil, yaitu perintah bagi setiap orang Kristen untuk pergi ke segala penjuru bumi, dan menjadikan bangsa-bangsa murid Yesus. Islam jug demikian. Nabi mereka, sampai akhir hayatnya meminta para pengikutnya untuk terus berjihad menjadikan Islam satu-satunya agama bagi dunia.


Bila semua agama memerintahkan pengikutnya untuk "menggali sumur" atau melihat ke dalam sampai berjumpa dengan "dirinya sendiri" dunia ini pasti akan aman dan damai. Tetapi nyatanya tidak demikian.


Ketika si Hindu sibuk menggali sumur semakin dalam, si Kristen dan si Islam sibuk berebut wilayah sekitar sumur. Ketika si Hindu kembali dari kedalaman bumi membawa air murni sambil meproklamirkan "semua air sama saja" ia menemukan air itu hanya berguna bagi dirinya sendiri, karena wilayahnya sudah dimiliki si Kristen atau / bersama si Islam. Si Kristen dan si Islam tidak membutuhkan air yang diambil dari inti bumi. Bagi mereka air sungai atau pancuran sudah cukup.


Apakah si Hindu harus memasang pagar atau menyewa centeng untuk menjaga wilayahnya? Ini bertentangan dengan prinsip yang diyakininya. Bila ia melakukan itu, artinya ia melaksanakan apa yang ditolaknya, bahwa agama mengkotak-kotakkan dan bahwa agama tidak perlu dibela. Jadi ia dapat lepas dari dilemma ini, hanya bila ia melepaskan identitas Hindunya.


Analogi rakit, agama hanya sekedar rakit, agak berbeda tetapi menghadapi dilemma yang sama. Analogi ini ada benarnya. Tetapi siapapun yang membuat analogi ini hanya melihatnya dari agama Hindu saja. Bagi Hindu dan juga Buddha, benar, agama hanyalah sarana untuk menyeberangkan manusia dari wilayah kehidupan sampai di batas wilayah kematian (atau kehidupan yang lain). Di dunia kehidupan yang lain itu agama memang tidak disebut-sebut lagi.


Tetapi bagi keyakinan Kristen atau Islam tidak demikian. Agama tidak berhenti sampai di tepi kehidupan dunia lain itu, yang mereka sebut dunia akhirat. Agama terus masuk sampai ke inti kehidupan akhirat. Bagi keyakinan orang Kristen, keyakinan mereka akan kebenaran Yesus sebagai Tuhan, atau Putra Allah, yang menyelamatkan mereka. Bagi orang Islam keyakinan mereka kepada Islam dan Muhammad sebagai Nabi akan menyelamakan atau menjamin sorga bagi mereka. Menurut Islam, ketika ia mati dan sampai di pintu alam kubur, dua orang malaikat akan menanyai apa agama dan siapa nabinya. Bila agamanya bukan Islam dan nabinya bukan Muhammad maka jiwa orang itu akan mendapat siksaan kejam. Dan di dalam persidangan pada hari Pengadilan Akhir, Muhammad akan memberi rekomendasi siapa yang masuk sorga atau neraka secara abadi. Allah akan memerima rekomendasi itu.


Di dalam kedua agama ini keyakinan, bukan perbuatan yang menentukan status seseorang di dunia akhirat. Apakah keyakinan semacam ini absurd atau tidak, itulah keyakinan yang dipercayai oleh mereka.


Jadi di sini analogi rakit menghadapi kesulitannya sendiri. Dan ia hanya melepaskan diri dari kesulitan ini, dengan melepaskan indentitas Hindunya. Tapi apa perdulinya dengan Hindu? Toh hanya rakit. Yang penting ia bebas. Sebuah solusi, yang sayangnya, bersifat mementingkan diri sendiri. Ego.....

OM Tat Sat,
'‘All that is the Truth'.

OM Shanti Shanti Shanti OM
--- Ya Tuhan, Semoga Damai di Hati, Damai di Dunia, Damai untuk selamanya ---


Artikel Terkait

2 comments:

  1. wow....mengagumkan, tapi apa salahnya menjadi ego? kita toh lahir sendiri, mati juga sendiri, mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita juga sendiri.
    kita toh hanya bisa menyarankan kepada oranglain, yg nantinya orang lain itu yg memutuskannya sendiri............
    pada dasarnya hubungan kita kepada Yang Maha Kuasa juga adalah hubungan pribadi. diluar kita boleh saja memakai baju agama, toh bukan itu intinya.....kembali kedalam pribadi masing2 (ego).
    dalam catur asrama juga diajarkan untuk melepas keterikatan kita terhadap hal2 duniawi (termasuk agama?).
    kadng kita terlalu sibuk mencari 'kata' TUHAN, bukan TUHAN itu sendiri........
    benar kata Ebiet "..kita mesti telanjang dan benar-benar bersih....." mari buka baju kemelekatan agama...........

    'maaf saya masih cupu, masih banyak salah....', maaf juga kalo komentar ini menyinggung perasaan anda.

    ....dan rakit itu akan terus digunakan ketika orang membutuhkan sarana penyeberangan yang aman (jika satu-satunya). ia akan terus mengabdi pada manusia walau terkadang dilecehkan dan tercampakkan tak lekang oleh waktu.........

    ReplyDelete
  2. suksme..sodara ganesha...

    komentar anda adalah gugahan hati..yang menarik!! ibaratkan Rakit setalah kita sampai di tujuan rakit tidak gunakan lagi...

    Disinilah...kita mesti banyak memikirkan perkataan dan perbuatan kita...TRI KAYA PARISUDAHA..

    Agama bukan hanya sebuah jembatan atau penyebrangan untuk mencapai tujuan tapi kedamaian

    terimakasih sodara ganesha

    ReplyDelete

Boleh berkomentar panjang lebar, silahkan!Tulisan ini mungkin sinis tapi mudah-mudahan bisa memberi pengertian dan kesadaran untuk lebih mencintai Agama,Tanah Air, Bangsa dan Nusantara. Mencintai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa, budaya serta peninggalan-peninggalan leluhur seperti Candi-candi, Pura, Puri, Purana ataupun yang lainnya.